Dari
Neraka Korupsi ke Surga Sejati
Amanda Adiwijaya ; Konselor keluarga di Surabaya dan Jakarta
|
JAWA POS, 15 Mei 2015
YESUS
yang telah menyelesaikan misi-Nya di dunia ini lewat kelahiran, kematian
disalib, dan kebangkitan-Nya kerap digelari Raja Yang Mulia karena Dia menang
atas kuasa kejahatan dan naik ke surga. Sehubungan dengan perayaan Kenaikan
Yesus, Yesus telah menunjukkan bahwa surga bukan hanya persoalan eskatologi
atau pada suatu saat kelak, namun harus dimulai sekarang. Ini tampak paling
jelas dalam panggilan para murid-Nya untuk menghayati pola hidup dengan
nilai-nilai surgawi.
Dalam
Sabda Bahagia dan Khotbah di Bukit (Mat 5–7), Yesus mengajarkan, jika ada
nafsu untuk memiliki dan ketakutan untuk memberi serta berkorban, Yesus
menyerukan semangat kemiskinan di hadapan Allah. Jika ada ketakutan
menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang, Yesus menjamin kebahagiaan bagi
orang yang tidak takut dicela dan dianiaya dalam memperjuangkan kebenaran
(bdk Mat 5:3.5.10–12).
Bukan
dengan ajaran saja, Yesus juga menunjukkan surga dengan mukjizat. Orang buta
dibukakan matanya, orang lapar diberi makan, orang lumpuh bisa berjalan,
orang sakit disembuhkan, bahkan orang mati dibangkitkan-Nya. Hampir seluruh
Injil penuh dengan tanda-tanda yang menunjukkan kuasa surga yang dibawa
Yesus.
Yang
dilakukan Yesus kemudian menjadi inspirasi bagi banyak orang. Sayang, dalam
contoh kehidupan umat kristiani dewasa ini, kita tidak selalu bisa menemukan
surga dalam diri murid-murid Yesus. Bahkan, nama Yesus kerap disalahgunakan
untuk hal-hal yang tidak terpuji.
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, juga ada andil sebagian umat kristiani
yang justru ikut berperan dalam menciptakan neraka dan keterpurukan bangsa,
entah yang jadi koruptor, konglomerat hitam, spekulan beras, bandar narkoba,
pelaku illegal logging/fishing, advokat atau pejabat yang hanya memikirkan
uang dan mengabaikan keadilan, entah yang jadi pemilik modal dan lupa kepada
kaum miskin, atau entah apa lagi yang hanya menambah bobrok keadaan serta
menciptakan neraka bagi banyak orang, khususnya kaum lemah.
Kita
yang masih punya nurani tentu sedih melihat Indonesia sebagai negeri dengan
mayoritas umatnya beragama, namun tingkat korupsinya tetap tinggi. Berdasar
catatan Transparency International
Indonesia (TII); indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2,8 pada 2009
dan 2010; 3,0 pada 2011; 3,2 pada 2012 dan 2013; serta meningkat menjadi 3,4
pada 2014. IPK tersebut terus naik sejak 2009.
Praktik
korupsi di negeri ini justru kian hari kian ganas, merebak luas mulai pusat
sampai daerah-daerah. Tak peduli korupsi itu mendatangkan neraka bagi banyak
orang lain.
Mantan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr A. Syafii Maarif pernah mengatakan,
”Indonesia menjadi bangsa yang tidak putus dirundung malang akibat dosa
kolektif yang dipertontonkan kepada dunia. Agama dimanipulasi dan dikutip
untuk menipu. Agama yang tak mampu memerangi dosa kolektif semacam itu akan
menjadi agama yang layu.” Cara hidup umat beragama seperti itu jelas hanya
akan mendatangkan atau menciptakan neraka bagi sesama.
Umat
kristiani perlu dengan rendah hati dan tulus mengakui telah ikut ambil bagian
serta tidak bisa melepaskan tanggung jawab dalam rusaknya keadaban publik ini
lewat korupsi. Simak saja para koruptor beragama Kristen yang kini mendekam
di penjara. Dengan kesadaran demikian, kita bertekad mau ambil bagian bersama
semua orang yang berkehendak baik dalam mengobati luka-luka dan membangun
keadaban yang baru. Kita perlu terus-menerus bertobat, juga mengajak semua
orang untuk terus-menerus bertobat.
Bangsa
Indonesia harus bisa segera merekonstruksi peradaban untuk beradaptasi dengan
perkembangan zaman dan bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
maju. Hal itu sangat diperlukan, mengingat moral dan nalar bangsa ini sudah
berada dalam kondisi krisis yang amat gawat. Runtuhnya moral akibat
merajalelanya korupsi harus cepat diatasi lewat tobat.
Bertobat
berarti mengubah sikap dan hati, menentukan arah dasar hidup, serta menata
ulang mentalitas. Revolusi mental seperti yang digembar-gemborkan lebih baik
segera diimplementasikan. Proses pertobatan membawa orang dari jalan yang
salah ke jalan yang benar. Dari arah neraka menuju surga.
Apalagi,
pesan utama yang hendak disampaikan Yesus dalam kenaikan-Nya ke surga adalah
siapa pun yang mengklaim sebagai murid Yesus seharusnya selalu membawa kabar
baik (makna dari kata Injil) bagi sesama. Segala macam praksis kehidupan yang
hanya menciptakan neraka seperti korupsi harus segera diakhiri.
Maka,
mudah-mudahan perayaan Kenaikan Yesus tahun ini bisa dijadikan momentum untuk
kembali ke jati diri agama sebagai agama yang membawa pesan kebaikan, bukan
keburukan. Pesan penuh harapan dan bukan pesimisme penuh kutukan. Umat
kristiani harus mengupayakan dan menghadirkan surga dalam konteks hic et nunc (sekarang dan di sini),
bukan menghadirkan neraka bagi banyak orang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar