Sorogan
dan Bandungan
Ahmad Baedowi ; Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA, 04 Mei 2015
DALAM tradisi pendidikan Islam di Tanah Air,
lembaga pesan tren sebenarnya memainkan peranan yang signifikan dalam menjaga
moralitas bangsa. Sejarah pesantren melahirkan begitu banyak ulama yang
memiliki kejujuran dan integritas tingkat Nabi, dan itu terlihat dari
keikhlasan mereka dalam memperjuangkan peradaban Nusantara. Sebut saja nama
Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Haji Ahmad Dahlan, Buya HAMKA, dan lain sebagainya.
Dengan latar belakang pendidikan pesantren, terlahir banyak pemimpin yang
sadar akan tugas kemanusiaannya.
Ketika banyak orang bertanya tentang bagaimana
membentuk karakter anak agar berperilaku jujur, elaborasi dan eksplorasi
tentangnya datang dari beragam teknik dan pendekatan, dari mulai menggunakan
analisis psikologis perkembangan anak, rekam jejak budaya keluarga dan
lingkungan sekitar, hingga analisis terhadap lembaga pendidikan. Semua
pandangan tentu saja memiliki basis eksperimentasi yang cukup untuk
menjelaskan bagaimana proses kejujuran bisa ditanamkan terhadap seorang anak.
Akan tetapi, ba nyak pandangan yang luput untuk melihat basis kegiatan
keseharian guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar, serta pola hubungan
siswa dan orangtua.
Dalam konteks pendidikan, pola hubungan siswa
dan guru sebenarnya menyumbang cukup besar terhadap perkembangan perilaku
seorang anak. Apalagi jika guru dan siswa tersebut juga memperoleh dukungan
yang kondusif dari budaya sekolah dan atau budaya pendidikan yang coba
diterapkan sebuah lembaga pendidikan. Salah satu pola hubungan
belajar-mengajar yang memungkinkan anak memiliki ketajaman intuisi ialah pola
belajar face-to-face secara
mandiri. Dalam tradisi pesantren, pola belajar jenis ini disebut dengan gaya sorogan.
Pola individual
learning jenis ini tentu saja sangat sulit diterapkan di dalam sekolah
umum karena kebanyakan guru kelebihan beban mengajar dan harus mengejar
ketuntasan belajar dalam jangka waktu yang sangat terbatas. Padahal, dalam
sistem sorogan, peran guru atau
kiai sangat kuat karena tugas mereka ialah memastikan benarnya pemahaman
siswa/santri terhadap suatu bacaan.
Dengan cara sistem sorogan, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara
langsung dari kiai atau pembantu kiai. Sorogan
memungkinkan sang kiai dapat membimbing, mengawasi, menilai kemampuan murid.
Ini sangat efektif guna mendorong peningkatan kualitas murid.
Pola interaksi yang kuat secara individual ini
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya karakter santri/siswa yang jujur karena
setiap kesalahan baca akan langsung dikoreksi kiai tanpa perlu menunggu untuk
diujikan. Kesempatan belajar secara individual ini jelas sulit terjadi pada
sekolah-sekolah umum karena selain keterbatasan waktu, rata-rata guru kita
juga kurang memiliki kesabaran dalam membimbing dan memastikan pemahaman anak
secara tuntas karena sistem sorogan menuntut guru dan siswa untuk disiplin
dan bertanggung jawab secara langsung.
Pola atau sistem sorogan sesungguhnya
merupakan fondasi dalam proses belajar-mengajar yang susungguhnya. Jika guru
dan siswa bisa menjalankan proses belajar secara sorogan dengan baik, dapat
dipastikan santri atau siswa tersebut akan tumbuh menjadi anak yang percaya
diri dan kritis terhadap setiap masalah. Barulah sesudah itu dapat digunakan
pendekatan belajar yang berbeda seperti bandungan.
Bandungan berasal dari kata ngabandungan yang ber arti
`memperhatikan' secara saksama atau `menyimak'.Bandungan atau wetonan
merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren. Kebanyakan
pesantren, terutama pesantrenpesantren besar, menyelenggarakan bermacam-macam
kelas bandungan (halakah) untuk
mengajarkan mulai kitab-kitab elementer sampai tingkat tinggi, yang
diselenggarakan setiap hari.
Sistem itu merupakan proses belajar mengajar
di saat kiai atau guru membacakan kitab, menerjemah, dan menerangkan,
sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak, dan mencatat apa yang
disampaikan kiai. Dalam sistem tersebut, sekelompok murid mendengarkan seorang
guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan bukubuku Islam dalam bahasa
Arab. Kelompok kelas dari sistem bandungan
ini disebut halakah yang artinya
sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.
Sebagai kelanjutan dari sistem sorogan, bandungan dibangun di atas
filosofi bahwa belajar juga perlu dilakukan secara berjemaah agar ada
kesepahaman yang sama terhadap suatu konsep. Dalam tradisi pesantren, belajar
berjemaah dianggap lebih banyak pahalanya daripada belajar secara individual.
Dalam berjemaah, siswa atau santri akan belajar berinteraksi secara positif
terhadap orang lain dan terutama bagaimana harus berperilaku baik terhadap
guru. Dalam pola bandungan, kemampuan santri atau siswa dalam mendengar
diasah sedemikian rupa sehingga tumbuh budaya mendengar dengan baik dan akan
berimplikasi pada kemampuan mendengarkan orang lain.
Pada kebanyakan pendekatan, kemampuan
mendengar tidak dilatih dengan baik dan saksama karena biasanya guru lebih
banyak ingin didengar daripada mendengar. Kelanjutan dari pola bandungan
biasanya diperkenalkan pula cara belajar melalui munadzarah, di saat para santri atau siswa harus mempelajari
sendiri kitab-kitab yang ditunjuk. Kiai memimpin sendiri kelas musyawarah
seperti dalam forum seminar dan terkadang lebih banyak dalam bentuk tanya
jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam wacana kitab klasik.
Wahana tersebut merupakan latihan bagi santri untuk menguji keterampilan
dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab Islam klasik.
Dalam tradisi pendidikan modern yang ditandai
kemajuan teknologi informasi, ternyata sistem sorogan, bandungan, dan
munadzarah juga masih digunakan Ajman
University of Science and Technology. Dengan menggunakan terminology blended learning,
kebutuhan setiap mahasiswa untuk belajar secara individual ataupun berjemaah
dilakukan secara saksama, bahkan dengan menggunakan bantuan teleconference. Dalam rilis terbaru Information Resources Management
Association di AS (2015), buku Curriculum
Design and Classroom Management: Concepts, Methodologies, Tools, and
Applications banyak memuat ragam pendekatan pola belajar mengajar yang
diyakini akan menumbuhkan karakter anak yang lebih baik dari kondisi saat
ini, termasuk di dalamnya pendekatan sorogan
dan bandungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar