Aturan
Penyerapan Kata Asing Nanik Dwiastuti ; Penyelaras Bahasa Kompas |
KOMPAS,
20 Februari
2021
Beberapa waktu lalu seorang teman bertanya
kepada saya mengenai kata baku. Tak berhenti di situ, obrolan kemudian
berlanjut membahas penyerapan kata asing. Penyerapan kata asing ke dalam bahasa
Indonesia memang bukan hal baru. Menurut dia, penyerapan kata asing merupakan
sesuatu yang lumrah karena interaksi budaya. Hal itu sudah terjadi sejak
berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad lalu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
kita akan menjumpai banyak sekali kata yang diserap dari bahasa asing, antara
lain bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Arab. Nah, bagaimana aturan penyerapan kata asing
ke dalam bahasa Indonesia? Dalam buku Pengindonesiaan Kata dan
Ungkapan Asing yang bisa diakses secara daring di laman
repositori.kemdikbud.go.id disebutkan, setidaknya ada dua cara
pengindonesiaan kata asing ke dalam bahasa Indonesia. Pertama, melalui penerjemahan. Contoh:
supermarket menjadi pasar swalayan, department store menjadi toko serba ada
atau pasaraya, dan playground menjadi taman bermain. Cara kedua, dengan penyerapan melalui
penyesuaian ejaan dengan mengutamakan bentuk tulisnya. Hasil penyerapan itu
dilafalkan secara Indonesia. Contoh: villa menjadi vila, agent menjadi agen,
mall menjadi mal, dan blogger menjadi bloger. Namun, belakangan, saya menjumpai kata
asing yang diserap melalui penyesuaian ejaan, tanpa mengutamakan bentuk
tulisnya, melainkan menurut pengucapannya dalam bahasa asing, dalam hal ini
bahasa Inggris. Contoh: screening menjadi skrining dan
recent menjadi risen. Kata skrining cukup sering muncul, umumnya dalam
tulisan-tulisan kesehatan. Contohnya sebagai berikut. Dian menuturkan, GeNose C19 diharapkan bisa
menjadi alat skrining Covid-19 yang ditempatkan di area publik, misalnya
bandara, stasiun, sekolah, dan tempat ibadah. Dengan memakai GeNose C19,
proses penapisan orang yang terkena Covid-19 atau penyakit yang disebabkan
virus korona baru, SARS-CoV-2, bisa dilakukan secara cepat sehingga mereka
bisa segera mendapat penanganan. Contoh lain: Merujuk publikasi BPS bertajuk ”Profil
Migran” yang merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, Maret 2019, DKI
Jakarta menjadi salah satu dari lima besar provinsi tujuan migran, baik
migran risen maupun migran seumur hidup. Migran risen adalah sebutan bagi
penduduk yang pernah tinggal di sebuah tempat dalam kurun waktu lima tahun
terakhir. Alih-alih diserap menjadi skrining,
sebenarnya kata screening bisa dipadankan dengan kata penyaringan atau
penapisan. Sementara recent, yang berarti akhir-akhir ini atau belakangan
ini, bisa saja dipadankan dengan kata terkini. Meski demikian, di sejumlah institusi
kesehatan, kata skrining lebih jamak digunakan. Sementara Badan Pusat
Statistik (BPS) dalam laporannya juga menggunakan kata risen. Akhirnya
kata-kata itu muncul pula di media massa. Kalau boleh memilih, saya sebenarnya lebih
setuju jika kata asing diterjemahkan dengan kata-kata yang lebih ”Indonesia”.
Kata download menjadi unduh, upload menjadi unggah, atau gadget menjadi
gawai, misalnya. Padanan demikian awalnya terdengar aneh.
Namun, jika dimunculkan dan digunakan terus-menerus, pengguna bahasa akan
terbiasa dengan kata-kata tersebut. Menyerap kata screening menjadi skrining
atau recent menjadi risen, menurut saya, ”nanggung” dan ”maksa”. Entahlah, apakah
kata seperti skrining dan risen ini nanti akan menjadi lema baru yang
diterima dalam KBBI seperti halnya diler (dari kata dealer). Menjadi pekerjaan rumah, khususnya bagi
para ahli bahasa, bagaimana cara memadankan kata asing menjadi kata dalam
bahasa Indonesia yang benar-benar ”Indonesia”. Tentu saja peran praktisi atau pemraktik
bahasa juga sangat diharapkan. Ini menjadi tantangan, misalnya, bagi wartawan
dan penyunting bahasa yang saban hari bergulat dengan bahasa. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar