Senin, 07 November 2016

Satu Anak, Lima Orangtua

Satu Anak, Lima Orangtua
Jean Couteau  ;   Wartawan Senior KOMPAS
                                                    KOMPAS, 06 November 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Anda tahu apa itu peran seorang kakek, kan? Kemungkinan besar Anda tumbuh di bawah pengawasan figur panutan seorang kakek, orang yang ngelonin Anda sebagai cucu yang pasti favoritnya. Ya! Biarpun dia pernah menjadi bajingan pada masa mudanya, seorang kakek biasanya adalah pengayom dan penerus nilai-nilai sosial yang umum.

Cuma, sang kakek yang baru-baru ini aku nikmati santapan hidangannya di apartemen mewah di pusat kota Paris ini, adalah kakek yang agak berbeda dari tipe ideal tadi. Dia memang uzur -punggungnya katanya sering ngilu. Dia juga halus. Tetapi, entah kenapa, dia tiba-tiba membelokkan percakapan ke masalah seks anaknya: "Dengan anak, kita harus siap menghadapi surprise," ujarnya. "Ambil contoh putra saya. Dia gay. Namun, belum puas berlagak gay, dia memboyong seorang gay Amerika sebagai partnernya; kini mereka berdua telah nikah sah meskipun tak jelas bagi saya yang mana 'suami', dan yang mana 'istri', he-he.."

Waah!! Seru benar cerita si kakek ini!! Namun, aku pura-pura tidak kaget: bila ditraktir makan, harus berlagak gentleman, kan? "Wong, saya bisa berbuat apa?" tambahnya mendesah. "Ya! menerimanya." Dia lalu berdiam sejenak sebelum meneruskan, "Tapi ini baru awalnya. Kini mereka tengah sibuk 'membuat' anak, yaitu memberikan saya 'seorang cucu'."

"Bagaimana mereka 'membuatnya', mereka cowok gay, kan?" tanyaku keasyikan..Dia diam sejenak, lalu menyingkap semua: "Putra saya dan partner gay-nya takut kalau-kalau salah satunya menjadi iri kelak; maka mereka tidak mau nyumbang spermanya sendiri. Lebih baik memakai donor pria orang ketiga, kata mereka...Yang akhirnya dipilih bukanlah sembarang donor: seorang Kolombia keturunan Eropa, yang mutu genetisnya terjamin dengan kontrak di hadapan hukum!! Serius, kan? Dan untuk ovula, genetisnya tak kurang sempurna: donor wanitanya tidak kerempeng, tidak juga gemuk-pokoknya memenuhi syarat. Adapun 'ibunya', dia tak lebih dari rahim saja, yang dihuni selama sembilan bulan oleh janin calon cucu saya. Juga pinggulnya pas: jadi risiko minim waktu melahirkan," ujar sang calon kakek ini.

Aku dengar itu semua, bengong.. "Jadi," lanjutnya, "saya kini akan mempunyai seorang cucu yang sah, yang 'dibuat' oleh tak kurang dari lima orangtua: putra saya dan partnernya, donor laki dan wanita, dan wanita penyewa rahim.Apakah hebat atau tidak, saya tidak tahu? Yang jelas, biayanya lumayan, 70.000 dollar AS, yang saya kira cukup bodoh untuk dibayar.demi seorang cucu yang tidak pernah saya dambakan dan bukan keturunan genetis saya, he-he-he." Lalu dia berdiam lagi, cukup lama, sebelum melahap dua porsi keju..

Temanku ini, sang kakek tadi, pasti sudah menyadari masalah-masalah etika dasar yang timbul dari jati diri dan perilaku putranya. Namun, dia bungkam tentang itu. Di mana batas yang wajar dari manipulasi "in vitro" untuk mendapat keturunan? Di mana batas manipulasi genetis? Atas nama "hak memiliki anak", apa saja hak seorang atau satu pasangan, gay atau heteroseksual, boleh dan pantas "memfabrikasi" manusia di laboratorium dan mem-farming anak. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak terjawab. Tidak diketahui pula apakah semua ini tergolong kemajuan atau sebaliknya merupakan tanda kerapuhan?

Lebih jauh, di dunia kita yang kian global ini, mana mungkin fenomena reproduksi genetis yang mutakhir ini tidak menimbulkan reaksi keras dari masyarakat-masyarakat di mana berlaku kemutlakan Sabda, kesakralan rahim, dan kontrol sosial atas tubuh wanita. Bagaimana menjembatani jurang kultural, dan 'moral', yang kian melebar ini?

Sementara ini, di perempatan jalan tidak jauh dari tempat tinggalku di Perancis, terlihat suatu salib berdiri tegak, tanda kuasa agama Nasrani atas lingkungannya. Salib ini kini telah penuh dengan karat...Agaknya tiada siapa pun yang berkenan menghilangkan karat itu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar