Senin, 04 Mei 2015

Lewat Tengah Malam

Lewat Tengah Malam

Trias Kuncahyono  ;  Penulis kolom “Kredensial” Kompas Minggu
KOMPAS, 03 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

“Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa, Mbak," demikian kalimat pembuka surat terbuka Ephie Craze yang menyatakan dirinya sebagai mantan istri seorang pencandu narkoba. Surat terbuka yang ditulis di laman Facebook-nya, Senin (27/4), ditujukan kepada Anggun C Sasmi, penyanyi Indonesia kelahiran Jakarta yang kini menetap di Perancis. Anggun sebelumnya juga menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sebagai ungkapan ketidaksetujuannya terhadap pelaksanaan hukuman mati karena kasus narkoba, terutama terhadap warga negara Perancis, Serge Areski Atlaoui.

"Apakah Mbak tahu, apa saja akibat buruk narkoba? Sy rasa sebagai wanita cerdas yang sudah melanglang buana pasti mbak tau pasti akan hal itu. Tp apakah mbak tau akibatnya bagi org2 terdekat yang mencintai org2 yang terlibat dengan narkoba? Sy rasa mbak tak memahami hal itu. Sy adalah mantan istri dr seorang pecandu narkoba. Sy seorang ibu dr 2 org anak. Apakah mbak tau rasanya saat menangis memohon pada suami utk berhenti mengkonsumsi narkoba?"

"Apakah mbak tau rasanya saat sy dicemooh orang, saat suami yang seorang aparat negara dijebloskan ke sel tahanan krn kasus narbkoba dan kehilangan pekerjaan selama 15 thn dijalaninya? Sy rasa mbak tidak tau."

"Apakah mbak tau rasanya saat anak menggigil ketakutan dlm pelukan sy? Apa mbak tau rasanya mendengar anak saya bercerita dng detail bagaimana suami sy menyiapkan peralatan utk memakai narkoba? Itu mimpi buruk di kehidupan sy mbak!"

Surat terbuka Ephie masih panjang, sepanjang derita yang dialaminya. Penderitaan Ephie dan para ibu lainnya yang suami dan anaknya terjerat narkoba tentu bukan tanpa arti. Menurut filsuf Jerman, Theodor W Adorno (1903-1969), penderitaan itu pun amat berarti. Penderitaan merupakan pengalaman dasariah manusia, dalam segala hal penderitaan ini tampak. Penderitaan harus dihapuskan, dengan menyadari bahwa penderitaan itu ada dalam pengalaman dan kenyataan.

Tidak demikian halnya dengan delapan orang yang beberapa hari lalu ditembak mati di Nusakambangan, Jawa Tengah, karena kasus narkoba. Mereka tidak lagi mengalami penderitaan duniawi. Keluarganyalah yang masih berselimut duka. Namun, setelah eksekusi mati itu masih terjadi pertarungan antara yang pro dan kontra hukuman mati.

Yang pro hukuman mati berpendapat, hukuman itu setimpal dengan apa yang sudah mereka lakukan dan akibat dari perbuatan mereka. Yang menentang hukuman mati mengatakan, tidak seorang pun berhak mengklaim boleh mencabut kehidupan dari orang lain. Kehidupan adalah anugerah dari atas, bukan hasil usaha manusia sendiri. Karena itu, kehidupan harus dijaga, dilindungi, dan dimuliakan. Lalu, apa hukuman bagi mereka yang terjerat narkoba; para gembong, para pengedar narkoba; yang berkongkalikong dengan para bandar? Mereka itu para perusak dan penghancur kehidupan!

Sebelum pertanyaan itu terjawab, sayup terdengar orang berkata: Lupakanlah cara berpikir bahwa "untuk mengetahui kehidupan" kita harus "mengalami kejahatan". Apakah seorang dokter menjadi lebih bijaksana dengan mengalami sendiri suatu penyakit? Apakah kita mengetahui keberhasilan dengan hidup di comberan? Apakah kita mengalami perdamaian dengan perang? Apakah kita merasakan keindahan dalam melihat karena sebelumnya kita buta? Kita tidak perlu ikut merasakan mabuk untuk dapat mengetahui kemabukan.

Lewat tengah malam di Nusakambangan, terdengar suara letusan senjata. Delapan lelaki itu tersungkur mencium bumi. Raga tak bersukma. Seorang perempuan Filipina termangu menatap hari depan sambil bertanya-tanya: Apakah kematian seperti itu juga akan menyeretku? Di tempat lain, Ephie Graze dengan suara pelan bergumam, "Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa, Mbak."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar