Senin, 11 Mei 2015

Lebih Realistis di Hadapan Pasangan

Lebih Realistis di Hadapan Pasangan

Sawitri Supardi Sadarjoen ;  Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas Minggu
KOMPAS, 10 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Jika kita hanya selalu mendengar dan selalu mencoba memberikan bantuan kepada orang lain, dan kita tidak pernah mengungkapkan keterbatasan kemampuan dan kecemasan-kecemasan yang sebenarnya juga kita alami kepada pasangan kita, tanpa disadari kita akan membuat pasangan kita sebagai seseorang yang tidak berguna.

Perlu diketahui, jika kita memperlakukan orang lain sehingga mereka merasa memiliki kemampuan untuk menolong, walaupun kompetensi yang mereka miliki sebetulnya belum diketahui, tanpa kita sadari kita telah menghargai keberadaan mereka.

Dalam hal ini, Goethe pernah menuliskan ungkapan (saat lelaki masih dinilai sebagai manusia lebih super daripada perempuan): ”Bila kita memperlakukan seorang lelaki seperti apa yang mampu ia tampilkan, lelaki tersebut akan merasa lebih buruk daripada sebenarnya, sedangkan bila kita memperlakukan lelaki tersebut sebagai sosok yang bisa berbuat lebih, kita berarti memberi peluang baginya untuk bisa berbuat lebih dari apa yang sudah dia tampilkan sebelumnya.”

Potensi

Sebenarnya kita tidak pernah mengetahui dan mampu memperkirakan kapasitas total dan potensi seutuhnya dari orang lain walaupun kita sudah bertahun hidup bersama dengannya. Bisa juga karena pasangan kita mungkin belum pernah mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan lebih mereka.

Melalui cara kita menjalin percakapan, pembicaraan, dan perlakuan kita bisa membuat pasangan kita menjadi merasa lebih besar dan memiliki kompetensi yang luar biasa, atau justru membuat pasangan kita merasa ”memble” tidak memiliki kemampuan apa pun, kecuali mengeluh.

Kondisi seperti ini akhirnya bisa membuat diri kita ”sebel” karena pasangan hidup yang kita harapkan bisa saling berbagi dan saling menunjang saat keluarga bermasalah hanya bisa mengeluh, merengek, dan bahkan mencucurkan air mata tanpa penyebab yang jelas.

Salah seorang klien saya mengatakan, ”Saya tidak akan memberi tahu suami saya bahwa saya sebenarnya sedang merasa depresi berat karena suami saya sebenarnya juga sedang bermasalah.”

Bisa saja kita berpikir bahwa kita sebaiknya mempertimbangkan kondisi suami kita yang kehidupannya sedang dilanda banyak persoalan. Namun, bisa saja perkiraan kita itu salah. Suami kita sebenarnya dalam keadaan baik-baik saja. Jadi, jangan terlampau cepat meyakini bahwa keadaan depresi yang kita rasakan akan menambah beban suami kita.

Dalam kasus seperti ini, hal terbaik yang seyogianya kita lakukan adalah mencoba memusatkan perhatian pada persoalan yang dirasakan bersama, dan berupaya menolong suami kita, sambil sekaligus berbagi masalah emosi negatif (depresi) yang saat ini kita rasakan.

Ketahuilah, tak seorang pun benar-benar merasa tertolong bila kita menampilkan sikap yang selalu terkesan berlawanan, yaitu ”sikap seolah kita selalu dalam kondisi baik-baik saja”. Tanpa kita sadari dengan sikap seperti itu sebenarnya kita merendahkan diri mereka (bahkan pasangan kita sendiri) karena mereka (pasangan kita) merasa tidak memiliki peluang untuk menolong diri kita.

Lebih dari yang terungkap di atas, pada dasarnya kemampuan kita untuk menghargai diri kita sendiri pun akan terluka bila kita tidak mampu menampilkan kompetensi kita yang sebenarnya sekaligus kelemahan-kelemahan yang kita miliki secara terbuka di hadapan pasangan perkawinan kita.

Pasangan kita adalah orang yang paling bermakna dalam kehidupan kita. Seyogianya kita menampilkan diri dengan cara dan sikap yang berimbang antara kemampuan dan kelemahan kita.

Kebiasaan untuk tampil realistis, apa adanya dengan pasangan hidup, justru akan membuat diri kita tampil wajar, nyaman, serta sehat saat dihadapkan pada lingkungan pergaulan keluarga maupun pergaulan sosial yang lebih luas. Semoga….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar