Minggu, 17 Mei 2015

Dari Neraka Korupsi ke Surga Sejati

Dari Neraka Korupsi ke Surga Sejati

Amanda Adiwijaya   ;  Konselor keluarga di Surabaya dan Jakarta
JAWA POS, 15 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

YESUS yang telah menyelesaikan misi-Nya di dunia ini lewat kelahiran, kematian disalib, dan kebangkitan-Nya kerap digelari Raja Yang Mulia karena Dia menang atas kuasa kejahatan dan naik ke surga. Sehubungan dengan perayaan Kenaikan Yesus, Yesus telah menunjukkan bahwa surga bukan hanya persoalan eskatologi atau pada suatu saat kelak, namun harus dimulai sekarang. Ini tampak paling jelas dalam panggilan para murid-Nya untuk menghayati pola hidup dengan nilai-nilai surgawi.

Dalam Sabda Bahagia dan Khotbah di Bukit (Mat 5–7), Yesus mengajarkan, jika ada nafsu untuk memiliki dan ketakutan untuk memberi serta berkorban, Yesus menyerukan semangat kemiskinan di hadapan Allah. Jika ada ketakutan menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang, Yesus menjamin kebahagiaan bagi orang yang tidak takut dicela dan dianiaya dalam memperjuangkan kebenaran (bdk Mat 5:3.5.10–12).

Bukan dengan ajaran saja, Yesus juga menunjukkan surga dengan mukjizat. Orang buta dibukakan matanya, orang lapar diberi makan, orang lumpuh bisa berjalan, orang sakit disembuhkan, bahkan orang mati dibangkitkan-Nya. Hampir seluruh Injil penuh dengan tanda-tanda yang menunjukkan kuasa surga yang dibawa Yesus.

Yang dilakukan Yesus kemudian menjadi inspirasi bagi banyak orang. Sayang, dalam contoh kehidupan umat kristiani dewasa ini, kita tidak selalu bisa menemukan surga dalam diri murid-murid Yesus. Bahkan, nama Yesus kerap disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak terpuji.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga ada andil sebagian umat kristiani yang justru ikut berperan dalam menciptakan neraka dan keterpurukan bangsa, entah yang jadi koruptor, konglomerat hitam, spekulan beras, bandar narkoba, pelaku illegal logging/fishing, advokat atau pejabat yang hanya memikirkan uang dan mengabaikan keadilan, entah yang jadi pemilik modal dan lupa kepada kaum miskin, atau entah apa lagi yang hanya menambah bobrok keadaan serta menciptakan neraka bagi banyak orang, khususnya kaum lemah.

Kita yang masih punya nurani tentu sedih melihat Indonesia sebagai negeri dengan mayoritas umatnya beragama, namun tingkat korupsinya tetap tinggi. Berdasar catatan Transparency International Indonesia (TII); indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2,8 pada 2009 dan 2010; 3,0 pada 2011; 3,2 pada 2012 dan 2013; serta meningkat menjadi 3,4 pada 2014. IPK tersebut terus naik sejak 2009.

Praktik korupsi di negeri ini justru kian hari kian ganas, merebak luas mulai pusat sampai daerah-daerah. Tak peduli korupsi itu mendatangkan neraka bagi banyak orang lain.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr A. Syafii Maarif pernah mengatakan, ”Indonesia menjadi bangsa yang tidak putus dirundung malang akibat dosa kolektif yang dipertontonkan kepada dunia. Agama dimanipulasi dan dikutip untuk menipu. Agama yang tak mampu memerangi dosa kolektif semacam itu akan menjadi agama yang layu.” Cara hidup umat beragama seperti itu jelas hanya akan mendatangkan atau menciptakan neraka bagi sesama.

Umat kristiani perlu dengan rendah hati dan tulus mengakui telah ikut ambil bagian serta tidak bisa melepaskan tanggung jawab dalam rusaknya keadaban publik ini lewat korupsi. Simak saja para koruptor beragama Kristen yang kini mendekam di penjara. Dengan kesadaran demikian, kita bertekad mau ambil bagian bersama semua orang yang berkehendak baik dalam mengobati luka-luka dan membangun keadaban yang baru. Kita perlu terus-menerus bertobat, juga mengajak semua orang untuk terus-menerus bertobat.

Bangsa Indonesia harus bisa segera merekonstruksi peradaban untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Hal itu sangat diperlukan, mengingat moral dan nalar bangsa ini sudah berada dalam kondisi krisis yang amat gawat. Runtuhnya moral akibat merajalelanya korupsi harus cepat diatasi lewat tobat.

Bertobat berarti mengubah sikap dan hati, menentukan arah dasar hidup, serta menata ulang mentalitas. Revolusi mental seperti yang digembar-gemborkan lebih baik segera diimplementasikan. Proses pertobatan membawa orang dari jalan yang salah ke jalan yang benar. Dari arah neraka menuju surga.

Apalagi, pesan utama yang hendak disampaikan Yesus dalam kenaikan-Nya ke surga adalah siapa pun yang mengklaim sebagai murid Yesus seharusnya selalu membawa kabar baik (makna dari kata Injil) bagi sesama. Segala macam praksis kehidupan yang hanya menciptakan neraka seperti korupsi harus segera diakhiri.

Maka, mudah-mudahan perayaan Kenaikan Yesus tahun ini bisa dijadikan momentum untuk kembali ke jati diri agama sebagai agama yang membawa pesan kebaikan, bukan keburukan. Pesan penuh harapan dan bukan pesimisme penuh kutukan. Umat kristiani harus mengupayakan dan menghadirkan surga dalam konteks hic et nunc (sekarang dan di sini), bukan menghadirkan neraka bagi banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar