Jumat, 08 Mei 2015

Konsolidasi Kebangsaan dan Keumatan PAN

Konsolidasi Kebangsaan dan Keumatan PAN

Andi Taufan Tiro  ;  Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional
KORAN SINDO, 07 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sederhana saja yang ingin dicapai dalam pelantikan dan rapat kerja nasional Partai Amanat Nasional di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan yang dilaksanakan kemarin.

”Ada Saatnya Kita Berkompetisi dan Ada Saatnya Kita Bersama-sama Membangun Negeri Ini”. Begitu bunyi tema kegiatannya, simpel dan mudah dicerna. Tidak butuh kerumitan semiotik dalam menafsir apa maksud tema ini, jelas adalah suatu silaturahmi seluruh elemen bangsa tak terkecuali bagi PAN secara internal tentunya.

Hiruk-pikuk politik di pentas nasional sejak menjelang pemilihan presiden tahun lalu, pertarungan di gedung legislatif hingga kongres partai-partai nasional semakin memanaskan situasi. Tak pelak banyak hubungan persahabatan, pertemanan, bahkan persaudaraan yang retak atau remuk redam akibat seteru ambisi kekuasaan.

Sebagai politisi, dinamika politik adalah sebuah kepiawaian seni dengan tetap mengedepankan martabat dan etika. Bila kita bersepakat bahwa politik adalah seni, lakon yang kita pertunjukan adalah lakon yang indah, bukan pertunjukan norak yang memuakkan rakyat. Atau malah jadi bahan cemoohan karena perilaku kekanak-kanakan dari ambisiusnya politisi. Sebagai bagian dari partai modern dan terbuka, PAN akan melewati keniscayaan dari hiruk- pikuk tersebut, PAN pastinya tak dapat menghindari dinamika tersebut.

Kader PAN bahkan harus mau menghadapi peristiwa politik sedramatis apa pun itu sebab begitulah kader akan belajar dan tumbuh baik sebagai pribadi maupun sebagai politisi yang semakin matang. PAN pada mulanya, di tangan Amien Rais didirikan sebagai partai reformis, sebagai bagian identik dari peristiwa sejarah bangsa ini dengan lahirnya Reformasi, tentu tidak bisa mengalami kejumudan dari praktik-praktik politik yang klasik dan berwatak feodal.

Atmosfer reformis dan modern inilah yang membuat Zulkifli Hasan punya peluang besar memimpin partai berlambang matahari bersinar ini, suatu partai yang tak boleh padam memberi harapan. Hal terpenting yang ingin dicapai ketua umum adalah membangun partai dalam kepemimpinannya ini dengan berlandaskan pada reunifikasi, revitalisasi, dan regenerasi.

Reunifikasi, Revitalisasi, dan Regenerasi

Salah satu titik poin dalam pencalonan Zulkifli Hasan saat kongres lalu di Denpasar adalah keinginannya untuk melakukan reunifikasi, sebuah upaya konsolidasi partai guna menguatkan partai setelah berupaya melewatkan beberapa cobaan yang mau tidak mau sempat meregangkan fondasi partai.

Deklarator Pendiri PAN Amien Rais bahkan sangat setuju gagasan reunifikasi. Apalagi bila itu benar-benar mampu mengumpulkan mereka yang pernah besar di PAN, bahkan yang pernah berdarah-darah membangun partai ini, tak terkecuali mantan-mantan ketua umum. Penulis melihat gagasan ini sebagai upaya kerendahan hati sang ketua umum untuk melihat keutuhan partai di atas segala-galanya dengan tidak menafikan peran seluruh kader dari masa ke masa.

Upaya reunifikasi tidak bisa ditunda-tunda lagi dan menjadi titik tolak untuk merevitalisasi partai. PAN perlu menyegarkan kembali fokus visi keorganisasian, membenahi kerja-kerja, dan bersiap dengan gagasan serta strategi gerakan nasional menghadapi momentum pilkada di beberapa daerah tahun ini.

Momentum pelantikan dan rapat kerja nasional menjadi penting mewujudkan revitalisasi partai, bukan hanya bersiap menghadapi pilkada, melainkan juga pandangan partai secara umum terhadap perkembangan politik nasional dan internasional perlu disegarkan kembali. Sebagai partai reformis, pastinya PAN akan selalu melek pada perubahan arus dan dinamika kebangsaan yang terjadi.

Seperti situasi politik di Indonesia saat ini, juga melihat ulang bagaimana kita memandang posisi PAN dalam konteks politik nasional yang harapannya mampu menjadi penyeimbang yang bernas. Pertumbuhan suatu partai akan sangat ditentukan dengan adanya proses regenerasi yang terjadi dalam dirinya. Sesuatu yang tidak pernah mandek dilakukan selama ini oleh PAN, baik dalam struktural maupun dalam fungsi-fungsi setiap kader.

Pandangan kebaruan bisa tercapai bila PAN senantiasa digerakkan oleh potensi-potensi kader yang mumpuni, tentunya dengan memberi ruang kepada mereka. Proses regenerasi menjadi keniscayaan dalam PAN sebab partai ini mengidentikkan diri sebagai partai reformis dan menyadari perkembangan dinamika di sekitarnya.

Sebagai partai tengah, PAN akan senantiasa menjaga posisinya tersebut untuk tidak jatuh pada kondisi jumud dan atau malah ortodoks. Lebih menarik lagi, Zulkifli Hasan pagi-pagi sekali melihat gagasan ini perlu diupayakan di tubuh PAN untuk menjadi perhatian. Penulis kira itu bukan sekadar cara untuk bisa menggapai kursi ketua umum pada kongres lalu, namun sebagai sebuah upaya untuk menjaga agar partai tidak jatuh pada ketergantungan figur.

Sikap Kenegarawan

Menilik gagasan reunifikasi, revitalisasi, dan regenerasi yang dijalankan Zulkifli Hasan dalam membangun PAN, ada beberapa hal menarik di sana. Pertama, ada upaya menjaga partai dari suhu panas pertikaian politik pascapemilihan presiden lalu. Dinamika kepartaian di Indonesia begitu riuh, apalagi episode Koalisi Merah Putih versus Koalisi Indonesia Hebat menjadi tak habis-habisnya.

Tentu saja dinamika itu bisa dipandang positif mengingat fungsi partai tidak saja selalu mengamini kebijakan penguasa, fungsi kontrol menjadi tugas partai mana pun tanpa mengorbankan objektifikasi dan landasan kepentingan rakyat tentunya. Kedua, sikap yang ditampilkan Zulkifli Hasan menjadi terkesan luwes.

Ia mengajukan tiga gagasan yang sederhana, tapi menjadi penting dan mewakili identitas partai sendiri. Prasyarat partai modern membuat PAN harus menerapkan gagasan tersebut yakni memperkuat internal partai, merevitalisasi pandangan dan kinerja kader dan partai, serta meletakkan kepentingan partai di atas kepentingan personal. Ini menjadi semacam sinyal awal untuk menegaskan diri sebagai partai tengah, reformis, dan terbuka bagi kelompok dengan latar belakang apa pun.

Juga guna mencegah terjadi ketergantungan pada patron elite. Akhirnya kita semua hanya akan menunggu kinerja pengurus PAN yang baru di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, ada banyak hal yang menjadi tumpuan untuk berjalan dari periode kepemimpinan sebelumnya, juga banyak harapan yang akan terus diraih partai ini dengan memulai kerja lebih awal.

Keinginan Zulkifli Hasan memimpin partai boleh saja kemarin menimbulkan riak, tetapi menjadi penting untuk mengembalikan keutuhan partai dan mengonsolidasikan seluruh potensi kader sebagai bagian meletakkan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi dan kelompok yakni untuk umat dan bangsa. Di titik itu seluruh kader akan bertemu, beruntungnya baik Hatta Rajasa maupun Zulkifli Hasan adalah kader-kader emas PAN yang selalu meletakkan kepentingan besar bersama di atas kepentingan personal masing-masing.
Mereka sama-sama menginginkan PAN menjadi partai modern yang masih berkarakter reformis. Bila gagasan-gagasan itu diterima bersama lalu dijalankan, bukankah itu menjadi sikap seorang negarawan. Seperti statement David Llyod George, politisi reformis dan negarawan Inggris sebagai tokoh kunci di Konferensi Perdamaian Paris 1919 yang mengatur kembali Eropa setelah kekalahan Jerman dalam Perang Besar, menyatakan, ”Politikus adalah orang yang dengannya kita tak bersetuju. Tatkala kita bersetuju, dia adalah negarawan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar