41/43
untuk dan dari Bush
Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos
|
JAWA POS, 11 Mei 2015
BUSH menulis buku
untuk Bush. Judul bukunya simpel: 41. Sebetulnya akan lebih menarik kalau
judulnya ”41/43”. Yakni buku tentang presiden Amerika Serikat (AS) yang
ke-41, yang ditulis oleh presiden AS yang ke-43.
Untuk apa George W.
Bush menulis buku tentang George H.W. Bush, ayahnya?
Suatu hari, menjelang
ulang tahun ke-90 George H.W. Bush, tahun lalu, seorang wartawan
mengungkapkan pengalaman ayahnya. Sang ayah adalah seorang ahli sejarah yang
melakukan penelitian tentang kehidupan John Adam, salah seorang bapak bangsa
Amerika yang bersama George Washington, Benjamin Franklin, dan lain-lain
memproklamasikan pembentukan negara AS. John Adam lantas menjadi wakil
presiden pertama dan menjadi presiden ke-2 AS.
Salah satu hasil
penelitian tentang John Adam itu mengungkapkan kekecewaan seorang ayah yang
sudah tua kepada anaknya. ”Salah satu yang disesalkan Presiden John Adam
dalam hidupnya adalah: mengapa anaknya tidak mau menulis buku tentang sang
ayah,” kata wartawan itu kepada George Bush. John Adam punya enam anak, tapi
yang dimaksud adalah anaknya yang kedua, John Quincy Adam, presiden AS yang
ke-6 (1825–1829).
John Adam dan Quincy
Adam adalah bapak-anak pertama yang menjadi presiden di AS. Keduanya
sama-sama hanya memangku jabatan satu periode. Sang ayah masih sempat
menyaksikan anaknya dilantik jadi presiden, tapi beberapa bulan kemudian
meninggal dunia.
Informasi itu
dirasa-rasakan oleh George Bush, presiden ke-43 AS. Dia pun memutuskan untuk
menulis buku tentang ayahnya yang menjadi presiden ke-41. Mumpung ayahnya
masih hidup. Mumpung dia juga sudah lebih longgar setelah tidak lagi jadi
presiden.
”Tentu saja buku ini
tidak objektif,” tulis George Bush dalam kata pengantar. Tapi, setelah
membaca buku setebal 300 halaman itu, rasanya tidak ada yang perlu dimaafkan.
Justru isinya sangat menarik. Itulah buku ”cerita dari dalam” yang sulit
didapat orang luar. Apalagi, banyak bagian yang menceritakan hal-hal ringan
dan lucu. Yang menggambarkan secara utuh profil keluarga besar Bush yang
sangat humoris, romantis, dan kompak.
Ketika sang anak jadi
presiden, George H.W. Bush ternyata sering mengirim cerita lucu ke Gedung
Putih. Ini karena dia pernah merasakan betapa stresnya menjadi presiden.
Cerita-cerita lucu itu dia dapat dari orang lain. Lantas dia e-mail-kan ke
staf di Gedung Putih. Sang ayah tahu anaknya tidak membuka e-mail sendiri,
tapi dia yakin lelucon itu pasti disampaikan ke sang presiden. ”Lelucon-lelucon
dari ayah saya itu benar-benar bisa meredakan stres,” tulis George Bush.
Misalnya cerita ini:
seseorang yang ditangkap karena mencuri barang di toko dibawa ke pengadilan.
Saat hakim bertanya apa yang dia curi, dijawab ”cuma satu bungkus minuman”. Saat
ditanya satu bungkus itu berisi berapa botol,
dijawab ”enam botol”. ”Kalau begitu, kamu dihukum enam hari di
penjara,” kata hakim. Tapi, istri si pencuri menyela: dia juga mencuri satu
bungkus anggur!
George Bush juga
menceritakan bagaimana bapaknya, yang dari keluarga kaya raya di daerah yang
enak di dekat New York, memutuskan keluar dari kenyamanan keluarga untuk
merintis karir dari bawah. Dia merantau ke daerah yang sangat gersang, nun
jauh ke wilayah barat Texas.
Saat itu sang ayah,
George H.W. Bush, baru tamat dari universitas yang sangat prestisius, Yale
University. Dia juga sudah memiliki seorang bayi, George Bush. Istrinya,
Barbara, juga dari keluarga kaya raya. Tapi mau saja diajak menderita di
pedalaman Texas.
Bagi George H.W. Bush,
kesulitan itu harus dihadapi. Dia sudah merasakannya berkali-kali. Yakni,
ketika kelas tiga SMA, dia memutuskan menjadi prajurit sukarela untuk terjun
ke Perang Dunia II di Pasifik. Dia menjadi pilot pesawat tempur angkatan
laut. Pesawatnya jatuh ke laut ditembak tentara Jepang. Saat cuti, dia
mengawini Barbara untuk ditinggal perang lagi. Setelah perang usai, barulah
masuk universitas.
Di daerah tandus Texas
itu, George H.W. Bush harus menyewa rumah di kota kecil Odessa. Kamar
mandinya harus dipakai bersama dengan dua tetangga. Suatu malam, tulis George
Bush, ibunya panik. Cepat-cepat sang ibu mendekap bayinya untuk dibawa lari
ke luar rumah. Perempuan kota besar ini takut rumahnya meledak karena
tiba-tiba ada bau gas yang menyengat.
Melihat kepanikan itu,
tetangganya menenangkannya. ”Bau gas itu dibawa angin yang tiba-tiba berubah
arah kemari,” kata tetangga. Bayi yang dibawa lari itulah George Bush. Odessa
memang tidak jauh dari ladang minyak.
Suatu hari Bush kecil
mencuri mainan tentara-tentaraan di toko di kota yang sangat sepi itu. ”Lagi
mainan apa tuh?” sapa sang ayah saat pulang dari kerja. ”Dapat dari mana
itu?” Akhirnya Bush kecil mengaku. Saat itu juga sang ayah mengajaknya ke
toko tersebut. Dari jarak yang bisa dipantau, Bush kecil diminta
mengembalikan sendiri mainan itu dan minta maaf.
Di wilayah itu sang
ayah bekerja sebagai pegawai bagian umum yang paling bawah di sebuah kantor
perusahaan minyak. Tugasnya menjaga kebersihan kantor dan melaksanakan
pengecatan alat-alat pengeboran minyak. Setahun kemudian salah seorang
keluarganya yang juga memiliki perusahaan keuangan di Wall Street New York
memintanya kembali ke New York. Untuk didudukkan sebagai salah seorang
eksekutif di perusahaan itu. George H.W. Bush menolak. Dia tetap memilih
merintis karir di Texas.
Setelah punya
pengalaman cukup, George H.W. Bush ingin usaha sendiri. Dia mencari partner
untuk sama-sama merintis usaha minyak. Dia mencari modal ke jaringan
keluarganya. Partnernya minta nama perusahaan itu diawali dengan huruf A.
Atau huruf Z. ”Supaya di buku telepon tidak tenggelam di tengah-tengah,” kata
partner tersebut. Kebetulan, saat itu, tahun 1950-an, film berjudul Viva
Zapata lagi diputar di Texas. Jadilah nama perusahaan itu Zapata Petroleum.
Di kemudian hari Zapata terkenal sebagai perusahaan minyak raksasa di
Houston, Texas.
Tentu diceritakan juga
bagaimana sedihnya sang ayah ketika maju lagi untuk masa jabatan kedua kalah
melawan Bill Clinton.
Kesedihan itu kemudian
terhibur saat bayinya yang dia bawa ke Texas lalu menjadi gubernur Texas. Dan
anaknya yang lain, Jeb Bush, menjadi gubernur di Florida. Dua-duanya terpilih
untuk dua masa jabatan. Sang ayah lantas berkeyakinan bahwa anaknya itu akan
bisa menjadi presiden. Terbukti. George W. Bush menjadi presiden setelah Bill
Clinton. Dan Jeb Bush kini sudah mencalonkan diri menjadi presiden untuk
menggantikan Barack Obama tahun depan. Melihat calon-calon yang ada,
kemungkinan Jeb Bush terpilih sangat besar.
Banyak sekali humor
keluarga, kisah kekompakan keluarga, dan kasih sayang di dalam keluarga itu
yang diceritakan di buku 41. Tapi, yang berikut ini bukan lelucon sama
sekali.
Menjelang hari ulang
tahun yang ke-90 sang ayah, tahun lalu, tiba-tiba sang anak menerima info.
Sang ayah akan merayakan ulang tahunnya dengan cara terjun payung. Semua
kaget. Sang ayah sudah sering harus di kursi roda. Bahkan setahun sebelumnya
masuk rumah sakit dalam keadaan kritis.
”Saya tahu, kalau ayah
punya kemauan harus terjadi,” tulis sang anak. Maka keluarga pun menunggu di
tempat pendaratan sang ayah. Terjun payung itu terlaksana. Tentu bersama
tandem. Begitu mendarat, sang ayah langsung dinaikkan ke kursi roda.
Saat terjadi tsunami
besar di Aceh, Presiden George Bush meminta ayahnya menggalang dana. Yang
membuat sang ayah kaget, George Bush juga menunjuk mantan Presiden Clinton
untuk mendampingi sang ayah. Keduanya bersedia karena ini untuk kemanusiaan
yang luar biasa.
Dua mantan presiden
yang semula bersaing dalam kegetiran itu kemudian sama-sama ke lokasi
tsunami. ”Itulah untuk pertama kalinya mantan lawan menggalang dana bersama.
Kemudian berjalan bersama-sama ke tempat yang jauh berhari-hari,” tulis buku
itu.
Karena pesawat hanya
memiliki satu tempat tidur, Clinton dengan rendah hati menyilakan George H.W.
Bush saja yang menempatinya. ”Meski pernah beberapa kali bertemu, tapi pada
dasarnya baru kali itu mereka saling mengenal,” tulis Bush.
Setelah peristiwa itu,
keduanya juga diminta menggalang dana untuk korban topan Katrina di Amerika
sendiri. Clinton lantas sering bertandang ke rumah George H.W. Bush di Walker
Point, di pantai Laut Atlantik.
Di rumah ini jugalah
sang ayah membantu anaknya mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin secara
pribadi dan informal. Putin diajak menjalani hobi sang ayah: ngebut di laut dengan
speedboat. Setelah itu barulah sang presiden menyusul ke rumah sang ayah,
menemui Putin berjam-jam untuk membicarakan masalah persenjataan.
Kalau saja Jeb Bush
benar-benar akan terpilih sebagai presiden, sejarah baru akan tertoreh. Bukan
lagi John Adam dan John Quincy Adam. Bukan lagi George H.W. Bush dan George
W. Bush, tapi juga kakak-adik George Bush dan Jeb Bush. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar