Memaknai
Kunjungan Narendra Modi
Ganewati Wuryandari ; Peneliti dan Kepala Pusat Sumber Daya Regional (P2SDR),
LIPI
|
MEDIA
INDONESIA, 31 Mei 2018
KEDATANGAN PM India
Narendra Modi selama dua hari pada 29-30 Mei 2018 merupakan kunjungan resmi
pertamanya ke RI. Ini sebagai balasan atas kunjungan kenegaraan Presiden
Jokowi ke India dalam konteks pertemuan bilateral pada Desember 2016 dan
Januari 2018 ketika menghadiri ASEAN-India Commemorative Summit.
Kunjungan kedua pemimpin
yang cukup intens ini mempertegas hubungan dua negara yang kian mesra dalam
beberapa tahun terakhir. Sinyal positif hubungan hangat kedua negara
sesungguhnya telah ditunjukkan sejak Presiden SBY dengan deklarasi bersama
untuk kemitraan strategis pada November 2005 dan 16 nota kesepahaman kerja
sama yang ditandatangani Januari 2011.
India dan Indonesia
sama-sama memandang kemitraan strategis sangat penting. Hal ini dilandasi
adanya kepentingan konvergen dua negara. Interaksi sosial yang sudah terjalin
dalam rentang sejarah panjang melalui jalur budaya dan perdagangan sejak
berabad lampau dan sama-sama sebagai negara demokrasi, kekuatan ekonomi baru
serta anggota G20 menjadi faktor penguatan hubungan.
Sebagai dua negara
tetangga yang berbatasan laut, India dan RI berada pada jalur laut
internasional yang penting juga memiliki kepentingan sama akan keamanan
maritim. Sekalipun tidak dimungkiri ada dinamika pasang naik dan surut,
tetapi realitasnya kedua negara tetap mampu menjaga hubungan baik hingga saat
ini. India, bahkan menjadi satu negara mitra yang penting bagi Indonesia.
Indikatornya sangat jelas,
antara lain dilihat dari aspek perdagangan RI dengan India yang terus
meningkat dan pada 2017 mencapai US$18,7 miliar. Meski India menempati
peringkat 9 mitra dagang, Indonesia mengalami surplus besar, utamanya dari
komoditas batu bara dan minyak kelapa sawit.
Kunjungan Modi kali ini
strategis. Tidak hanya untuk memperkukuh, tetapi juga yang paling penting
untuk mengakselerasi hubungan bilateral pada level yang lebih tinggi lagi.
Tidak cukup sebatas penting, tetapi bagaimana peningkatan hubungan pada level
yang lebih tinggi itu menjadi kebutuhan bersama sebagai sesuatu hal yang
urgen sifatnya. Adanya kebutuhan itu akan menyebabkan munculnya kedalaman
relasi antarnegara yang kukuh dengan mengacu pada kepentingan nasional.
Rasanya, ini bukan sesuatu
hal yang sulit dilakukan. India dan RI membutuhkan keberlanjutan pertumbuhan
ekonomi. Jumlah penduduk yang masing-masing menempati peringkat 1 dan 4
terbesar di dunia ini menjadi kepentingan bersama untuk menjalin kerja sama
lebih erat untuk memanfaatkan potensi besar populasi bagi kerja sama ekonomi
masa depan.
Hal ini tidak cukup
sebatas pada komitmen politik pemimpin kedua negara dan dialog-dialog mitra
kerja yang sudah cukup banyak dijalin antara India-RI. Yang dibutuhkan ke
depan ialah kerja sama yang sifatnya konkret diimplementasikan. Sejak 2000,
India dan RI telah memiliki 40 buah MoU yang sudah ditandatangani dua negara
sebagai landasan kerja sama. Namun, dalam realitasnya berjalan sangat lamban
dan baru sekitar 10 buah yang terealisasi.
Potensi
peningkatan
Potensi peningkatan kerja
sama ekonomi juga terbuka sejalan perubahan kebijakan domestik masing-masing negara.
Berbagai program yang diinisiasi pemerintah India, misalnya, seperti ‘Look to
East’, ‘Make in India’ dan ‘Skill India’ dapat menjadi aspek menarik
pengusaha RI untuk melakukan investasi dan diversifikasi ekspor ke negara itu
untuk tidak lagi didominasi produk dari SDA, yaitu batu bara dan kelapa
sawit. Apalagi India saat ini juga tengah berupaya menyeimbangkan neraca
perdagangannya dengan RI yang defisit, salah satu caranya dengan menaikkan
biaya masuk kelapa sawit.
Peningkatan konektivitas
laut dan udara menjadi sangat penting ke depannya. Saat ini, konektivitas itu
masih sangat terbatas yang pada gilirannya menghambat mobilitas orang dan
barang. Garuda, misalnya, baru memiliki satu penerbangan langsung dari
Jakarta ke Mumbay. Akibatnya, potensi pariwisata dan pendidikan belum
tergarap optimal. Padahal, beberapa wilayah di dua negara memiliki
keterikatan budaya dan agama utamanya Hindu/Buddha yang dapat dikemas dalam
wisata budaya/agama.
Urgensi peningkatan
hubungan kedua negara juga tidak dapat dilepaskan atas perubahan lingkungan
strategis di lingkup regional dan global. Menanggapi perkembangan itu, kedua
negara memiliki urgensi kuat untuk mengembangkan kerja sama keamanan dan
pertahanan laut. Hal itu menjadi kebutuhan dua negara tetangga yang berbatasan
dengan laut di Pulau Andaman dan Nikobar ini. Tidak saja untuk mengamankan
jalur strategis perdagangan laut mereka dari ancaman kejahatan lintas negara,
tetapi juga untuk menjaga keamanan laut di regional.
Tiongkok yang
mengembangkan kebijakan militerisme di Laut China Selatan dikhawatirkan akan
mengganggu berjalannya aturan hukum laut internasional dan kebebasan navigasi
di perairan itu, yang notabene penting sebagai jalur laut perdagangan dunia.
Kondisi ini pada saat yang sama AS di bawah Presiden Donald Trump
mengembangkan kebijakan yang cenderung proteksionisme dan jaminan kehadiran
AS di kawasan tampak tak terlalu meyakinkan.
Kehadiran Tiongkok yang
agresif melalui kebijakan infrastruktur, Belt Road Initiative (BRI), pada
sisi lain, khususnya di wilayah Asia Selatan dan Asia Tengah, telah
menyebabkan India dalam posisi yang secara tidak langsung ‘terjepit’.
Tiongkok melalui
perusahaan negaranya, China Merchant Groups, misalnya, telah berhasil
memiliki izin sewa selama 99 tahun untuk mengoperasikan pelabuhan laut dalam
di Colombo, Sri Lanka. Hal yang sama juga dilakukan di Pakistan. Kebangkitan
kekuatan ekonomi, militer, dan gempuran kehadiran Tiongkok di wilayah itu
terus menjadi tantangan strategis bagi India. Utamanya, karena India hingga saat
ini masih memiliki persoalan perbatasan yang belum selesai dengan negara
Tirai Bambu ini yang terkadang bereskalasi dalam bentuk konflik kekerasan
terbuka. Seperti yang terjadi di Depsang pada April-Mei 2013, Chunmar
September 2014 dan terakhir di Doklam pada 2017.
Oleh karena itu, rasanya
bukan suatu kebetulan kunjungan Modi ke RI kali ini. Indonesia sebagai salah
satu kekuatan regional yang diperhitungkan menjadi kepentingan India untuk
menjalin kerja sama lebih erat untuk menghadapi Tiongkok. Ini tentu sebuah
keuntungan positif bagi RI untuk memberikan ruang lebih leluasa untuk
memainkan diplomasinya dalam hubungan dengan India demi kepentingan nasional.
RI, misalnya, membutuhkan
penguatan kerja sama pertahanan utamanya India yang dinilai memiliki kemampuan
cukup baik untuk industri pertahanannya melalui transfer of knowledge. Meski tentu Indonesia juga tidak ingin
mengorbankan hubungan baiknya dengan Tiongkok. Bagaimana Indonesia bisa
bermain dalam dua kaki dengan cerdik menjadi tantangan tersendiri dalam
menjalin hubungannya dengan India. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar