Senin, 18 Mei 2015

Variasi

Variasi

Samuel Mulia   ;  Penulis kolom “Parodi” Kompas Minggu
KOMPAS, 17 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Seseorang yang saya temui di sebuah chat room bertanya, apakah saya mau menjadi kekasihnya. Pertanyaan itu membuat rasa penasaran saya timbul dan bertanya kembali, mengapa ia sampai melakukan penawaran semacam itu. "Cari variasi, Mas, supaya hubungan nggak jadi hambar." Demikian ia menjelaskannya.

Bumbu

Setelah keluar dari ruang mengobrol itu, saya jadi kepikiran. Benarkah agar sebuah hubungan menjadi tidak hambar, berselingkuh itu menjadi salah satu solusi jitu? Mengapa ketika hubungan itu menjadi hambar, solusinya adalah mencari di luar rumah?

Bukankah ketika hubungan disepakati untuk dijalani, maka segala risiko harus ditanggung dua belah pihak. Bukankah penyebab terjadinya keadaan hambar atau tidak hambar adalah akibat dari keputusan yang dibuat dari dalam rumah oleh dua manusia?

Nah, kalau itu terjadi dari dalam rumah, mengapa mencari jalan keluar di luar rumah? Atau apakah tindakan mencari ke luar rumah itu benar adanya karena bisa jadi di dalam rumah sudah tak ada lagi ditemui jalan keluarnya? Begitukah?

Bagaimana kalau kemudian yang di dalam rumah merasa bumbu yang dari luar enaknya setengah mati dan tak bisa dilepaskan? Atau bagaimana kalau setelah belanja bumbu di luar, beberapa waktu kemudian, bumbu itu terasa hambar? Apakah solusinya akan memiliki pola yang sama, artinya mencari lagi bumbu yang lain?

Kalau demikian, apakah secara umum mereka yang berpasangan melakukan hal itu ketika kehambaran menyerang sebuah hubungan? Apakah Anda yang sudah berpasangan dan membaca tulisan ini juga melakukan hal yang sama? Maksud saya, Anda berbelanja bumbu di luar karena bumbu yang di dalam tak bisa lagi menggarami hubungan itu sendiri?

Kalau seandainya variasi dibutuhkan agar hubungan tidak hambar, apakah berselingkuh merupakan satu dari sekian solusi ? Atau mencari bumbu di luar agar tidak hambar sesungguhnya bukan sebuah solusi, tetapi menggambarkan manusianya saja yang memang doyan berselingkuh?

Apakah sesungguhnya kehambaran sebuah bentuk nyata dari kepengecutan manusia yang menjalaninya? Mereka tahu sebuah hubungan tak lagi bisa diteruskan, hanya saja mereka takut akan status setelah hubungan itu berakhir, takut berimbas pada kehidupan anak dan malas menjadi sendiri lagi.

Malas untuk memulai hubungan dari nol kalau di suatu hari mereka ingin memiliki hubungan asmara kembali. Jadi mereka memutuskan untuk bersama dan mencari variasi atau membeli bumbu di luar rumah sebagai solusi dari sebuah kepengecutan.

Setrum

Saya sendiri tak tahu bagaimana sebuah hubungan bisa menjadi hambar karena sampai hari ini saya belum pernah memiliki hubungan asmara. Saya hanya mendengar dari berbagai macam manusia yang bercerita soal hubungannya kepada saya.

Dari berbagai macam cerita itu, saya menyimpulkan sendiri bahwa hubungan asmara itu mirip seseorang yang mendapatkan sesuatu seperti yang diinginkan hatinya. Entah itu mobil baru, rumah baru, atau seperti teman saya mendapat binatang peliharaan yang baru.

Maka di tahap awal akan begitu banyak perhatian dicurahkan. Semua dirawat dengan baik dan cermat. Tetapi, selang beberapa bulan kemudian, akan ada penurunan dari semua perawatan dan perhatian itu. Akan ada sejuta alasan kalau ditanya mengapa itu terjadi, tetapi mungkin yang utama adalah manusia itu dasarnya memiliki rasa bosan, apalagi kalau sudah tak ada tantangannya lagi.

Dari sejuta cerita yang masuk ke telinga, tak dimungkiri ada yang memiliki cerita sebuah perjalanan asmara yang setelah sekian belas tahun masih bisa menyetrum meski tak sekencang dahulu sehingga mereka tak sampai perlu mencari bumbu di luar hubungan itu.

Mungkin, kalau di suatu hari saya memiliki hubungan, dari sejak awal akan saya katakan kepada pasangan saya bahwa saya ini manusia sama seperti dirinya. Banyak maunya, banyak bohongnya, banyak takutnya, bisa berubah kapan saja, rada egois atau egois banget.

Bahwa sebagai manusia saya bisa jatuh cinta seperti orang tidak waras, tetapi kemudian bisa seperti orang waras sehingga kalau sedang tidak waras, perilakunya bisa menggebu-gebu. Tetapi, kalau lagi waras bisa biasa-biasa saja. Tentu saya tak akan lupa untuk mengatakan saya ini manusia yang juga cepat bosan.

Saya akan mengatakan dari sejak awal bahwa hubungan saya adalah dasarnya cinta dan bukan karena paksaan, bukan karena pasangan saya kaya raya, atau alasan yang materialistis atau fisik sifatnya. Tetapi, cinta saya sama sekali tak bisa dijadikan sebuah jaminan untuk diperlakukan semena-mena.

Dan yang terakhir, saya akan mengingatkan kepada diri sendiri kalau kita ini cuma manusia. Sama-sama punya kelemahan, sama-sama punya kelebihan. Sama-sama punya kekurangan. Jadi jangan menuntut apa pun karena kita sama-sama tak suka dituntut dan tak bisa dituntut. Kita hanya bisa sama-sama memiliki pengertian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar