Mengatasi
Pelambatan Ekonomi
Nugroho SBM ; Dosen
Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas Diponegoro Semarang
|
SUARA MERDEKA, 19 Mei 2015
PEMERINTAHAN
Jokowi-JK tampaknya tak sempat menikmati masa bulan madu yang panjang. Ada beberapa
indikator makro ekonomi yang menunjukkan hal itu. Pertama; pertumbuhan
ekonomi kuartal I-2015 hanya 4,7 persen, turun dibanding kuartal yang sama
tahun 2014 dengan persentase 5,14. Ini semakin memberi tanda bahwa target
pertumbuhan ekonomi di APBNP2015 sebesar 5,7 persen.
Kedua;
angka pengangguran naik dari 5,70 persen pada kuartal I-2014 menjadi 5,81
persen pada kuartal yang sama 2015. Ketiga; nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS juga tak kunjung menguat. Akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS menyentuh Rp 13.200.
Melemahnya
indikator-indikator makro ekonomi itu, khususnya pertumbuhan ekonomi,
disebabkan oleh faktor domestik sekaligus global. Faktor domestik antara lain
belum selesainya penataan organisasi di kementerian dan lembaga baru sehingga
dana APBN belum bisa dicairkan. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur juga
baru dimulai sehingga dampaknya mungkin baru dirasakan jangka menengah dan
panjang.
Adapun
faktor global yang membuat ekonomi Indonesia melemah ñ khususnya pertumbuhan
ekonomi ñ adalah melemahnya ekonomi Tiongkok sebagai salah satu tujuan utama
ekspor Indonesia. Di samping itu, faktor global lain adalah terus menurunnya
harga komoditas primer. S&P mencatat harga komoditas global khususnya
komoditas primer menurun 34 persen dalam 12 bulan terakhir secara kumulatif.
Padahal ekspor Indonesia sampai saat ini masih didominasi komoditas primer.
Bagaimana
mengatasi kemelemahan ekonomi Indonesia? Pertama; menjaga daya beli
masyarakat dengan cara menjaga inflasi tetap rendah. Sampai saat ini konsumsi
rumah tangga mencapai 55 persen dari produk domestik bruto sehingga
mendongkrak konsumsi rumah tangga yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Ada
beberapa komponen konsumsi rumah tangga, yaitu makanan, pakaian, gadget,
transportasi, pendidikan, perumahan, kesehatan, dan rekreasi. Cara
mendongkrak konsumsi rumah tangga adalah dengan menjaga inflasi tetap rendah.
Biasanya inflasi bulan April rendah, tetapi data menunjukkan bahwa inflasi
dari April 2014 sampai April 2015 mencapai 6,79 persen dan khusus April 2015
mencapai 0,36 persen. Padahal nanti masih ada musim liburan, tahun ajaran
baru, dan bulan Ramadan.
Agar
inflasi terjaga maka mau tak mau segala hal yang menyebabkan ekspektasi
pelaku usaha bahwa inflasi akan naik bisa dicegah. Beberapa hal yang
menyebabkan ekspektasi pengusaha bahwa inflasi akan naik antara lain
pernyataan-pernyataan: pemerintah tidak akan mengimpor beras (sehingga
diartikan harga beras akan naik), kuota sapi impor akan dipangkas (bisa
diartikan harga daging sapi akan naik), premium akan diganti pertalite (biaya
transportasi akan naik), dan lain-lain. Untuk sementara pernyataan-pernyataan
seperti itu hendaknya ditunda dulu.
Sumber Inflasi
Hal lain
yang perlu dilakukan untuk mengendalikan inflasi adalah mengefektifkan kerja
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) karena kepala BPS barubaru ini
menyatakan bahwa inflasi nasional saat ini 80 persen disumbang oleh inflasi
di daerah. TPID perlu memantau sumber-sumber inflasi, misalnya ulah spekulan
yang menimbun barang.
Di
samping itu, perlu memperpendek rantai distribusi barang dari produsen ke
konsumen sehingga harga produk bisa lebih rendah. Caranya mendorong usaha
eceran (retail) baik tradisional maupun modern ke pelosok-pelosok. Di samping
itu pemanfaatan jalur rel kereta api ganda di utara Jawa bisa lebih
dioptimalkan agar distribusi barang terjaga sehingga harga stabil.
Kedua;
mempercepat pembangunan infrastruktur. Pemerintah telah mengalokasikan dana
cukup besar untuk pembangunan infrastruktur di tahun 2015 yaitu Rp 290
triliun. Jumlah itu mencapai 25 persen dari total belanja pemerintah.
Kini
tinggal bagaimana pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur dengan
secara cepat menyelesaikan masalah-masalah yang biasa timbul yaitu pembebasan
lahan, perizinan, proses lelang, serta benturan dan kekosongan aturan yang
memayungi serta birokrasi yang berbelit.
Ketiga;
mempercepat pencairan dana APBN. Pemerintah memang telah membentuk Tim
Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran untuk mempercepat realisasi
anggaran. Tinggal kini bagaimana tim tersebut didorong untuk bekerja lebih
cepat dan maksimal. Tak kalah penting adalah bagaimana agar restrukturisasi
lembaga kementerian dan nonkementerian baru segera selesai supaya dana bisa
segera dicairkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar