Nepal
Masa Transisi
Elfindri ; Profesor Ekonomi SDM
dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi,
Universitas Andalas
|
KORAN SINDO, 08 Mei 2015
Sebagaimana warga yang
pernah merasakan gempa bumi, khususnya yang melanda masyarakat pesisir pantai
barat Sumatera Barat pada 2009, warga Nepal sekarang dirundung kesedihan.
Gempa bumi menghantam
kawasan negara pergunungan Himalaya itu pada hitungan 7,9 SR pada 26 April
2015. Kekuatan gempa diperkirakan sama dengan gempa yang terjadi di Sumatera
Barat pada 2009. Hingga kini perkiraan angka kematian telah melebih i7.000
orang. Sekitar 10.000 lebih dilaporkan luka akibat himpitan bebatuan rumah
yang runtuh. Angka perkiraan itu akan bertambah hari demi hari, mengingat
lokasi tempat kejadian gempa cukup luas.
Desa-desa banyak terputus
hubungan kabel dan kurang akses informasi. Saat ini sekitar 8 juta lebih
korban gempa, baik ringan maupun berat, membutuhkan pertolongan. Mulai dari
keperluan pangan, tempat tinggal sementara, air minum, sanitasi, dan yang
sangat perlu tentu adalah perawatan kesehatan. Mereka mendirikan tenda
darurat di jalan-jalan, di lapangan terbuka, atau di bagian bangunan yang
masih bisa ditempati.
Sudah dua minggu
penulis mengikuti perkembangan berita ini. Ini bentuk pembelajaran yang
berarti, mengingat Nepal salah satu negara miskin dengan penghasilan pada
kisaran USD300 per kepala per tahun. Lokasi negara di dataran tinggi,
berbukit-bukit di sepanjang pegunungan Himalaya, antara China dan India.
Terlepas dari jauhnya
negara itu dari tempat tinggal kita, warga Nepal mungkin sebagian berasal
dari nenek moyang yang sama dengan warga Minangkabau. Sebagaimana kita hidup
dalam suatu kawasan Asia, pantas kita memberikan atensi, sedikit saja sudah
jauh lebih baik ketimbang tidak melakukan apa-apa untuk meringankan beban
mereka.
Bangkit Cukup Sulit
Jika dibandingkan
dengan warga Sumatera Barat yang sempat diguncang gempa pada 2009, warga
Nepal diperkirakan akan sulit bangkit. Kondisi kemajuan sosial ekonomi mereka
jauh tertinggal dibandingkan dengan capaian kemajuan sosial ekonomi yang
sudah kita raih. Nepal masih menghadapi masalah struktural, 24% penduduknya
diperkirakan masih berada pada garis kemiskinan.
Ekonomi Nepal,
terutama disumbangkanolehperananpertanian, dengan produktivitas relatif
rendah akibat dari tingginya input pertanian. Nepal jelas sebuah negara yang
terkenal dengan tingkat kebahagiaannya yang tinggi, selain juga negara
tetangga Bhutan. Sumbangan ekonomi yang juga berarti adalah berasal dari
sektor pariwisata atau ”tourism-tourism, khususnya bagi wisatawan yang ingin
mempelajari kebudayaan Hindu.
Sebagian mereka juga
yang berasal dari para pendaki dan penjelajahan Gunung Everest, gunung
tertinggi di dunia. Dengan kapasitas sekitar 20 pesawat per hari bisa landing
di Bandara Internasional Kathmandu, bisa dibayangkan dampak gempa. Persoalan
tertentu adalah bagaimana memberikan bantuan makanan dan relawan dari luar
negeri. Akses mereka dengan laut tidak ada. Ini persoalan serius yang tengah
dihadapi dalam minggu-minggu pertama ini.
Keunikan daerah ini
menjadikan persoalan akibat gempa diperkirakan akan lebih besar. Pertama,
cakupan kawasan gempa pada umumnya adalah daerah yang berbukit. Bentuk dan
model bangunan mereka berasal dari batu bata dengan kualitas yang relatif
rendah. Kedua, selain daerah yang terkena gempa cukup luas, daerah
pergunungan, khususnya daerah kamp pendakian ke Gunung Everest, juga
mengalami dampak tersendiri.
Gempa membuat
reruntuhan salju menjadi gletser dan telah menimpa kamp-kamp pendakian.
Sekitar 200 orang masih belum jelas keberadaannya. Selain itu, beberapa
lokasi lain juga terjadi tanah longsor, di daerah padat penduduk. Kondisi ini
kemudian juga membawa efek ikutan yang membuat korban gempa semakin besar.
Daerah ini memiliki infrastruktur terbatas, jalan menuju ke India Utara jelas
sempit dan berbelok-belok disertai jurang yang terjal.
Tentunya memiliki
kapasitas angkut yang terbatas, apalagi untuk berhubungan menuju ke arah
utara, provinsi bagian selatan dari Tiongkok. Dengan gempa bumi ini, Nepal diperkirakan
akan mengalami kesulitan yang berarti untuk bangkit mengingat kemampuan
internal negara ini relatif rendah. Bantuan negara donor diperkirakan akan
sangat berarti.
Upaya
Beberapa problem utama
mesti diatasi. Pertama,, bagaimana menyelamatkan korban gempa yang masih
dalam reruntuhan atau yang terluka agar mereka tidak mengalami luka,
pengobatan massal sangat diperlukan. Untuk komponen pertama ini, kekurangan
dari tenaga medis sebenarnya bisa lebih ringan jika diturunkan mahasiswa-mahasiswa
yang mengambil bidang kesehatan masyarakat seperti para perawat, bidan, dan
kesehatan masyarakat, dengan koordinator lapangan mereka adalah para dosen.
Hari ini diperkirakan
akan banyak relawan datang dari luar negeri. Kedua, segera menyediakan dapur
umum dan tempat tinggal sementara. Karena daerah ini masih mengalami musim
dingin, pada kisaran 10-23 derajat Celsius, bangunan semipermanen dengan selimut
dan pakaian akan dapat membantu mereka. Namun, pada saat bersamaan juga diperlukan
dapur umum dan sumber bahan makanan.
Ketiga, persoalan
sanitasi, mengingat konstruksi yang diakibatkan gempa berdampak pada rusaknya
saluran air dan listrik, diperlukan sistem penyulingan air untuk mengatasi
penyediaan air minum. Public latrine menjadi
perlu selain dari upaya untuk mencari sisa-sisa mayat yang belum terangkat.
Berdasarkan pengalaman gempa di Amerika Latin pada 2012, penyakit kolera
salah satu yang paling berbahaya untuk diantisipasi. Terakhir, untuk lebih
memudahkan, sebenarnya mayoritas masyarakat kita yang islami seharusnya menaruh
rasa simpati yang tinggi.
Bukan karena mereka
berbeda agama dengan kita, melainkan kita sebagai umat Islam mesti memperlihatkan
rahmatan lilalamin. Karena itu,
segeralah menyiapkan sumbangan secara terkoordinasi, kemudian dengan
terkumpulnya sejumlah dana dapat kita salurkan kepada teman-teman universitas
di Kathmandu untuk mengoordinasi pemanfaatannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar