Kamis, 21 Mei 2015

Dicari Kisah Wu Wei Beneran

Dicari Kisah Wu Wei Beneran

Azrul Ananda  ;   Dirut Jawa Pos Koran
JAWA POS, 20 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

AYO bicara lagi soal wu wei. Kali terakhir saya menulis soal itu, hasilnya cukup seru, dan kadang agak lucu.

***

Seru banget bicara soal wu wei. Filosofi Taoisme yang sangat sulit diartikan dan dijelaskan, tapi pada dasarnya seperti ’’melakukan tanpa melakukan’’. Bak menghasilkan suatu pencapaian atau karya hebat, tapi meraihnya seperti tanpa upaya keras atau kengototan.

Ketika menulis soal wu wei itu di Happy Wednesday edisi 10 (silakan cari dan baca kembali), begitu banyak respons yang masuk. Baik langsung ke saya pribadi atau via kantor.

Berkali-kali saya bertemu orang, baik itu di mal atau bandara, langsung diajak bicara soal wu wei. Walau terus terang, saya ini bukan pakar soal wu wei, wkwkwkwkwk…

Respons yang paling sering saya dapat: ’’Aku juga ingin wu wei, ah…’’

Atau, ketika ingin mengerjakan sesuatu, orang itu bilang: ’’Tenang, di-wu wei saja…’’

Satu-satunya teman saya yang mengomel mungkin adalah Cu Wei. Saat tulisan itu dimuat, status BBM-nya berbunyi: ’’Namaku Cu Wei, bukan Wu Wei.’’

Wkwkwkwkwk…

Di ruang redaksi Jawa Pos di Surabaya, ada meja biliar baru. Memperkuat status ruang redaksi di Graha Pena ini sebagai ’’The Coolest Newsroom In The World’’, seperti ketika dibahas dalam kongres koran sedunia di Ukraina pada 2012 lalu.

Teman-teman redaksi, kalau lagi main (kadang di sela-sela bekerja), sering berucap: ’’Tenang, di-wu wei saja…’’

Dan sekarang teman-teman redaksi pun kompak mencetak kaus bertulisan ’’wu wei’’ dalam karakter aslinya.

Pernah juga, saat bersepeda menanjak di salah satu jalan menantang di kawasan Tretes, ada teman yang tidak mampu menyelesaikannya di atas sepeda, lalu menuntunnya sampai finis.

Begitu sampai, dia berucap: ’’Sudah tidak kuat, saya wu wei saja…’’

Ada juga teman saya yang ukuran badannya ekstra-ekstra-ekstra besar. Walau sudah bertahun-tahun bersepeda, ukuran badannya tidak berubah. Lha gimana mau berubah? Latihan seperti hanya untuk gaya-gayaan saja, tidak pernah mau ngotot atau merasakan sakitnya latihan. Makan pun tetap tancap gas.

Ketika disindir, dia hanya bilang: ’’Tenang, wu wei saja, bro.’’

Glodak!

***

Sekali lagi, saya harus menegaskan bahwa saya ini bukan pakar wu wei. Dan konsep wu wei memang konsep yang sangat sulit dijelaskan dan diungkapkan.

Setahu saya, wu wei itu sesuatu yang harus dijalani, tidak bisa hanya diniati. Wu wei juga baru kita sadari setelah perbuatan itu dilakukan. Tidak bisa kita ketahui sebelum atau saat melakukannya.

Sepertinya, banyak yang menyalahartikan ’’wu wei’’ dengan ’’pasrah’’.

Jadi, kalau main biliar, kita baru sadar kita telah melakukan wu wei ketika tiba-tiba dalam sekali jalan semua bola berhasil kita habiskan. Pikiran kita begitu tenang, sehingga semua bola dan lubang terlihat seperti ada relnya masing-masing. Dan tangan kita begitu luwes memukul sesuai kekuatan yang dibutuhkan.

Tentu saja, untuk melakukan itu, kita memang harus bisa main biliar. Bisa karena bakat dan cukup latihan, atau bisa juga karena kurang bakat tapi rajin berlatih.

Tidak bisa tiba-tiba saja ber-wu wei dan menang. Sebab, wu wei seharusnya tidak ada kaitannya dengan keberuntungan.

Dan kalau naik sepeda, menuntun jelas bukan wu wei. Karena itu bentuk kegagalan. Wu wei pada akhirnya adalah sebuah keberhasilan.

Misalnya, kita punya target rekor waktu menaklukkan tanjakan. Pada suatu hari, kita seperti tidak ngotot mengayuh pedal, tapi kecepatannya ternyata cukup untuk memecahkan rekor waktu pribadi. Nah, mungkin, itu baru wu wei.

Tentu saja, untuk melakukan itu, kita harus rajin berlatih bersepeda. Tidak bisa tiba-tiba saja memecahkan rekor. Saya pribadi, misalnya, karena mungkin kurang bakat, harus ngotot latihan dan memaksa sebelum mampu memecahkan rekor-rekor pribadi atau rekor teman.

Nah, soal teman yang makannya gas pol, ini bayangan saya soal wu wei:

Karena dia malas latihan dan rajin makan, maka dia lebih punya potensi meraih wu wei saat makan daripada saat bersepeda.

Saking rajin dan kuatnya dia makan, pada suatu waktu, tanpa terasa, dia bisa menghabiskan seratus piring dalam sekali duduk. Nah, itu namanya wu wei makan!

Dia mampu melakukannya karena sering latihan makan berlebihan, dan pada waktu tertentu mampu menembus batas kemampuan dan makan lebih banyak dari yang pernah dia bayangkan…

Coba kalau kita makannya sedikit-sedikit, sangat sulit untuk melakukan itu, bukan?

***

Wu wei ternyata tidak gampang, ya?

Tidak ada keajaiban untuk meraih keajaiban. Tidak ada kebetulan untuk meraih kesuksesan.

Sudahkah Anda melakukan wu wei?

Coba kirimkan kisah wu wei Anda, e-mail ke: opini@jawapos.co.id. Nanti sepuluh kisah terbaik (dan yang memang wu wei beneran) akan saya kirimi hadiah!

Kirim paling lambat Minggu, 24 Mei 2015. Tolong jangan nulis panjang-panjang. Karena itu kayaknya tidak wu wei!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar