Jumat, 07 Mei 2021

 

Musim Semi Pemulihan Ekonomi

Agus Sugiarto ;  Kepala OJK Institute

KOMPAS, 7 Mei 2021

 

 

                                                           

Beberapa hari lalu Badan Pusat Statistik mengeluarkan data terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2021 yang masih mengalami kontraksi sebesar minus 0,74 persen (year on year/yoy). Namun, apabila dilihat secara triwulanan, ekonomi kita sudah mengalami perbaikan dengan pertumbuhan dari minus 2,19 persen pada triwulan IV-2020 menjadi minus 0,96 persen pada triwulan I-2021.

 

Perbaikan itu memperlihatkan adanya perubahan yang signifikan walaupun ekonomi kita masih berada dalam zona resesi. Tren positif tersebut sekaligus membuktikan bahwa tanda-tanda pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah pemulihan terlihat semakin jelas dari waktu ke waktu.

 

Kondisi ini menggambarkan datangnya musim semi pemulihan ekonomi nasional setelah mengalami kontraksi sebesar minus 2,07 persen (yoy) pada 2020. Membaiknya angka pertumbuhan ekonomi itu menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi nasional sudah berada dalam jalur yang benar, di tengah ancaman pandemi Covid-19 yang masih belum memperlihatkan tanda-tanda akan segera berakhir.

 

Pertumbuhan ekonomi yang positif tersebut menjadikan Indonesia menyusul Singapura dan Vietnam yang masing-masing mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 0,2 persen dan 4,48 persen (yoy) pada triwulan I-2021.

 

Membaiknya arah pemulihan ekonomi di Indonesia itu didukung oleh berbagai kebijakan dan beberapa faktor fundamental ataupun pengaruh eksternal yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Kebijakan kontrasiklikal

 

Semenjak pandemi muncul di awal Maret 2020, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi yang bersifat countercyclical, yaitu kebijakan untuk mengatasi kondisi ekonomi yang sedang mengalami kemerosotan akibat pandemi. Dengan kebijakan itu diharapkan dampak yang diakibatkan oleh pandemi di sektor ekonomi bisa ditekan sekecil mungkin.

 

Belajar dari berbagai krisis yang terjadi sebelumnya, kebijakan ekonomi makro yang diambil pemerintah pada awal pandemi sudah sangat tepat dan telah memenuhi unsur 3T, yaitu timely, targeted, dan temporary. Artinya, kebijakan itu dikeluarkan oleh pemerintah pada waktu yang tepat, dengan target yang jelas, dan bersifat sementara.

 

Kebijakan tersebut memiliki tujuan ganda, yaitu mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang terjadi dan sekaligus menjaga kondisi ekonomi agar tidak terpuruk semakin dalam.

 

Berbagai stimulus fiskal telah diberikan oleh pemerintah untuk mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat dan juga kegiatan usaha UMKM. Kebijakan moneter yang ekspansif telah dilakukan melalui quantitative easing dan penurunan suku bunga beberapa kali hingga menjadi 3,5 persen, menjadikan suku bunga terendah dalam sejarah moneter Indonesia.

 

Kebijakan restrukturisasi kredit telah berhasil menyelamatkan jutaan debitor yang mengalami gangguan likuiditas sehingga kegiatan usaha mereka masih bisa terus berjalan. Jumlah kredit yang direstrukturisasi bahkan sudah melandai dari posisi Rp 830 triliun menjadi Rp 808 triliun.

 

Terakhir, adanya bauran kebijakan ekonomi makro di sektor properti dan otomotif, dalam bentuk pemotongan pajak, kelonggaran uang muka, dan relaksasi bobot risiko kredit, mampu mendongkrak permintaan rumah dan kendaraan bermotor.

 

Kebangkitan ekonomi global

 

China yang menjadi sumber pertama asal-muasal penularan virus Covid-19 ternyata justru mampu memulihkan perekonomiannya dengan cepat. Pada 2020 ekonomi China mampu tumbuh 2,3 persen, dan pada triwulan I-2021 bahkan telah menembus angka 18,3 persen, sehingga memberikan pengaruh yang besar dalam membangkitkan pertumbuhan ekonomi regional.

 

Ekonomi AS juga tumbuh lebih cepat dari perkiraan para ekonom sehingga pada triwulan IV-2020 mampu tumbuh sebesar 4 persen, dan pada triwulan I-2021 bahkan melesat menjadi 6,4 persen.

 

Pulihnya kedua raksasa ekonomi dunia itu tentunya membawa dampak positif terhadap permintaan impor bahan baku ataupun barang-barang komoditas lainnya yang berasal dari Indonesia. Pertumbuhan ekonomi negara macan Asia lainnya, seperti Hong Kong dan Taiwan, juga mengalami kenaikan yang luar biasa, masing-masing 7,8 persen dan 8,16 persen.

 

Kebangkitan ekonomi global juga terlihat dengan adanya kenaikan harga beberapa komoditas. Harga minyak mentah mencapai level tertinggi selama 22 bulan pada pertengahan April 2021, berkisar 63-67 dollar AS per barel. Kenaikan harga minyak tersebut menjadi indikator bahwa permintaan mulai meningkat guna menggerakkan mesin-mesin pabrik di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia sendiri.

 

Bijih besi sebagai bahan baku pembuatan baja juga memperlihatkan kenaikan harga yang tertinggi pada bulan April 2021, mencapai 193 dollar AS per metrik ton, dibandingkan dengan 83 dollar AS per metrik ton pada April 2020. Komoditas lain, seperti CPO, juga mengalami kenaikan dari 870 dollar AS per ton pada Desember 2020 menjadi 1.031 dollar AS per ton April 2021.

 

Kinerja manufaktur

 

Faktor lain yang mendukung adalah semakin membaiknya kegiatan usaha manufaktur di Indonesia, yang terlihat dari naiknya Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur pada bulan Maret 2021 yang mencapai 53,2. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Desember 2020 (51,3) dan Februari 2021 (50,9).

 

Salah satu pemicu naiknya indeks tersebut adalah adanya insentif fiskal dalam bentuk penurunan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk penjualan kendaraan bermotor.

 

Salah satu bukti di lapangan memperlihatkan bahwa produksi mobil pada triwulan I-2021 mencapai 187.021 unit atau naik 16,63 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan indeks PMI pada Maret 2021 itu merupakan pencapaian tertinggi dalam periode 10 tahun terakhir.

 

Naiknya indeks tersebut memberikan indikasi bahwa industri manufaktur di Indonesia sudah memasuki fase ekspansi usaha sebagai akibat adanya kenaikan permintaan.

 

Kinerja ekspor impor

 

Tanda-tanda pulihnya ekonomi juga terlihat dari meningkatnya kinerja ekspor dan impor beberapa bulan terakhir. Data terkini dari BPS memperlihatkan bahwa kinerja ekspor pada Maret 2021 mencapai angka 18,35 miliar dollar AS, meningkat 20,31 persen dibandingkan Februari 2021 (month-to-month/mtm) dan 30,47 persen dibandingkan Maret 2020 (year-on-year/yoy).

 

Bahkan, nilai ekspor Maret 2021 itu yang tertinggi sejak Agustus 2011 yang mencapai 18,54 miliar dollar AS. Kenaikan ekspor itu imbas dari membaiknya ekonomi global, khususnya negara-negara raksasa ekonomi dunia, sehingga mendorong kenaikan berbagai barang konsumsi dan barang modal.

 

Selain itu, data BPS juga menunjukkan bahwa nilai impor pada Maret 2021 mencapai 16,79 miliar dollar AS, meningkat 26,55 persen (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Secara tahunan, nilai impor tersebut mengalami kenaikan 25,73 persen (yoy).

 

Kenaikan nilai impor sebesar dua digit itu memperlihatkan bahwa geliat industri manufaktur dan kegiatan investasi sudah mulai pulih kembali. Membaiknya industri manufaktur dan investasi itu sekaligus memberikan sinyal bahwa permintaan terhadap berbagai produk barang-barang mengalami kenaikan.

 

Transaksi pembayaran meningkat

 

Tanda-tanda pulihnya ekonomi nasional juga terpantau dari meningkatnya transaksi pembayaran nasional. Hal ini terlihat dari jumlah peredaran uang tunai pada Maret 2021 yang mencapai Rp 782,7 triliun atau meningkat 7,61 persen (yoy).

 

Transaksi pembayaran untuk perdagangan ritel yang berbasis kartu debit mencapai Rp 647 triliun atau meningkat 10,44 persen (yoy). Adapun transaksi pembayaran yang dilakukan secara daring melalui layanan digital di perbankan telah mencapai Rp 3.025 triliun atau naik 26,44 persen (yoy).

 

Meningkatnya transaksi pembayaran yang berbasis tunai maupun nontunai itu memberikan bukti adanya peningkatan aktivitas ekonomi di sektor riil.

 

Pulihnya keyakinan konsumen

 

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami kenaikan dari 85,8 pada bulan Februari 2021 menjadi 93,4 pada Maret 2021. Program vaksinasi nasional dianggap telah memperkuat keyakinan masyarakat terhadap membaiknya prospek ekonomi ke depan sehingga pemulihan ekonomi nasional diharapkan dapat segera terwujud.

 

Walaupun IKK ini masih berada dalam zona pesimistis, angkanya terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan apabila kita berharap pada bulan-bulan berikutnya IKK mampu menebus zona optimistis di atas 100.

 

Terkait harapan dan tantangan ke depan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 sebesar minus 0,74 persen (yoy) dan minus 0,96 persen (quarter-to-quarter/qtq) tersebut memang patut kita syukuri walaupun belum mencapai angka pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi terjadi, yaitu rata-rata 5 persen per tahun.

 

Kita berharap untuk jangka pendek nantinya pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah memasuki pertumbuhan positif sehingga secara perlahan-lahan akan kembali ke level 5 persen pada akhir 2021.

 

Meski demikian, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi untuk mewujudkan target tersebut. Pertama, kemungkinan besar stimulus fiskal masih diperlukan dalam beberapa tahun ke depan untuk mendorong konsumsi dan investasi. Namun, tantangannya adalah kemampuan ruang fiskal semakin terbatas sehingga potensi utang pemerintah menjadi semakin besar.

 

Kedua, mendorong perbankan untuk lebih berani mengalirkan likuiditas ke sektor riil dan pembiayaan guna mendorong peningkatan konsumsi dan investasi yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan suku bunga acuan yang sudah rendah sepanjang sejarah dan risiko kredit yang semakin berkurang, tidak ada alasan bagi bank untuk menahan laju penyaluran kredit.

 

Ketiga, perlu strategi baru mendorong kelompok menengah ke atas agar lebih banyak membelanjakan uangnya yang saat ini masih tersimpan di bank.

 

Keempat, program vaksinasi nasional perlu dipercepat apabila memungkinkan, tetapi harus disertai dengan kampanye kedisiplinan protokol kesehatan yang saat ini cenderung mulai diabaikan oleh masyarakat. Kegagalan mengendalikan pandemi akan memengaruhi segala upaya yang dilakukan guna mendorong pemulihan ekonomi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar