Selasa, 12 Mei 2015

Desain Sistem Jaminan Sosial TNI/Polri

Desain Sistem Jaminan Sosial TNI/Polri

 Lukman Cahyono  ;  Komisaris Polisi, Pasis Sespimmen Polri Dikreg 55

JAWA POS, 11 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

MUNGKIN kita lebih sering mendengar istilah BPJS ketimbang SJSN. Bahkan, BPJS yang dimaksud sering kali merujuk pada BPJS Kesehatan. Ya, BPJS adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, sedangkan SJSN adalah sistem jaminan sosial nasional yang diatur dalam UU 40/2004. Sederhananya, SJSN adalah programnya dan BPJS adalah badan yang menyelenggarakannya.

Terdapat beberapa isu yang cukup menarik dari berlakunya dua UU tersebut. Khususnya bagi anggota TNI/Polri. Salah satu isu yang paling krusial adalah perbedaan antara manfaat yang diberikan kelima jaminan dalam UU SJSN dan manfaat-manfaat yang selama ini diberikan bagi anggota TNI/Polri. Manfaat yang diberikan SJSN sepertinya lebih sedikit daripada manfaat yang diberikan sebelum ini. Kemudian, isu lainnya adalah pengalihan program pembayaran pensiun dan program Asabri dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029. Dalam hal ini, PT Asabri diperintah membuat road map transformasi yang harus selesai pada 2014. Perlu diketahui, bagian program pembayaran pensiun dan program Asabri yang dialihkan adalah bagian yang sesuai dengan UU SJSN. Ini cukup menarik di mana dalam road map transformasinya, PT Asabri mengklaim tidak ada satu pun bagian dua program tersebut yang sesuai dengan UU SJSN.

Adapun BPJS Ketenagakerjaan sempat mengklaim bahwa bukan hanya bagian program yang sesuai dengan UU SJSN yang dialihkan, tapi juga aset dan kelembagaannya. Tentu saja hal itu membuat Asabri bersikap defensif dengan mengatakan bahwa tidak ada satu pun yang akan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan, PT Asabri dan PT Taspen ingin penyelenggaraan program SJSN Ketenagakerjaan bagi para pesertanya dijalankan oleh mereka, bukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Sebenarnya, bila kita cermati, BPJS adalah badan yang fungsinya menyelenggarakan program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Dalam UU SJSN, jaminan sosial adalah program yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat. Pertanyaannya adalah apakah PT Asabri (termasuk PT Taspen) bisa dianggap sebagai BPJS?

Sebagaimana kita ketahui, dua badan tersebut hanya menyelenggarakan program-program bagi para aparatur negara, bukan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dua lembaga itu sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai BPJS sehingga tidak dapat menyelenggarakan program-program SJSN Ketenagakerjaan yang hanya bisa diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan.

Begitu pula sebaliknya, BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat menyelenggarakan program-program di luar program-program SJSN Ketenagakerjaan. Sebab, sesuai dengan tugas dan fungsinya, BPJS Ketenagakerjaan hanya menyelenggarakan program-program SJSN Ketenagakerjaan.

Bila kita baca pengalaman-pengalaman internasional, ada skema yang cukup menarik yang mungkin bisa diterapkan, yaitu skema multipilar. Skema multipilar itu diprakarsai Bank Dunia yang diterapkan pada beberapa negara. Skema tersebut sama dengan konsep social security staircase yang diprakarsai ILO. Pada skema multipilar, seluruh pekerja, termasuk tentara/polisi, mengikuti program jaminan sosial yang memberikan manfaat dasar dengan besaran yang sama (tidak dibeda-bedakan berdasar profesi) yang disebut sebagai pilar 1 yang bersifat wajib bagi seluruh warga negara.

Tujuan program jaminan sosial adalah peserta tidak jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Dalam konteks Indonesia, pilar 1 adalah SJSN yang diselenggarakan kedua BPJS. Di atas pilar 1, pemberi kerja dapat memberikan program tambahan sebagai daya tarik pasar kerja dan atau mempertahankan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si pemberi kerja dan pegawai yang disebut sebagai pilar 2 yang bersifat wajib bagi pegawai si pemberi kerja yang menyelenggarakannya. Dalam konteks manfaat tambahan bagi anggota TNI/Polri, program pilar 2 dapat diselenggarakan PT Asabri. Posisi teratas (pilar 3) diisi perusahaan-perusahaan asuransi komersial di mana apabila peserta menginginkan manfaat yang lebih dapat mengikuti program-program komersial tersebut secara sukarela. Prinsipnya, dalam satu kesatuan pilar 1 dan pilar 2, total manfaat bagi anggota TNI/Polri yang diberikan selama ini tidak boleh berkurang.

Walaupun demikian, terdapat beberapa tantangan dalam menjalankan skema multipilar tersebut bagi anggota TNI/Polri. Tantangan pertama: apakah secara finansial pemerintah selaku pemberi kerja bagi anggota TNI/Polri mampu menyelenggarakan program dua pilar? Kemudian, apakah memang tidak ada bagian program pembayaran pensiun dan program Asabri yang sesuai dengan UU SJSN? Tantangan berikutnya adalah bagaimana perlindungan data/informasi anggota TNI/Polri yang mengalami kecelakaan kerja pada operasi-operasi khusus yang bersifat rahasia?

Bila memang skema multipilar akan dijalankan bagi anggota TNI/Polri, pemerintah harus meredesain program-program kesejahteraan bagi anggota TNI/Polri yang selama ini diberikan. Terutama bagian program yang tidak dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan karena tidak sesuai dengan UU SJSN. Redesain itu tentu mensyaratkan perubahan beberapa peraturan perundang-undangan terkait seperti UU 6/1966 dan PP 67/1991. Apakah hal tersebut akan dilakukan pemerintah ke depan atau adakah skema yang lain? Kita lihat saja nanti.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar