Selasa, 19 Mei 2015

Audit Forensik Petral

Audit Forensik Petral

Effnu Subiyanto   ;  Advisor CikalAFA-umbrella; Direktur Koridor;
Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi FEB Unair
JAWA POS, 18 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

NASIB superbroker migas nasional akhirnya benar-benar ditamatkan oleh Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas (RTKM) pimpinan Faisal Basri sejak 13 Mei 2015. Setelah malang melintang dalam dunia minyak nasional sejak 1969, Petral akhirnya bubar pada 2015. Kini Petral harus diaudit sekaligus, yakni audit investigatif dan audit forensik. Presiden Jokowi sendiri yang meminta hal itu agar sisik melik kisruhnya tata kelola migas dapat diketahui.

Audit forensik relatif baru di Indonesia, apalagi untuk aplikasi di sektor korporasi. Namun, sebetulnya audit dengan teknik itu bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisis serta membandingkan antara kondisi di lapangan dan kriteria untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Perbedaan utama adalah materi pengadilan (pro justitia). Karena hal demikian, fungsi utama audit forensik adalah untuk melakukan audit investigatif terhadap dugaan tindak kriminal dan atau untuk memberikan keterangan saksi ahli di pengadilan.

Sementara itu, audit investigatif adalah pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi atau tindakan korektif manajemen.

Berbagai kasus korupsi yang melibatkan petinggi Bank Indonesia (BI), kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa anggotanya, rekaman percakapan telepon dalam sidang terbuka Mahkamah Konstitusi (MK), serta pansus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai kasus Bank Century dapat diendus dengan audit investigatif. Sementara itu, pengungkapan mafia peradilan oleh mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji dan permintaan keterangan oleh KPK mengenai dampak sistemik Bank Century dibongkar dengan cara audit forensik.

Bukan hanya di dalam negeri, di luar negeri skandal Bernard ("Bernie") Madoff dan Ponzi sebenarnya sejak 2001 terendus oleh akuntan forensik Harry Marcopoulos serta jurnalis investigatif terkenal Erin Arvedlund. Pihak Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat dan FBI baru mengetahuinya dari pengakuan Madoff delapan tahun kemudian. Kecurangan Madoff itu diperkirakan telah berjalan 30 tahun dengan kerugian sedikitnya USD 65 miliar (Tuanakotta, 2010).

Untuk Petral, persoalannya bukan hanya skalanya yang luar biasa besar, namun tekniknya yang memang sangat canggih dan rumit. Rantai perdagangannya dalam lingkup internasional dan memang tidak akan cukup jika hanya diaudit investigatif. Memang sangat tidak berlebihan permintaan Presiden Jokowi bahwa diperlukan sekali audit forensik karena sepak terjang Petral sejak 1969. Dengan masa beroperasi yang demikian panjang, kecurangan mungkin sudah di- laundry menjadi SOP, tampak benar padahal nyata-nyata kecurangan manajemen.

Tidak Sendiri

Likuidasi Petral itu saya perkirakan akan membawa dampak tsunami hukum dan politik tidak hanya kepada oknum-oknum internal Petral. Secara bisnis, Petral dimiliki oleh Pertamina sehingga seluruh tindakan bisnisnya tentu sudah diketahui dan mendapat izin pemiliknya. Pertamina, yang menjadi beheer, minimal mengetahui kinerja Petral secara bulanan, kuartal, semester, dan tahunan. Absen melaporkan kinerja, maka manajemen Petral pasti akan diganti oleh Pertamina.

Rumor patgulipat impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) sebetulnya lama, namun tidak bisa dikonfirmasi karena Pertamina tidak terang-terangan menjelaskan kepada publik. Bahkan, akhir-akhir ini santer rumor bahwa ada diskon USD 1,3 setiap barel untuk impor, namun yang dilaporkan ke negara hanya USD 0,3 per barel. Jika impor minyak mentah dan BBM berlangsung sejak 1996 (data BPS), tidak akan terhitung lagi berapa besarnya kecurangan itu.

Mismanajemen Petral mencapai puncaknya dalam skandal impor zatapi pada tender Desember 2007. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencium gelagat ketidakberesan tata kelola impor yang dilakukan Gold Manor International Ltd asal Singapura dan mencatat kerugian negara Rp 496,8 miliar ketika itu. Patgulipat zatapi itu tersibak pada 2008 dan baru disadari bahwa tender tersebut lebih mahal USD 12,3 per barel. Padahal, total impor zatapi 600 ribu barel. Zatapi adalah adonan dari dar blend , yakni campuran kondensat NWSC ditambah stybarrow asal Australia.

Apakah zatapi bisa muncul sendiri dalam internal Petral? Awam pun akan menjawab tidak mungkin!

BLBI Kedua

Audit forensik Petral adalah tantangan mahabesar, hampir setara dengan risiko Tim RTKM yang mampu membubarkannya. Terlepas dari patgulipat ekspor hasil migas Indonesia sejak 1969 sampai 1996, yang paling menyakiti rakyat adalah perilakunya yang tidak terpuji saat impor migas 1996 dan sesudahnya sampai 2014.

Data BPS sejak 1996, impor minyak mentah sebenarnya sudah ada dengan volume 189 ribu bph dan berangsur naik sampai saat ini sedikitnya 850 ribu bph. Pada 2014 total impor minyak mentah setahun 833,54 juta barel; sementara tahun ini sudah kontrak impor minyak mentah 306,46 juta barel. Total barel yang dikelola Petral sejak 1996 sampai 2014 minimal 2,368 miliar barel. Jika sebetulnya ada diskon USD 1,3 setiap barel minyak mentah yang diimpor sebagai cash back seharusnya untuk negara, audit forensik minimal akan menemukan kecurangan sampai USD 3,43 miliar.


Namun, sepak terjang Petral bukan hanya masalah diskon yang tidak transparan. Perilakunya dalam skala masif mengacaukan APBN dengan skema subsidi BBM yang berkepanjangan dan mengisap keringat rakyat. Besarnya subsidi BBM terus membengkak; pada 2007 masih Rp 83,8 triliun dan menjadi Rp 240 triliun pada 2014. Total subsidi sejak 2007 mencapai Rp 1.347,6 triliun! Malapraktik Petral jika dilihat dari dampak kerusakannya malah jauh lebih besar daripada kasus BLBI yang tidak tentu rimbanya.

Audit forensik untuk Petral itu tentu saja sangat penting agar manajemen Pertamina semakin bersih dalam menghadapi kompetisi migas internasional yang semakin ketat. Namun, siapa pun auditornya harus tetap berpihak pada kebenaran dan bukan menjadi alat untuk kepentingan politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar