Puasa
Medsos ala Rudiantara
A Margana ; Dosen Fakultas Ekonomi dan Komunikasi,
Universitas Bina Nusantara, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 30 Mei 2018
IMBAUAN ‘puasa media
sosial’ dari Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara
sempat menuai pro dan kontra. Padahal, mestinya kita bisa memetik manfaat
dari gerakan itu, terutama menghadapi ofensif berita-berita bohong, palsu,
fitnah, permusuhan, dan segala caci maki, yang sering tersaji di media
sosial.
Sama seperti puasa makan
dan minum, puasa media sosial pun diharapkan bisa memberikan kesehatan bagi
pikiran dan emosi, ‘membersihkan racun’ permusuhan dan kebohongan di dalam
diri kita. Bagaimana pelaksanaannya?
Menteri Rudiantara,
setelah menggulirkan imbauan puasa media sosial sebulan lalu, mengaku sempat
di-bully beberapa pihak. Namun, rupanya Rudiantara meyakinkan, bahwa gerakan
‘puasa media sosial’ itu perlu dicoba. Maka, dalam beberapa kesempatan, ia
mengajak masyarakat untuk melakukan ‘puasa media sosial’ itu.
Puasa bermedia sosial,
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa kesehatan manusia bukan hanya
melibatkan fisik, melainkan juga mental, emosional dan pikiran. “Kita tahu
bahwa wellness juga mencakup aspek mental dan emosional, selain fisik. Jadi,
mengapa kita tidak memasukkan diet dan detoksifikasi medsos ke dalamnya?
Medsos jelas seringkali melelahkan mental dan emosional kita, kalau malah
tidak bisa dikatakan merusak. Jadi, mengapa tidak memasukkannya dalam agenda
social wellness kita?” kata Rudiantara di depan peserta Pekan Komunikasi
Sosial Nasional (PKSN) di Palangkaraya, Sabtu (12/5).
Untuk mencapai tingkat
wellness fisik, orang melakukan puasa, diet, dan detoksifikasi. Puasa media
sosial bisa ditempuh jika kita ingin mengurangi ketergantungan dan
meminimalkan ekspos terhadap konten negatif. Puasa medsos secara temporer,
mendorong kita menjalin relasi riil dengan orang-orang di sekitar kita.
Sementara itu, mengatur
diet bisa dilakukan dengan menakar jumlah aktivitas bermedsos atau memilih
media sosial yang relatif ‘sehat’. Kita bisa memilih medsos dan kontennya
yang sejuk, produktif, dan konstruktif. Jangan biarkan hawa panas, caci maki,
dan kepalsuan merasuki jiwa kita.
Sementara itu,
detoksifikasi atau mengeluarkan racun dilakukan dengan bersih-bersih medsos
dari unsur negatif. Memilih teman jangan sampai yang memanas-manasi untuk
berkelahi, atau menelan begitu saja berita bohong dan palsu.
Puasa, diet atau
detoksifikasi tidak berarti berhenti total menggunakan media sosial. Puasa
bermedia sosial dilakukan dengan menakar ulang jumlah aktivitas atau memilih
medsos yang relatif ‘sehat’. Apalagi, kondisi dunia medsos di Indonesia saat
ini boleh dibilang sudah melewati ambang kenormalan.
Misalnya, jumlah handphone
yang beredar saat ini sekitar 374 juta atau lebih banyak (142%) dari 262 juta
total penduduk. Di Indonesia, media sosial merupakan platform yang tumbuh
paling pesat dan paling banyak di dunia interenet. Menurut data dari We Are
Social-Hootsuite yang dirilis pada Januari 2018, pengguna aktif medsos
Indonesia 130 juta orang atau 98,4% dari pengguna internet aktif (132 juta).
Data pengguna Facebook
dunia yang aktif per bulannya sekitar 2,17 miliar. Sementara itu, orang
Indonesia yang mengoperasikan Facebook sebesar 130 juta (sekitar 6% dari
pengguna dunia) atau menduduki peringkat ke 4 dunia. Dalam penggunaan
Instagram, Indonesia tercatat sebagai negara ketiga terbanyak (53 juta)
setelah Amerika Serikat dan Brasil.
Berdasarkan usia, pengguna
internet paling banyak diduduki mereka yang berusia 19-34 tahun (49,52%),
disusul usia 35-54 tahun (29,55%). Remaja usia 13-18 tahun menduduki
peringkat ketiga (16,68%) dan lanjut usia (lansia) di atas 54 tahun 4,24%.
Artinya, 93,76% pengguna internet ialah penduduk kelompok remaja, muda, dan
dewasa, dari rentang usia 13-54 tahun. Mereka pula yang berpotensi ‘diracuni’
oleh berita bohong dan berita palsu di media sosial.
Menurut penelitian yang
sama, sebagian besar netizen Indonesia
mengunakan smartphone untuk mengakses internet. Rata-rata, mereka
mengulik mobile phone-nya untuk mengakses internet 8 jam 51 menit sehari.
Untuk main medsos mereka menghabiskan waktu 3 jam 23 menit, menonton televisi
2 jam 45 menit dan mendengarkan musik streaming 1 jam 19 menit.
Sayangnya, kecepatan
pertumbuhan penggunaan media sosial itu tidak dibarengi dengan kemampuan
memahami konten, sopan santun, etika, dan hukum. Gerakan literasi media
sosial yang dilakukan oleh beberapa pihak terasa belum mampu membuat pengguna
media sosial kembali ke ‘jalan yang
benar’. Sumpah serapah, caci maki, permusuhan, ujaran kebencian, berita
bohong dan palsu, serta fitnah, seolah menjadi menu sehari-hari di media
sosial.
Sifat bangsa yang selama
ini diagungkan seperti sopan santun, ramah, beradab, berbudaya tinggi dan
adiluhung, saling menghormati, rukun, damai, dan tenteram, seolah lenyap
ditelan banjirnya berita bohong dan berita palsu di media sosial. Sebelum
kebablasan, berbagai upaya dilakukan untuk menggunakan dan mengonsumsi konten
media sosial dengan baik dan benar. Puasa, diet, dan detoksifikasi media
sosial ialah salah satu gerakan.
Gerakan puasa medsos bisa
dilakukan di keluarga. Mereka dapat menetapkan waktu puasa, misalnya, pukul
18.00–20.00. Selama dua jam, seisi rumah wajib mematikan handphone dan
melakukan komunikasi tatap muka. Itulah saatnya mereka berpuasa mengisi
status akun, mengomentari dan ber-chatting dengan teman entah di dunia mana.
Puasa medsos membuat hubungan anggota keluarga lebih penting ketimbang asyik
mengulik handphone.
Gerakan puasa medsos juga
bisa dilakukan di sekolah, kampus, tempat kerja, atau pribadi-pribadi. Selama
jam pelajaran, siswa, dan mahasiswa dilarang membuka handphone. Atau, selama
kerja, karyawan tidak boleh main medsos.
Siapa tahu gerakan puasa
bermedsos ini bisa menyelamatkan kita dari pengaruh negatif dan racun medsos.
Hubungan antarpribadi diharapkan bisa dijalin kembali setelah dikoyakkan oleh
berita bohong, palsu, fitnah, dan permusuhan di media sosial. Gerakan puasa
medsos bisa kita lakukan untuk membuang berbagai racun permusuhan,
kebohongan, kepalsuan, caci-maki, dan lain-lain. Dengan berpuasa medsos kita
bisa lebih jernih memilih kawan yang membawa kedamaian, kesejukan, kerukunan,
produktif, dan konstruktif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar