Selasa, 21 April 2015

Momentum yang Harus Dipelihara

Momentum yang Harus Dipelihara

James Luhulima  ;  Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 20 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Indonesia harus bisa menggunakan momen Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika ini untuk mengajak semua negara Asia Afrika menentukan sendiri masa depan apa yang mereka inginkan. Tak dapat dimungkiri, hampir seluruh konflik di dunia saat ini terjadi di Asia dan Afrika. Itu sebabnya tidak berlebihan kita mengharapkan Indonesia mengajak semua negara yang hadir mau melihat ke belakang, dan bersama-sama memikirkan apa sumbangan yang dapat diberikan.

Memang kita tidak berharap dengan peringatan ke-60 ini semua konflik dapat diselesaikan. Pasti tidak. Kita tidak dapat menyelesaikan semua konflik itu dalam satu, dua, atau tiga hari. Paling tidak, kita dapat mengingatkan, semua masalah yang terjadi di Asia dan Afrika adalah tanggung jawab kita bersama. Dan, kita semua wajib turut serta membantu mengupayakan penyelesaian lewat semua forum yang ada, baik itu regional maupun internasional.

Indonesia pun tidak usah berpretensi untuk menjadi penengah, atau mencoba memediasi konflik-konflik itu, baik yang jauh maupun yang dekat dari Indonesia. Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini cukup banyak, menambahnya hanya membuat Indonesia semakin terbebani.

Persoalan yang dihadapi negara-negara di Asia dan Afrika sangat banyak dan beragam. Mulai dari tumbang tindih klaim wilayah di Laut Tiongkok Selatan di antara empat negara ASEAN (Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam), dengan Tiongkok serta Taiwan. Lalu masalah serupa antara Tiongkok dan Jepang di Laut Tiongkok Timur, serta masalah nuklir Korea Utara. Kemudian, ada Al Qaeda di Afganistan, dan negara-negara sekitarnya.

Yang terkini adalah milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), di wilayah Irak dan Suriah, serta simpatisannya di berbagai bagian dunia, termasuk di Eropa, bahkan Australia. Dengan bantuan koalisi pimpinan Amerika Serikat, pasukan Pemerintah Irak dapat mendesak milisi NIIS ke utara. Pasukan Irak telah menguasai kembali Tikrit, dan kini tengah berusaha mengambil alih Mosul dari milisi NIIS.

Selain NIIS, Suriah juga menghadapi konflik antara pemerintah dan kekuatan oposisi yang tidak kunjung selesai. Di Yaman, kelompok Houthi memerangi pemerintahan yang sah di Sana'a. Houthi berhasil menyingkirkan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dari ibu kota Sana'a.

Arab Saudi memimpin koalisi dan memerangi kelompok Houthi dengan serangan udara ke Yaman. Namun, milisi Houthi mendapat dukungan dari loyalis Presiden Ali Abdullah Saleh yang digulingkan pada tahun 2012.

Pertempuran di Yaman yang semakin sengit memaksa Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Jamal Benomar, mundur pada 16 April setelah merasa gagal mencegah kekerasan yang meluas. Ia merasa tidak didukung negara-negara Arab.

Iran memprotes serangan yang dilakukan koalisi pimpinan Arab Saudi terhadap milisi Houthi. Presiden Iran Hassan Rouhani meminta Arab Saudi menghentikan serangan udara yang berlangsung lebih dari dua minggu. Ia menegaskan, negara-negara di wilayah itu harus berupaya membawa faksi-faksi yang berkonflik ke meja perundingan. Namun, Arab Saudi balik mendesak Iran menghentikan bantuan kepada kelompok Houthi. Arab Saudi menuduh Iran diam-diam berada di belakang Houthi.

Di Afrika juga banyak persoalan. Yang paling menonjol adalah penculikan gadis-gadis remaja yang dilakukan Boko Haram di Nigeria. Lebih dari satu tahun kelompok Boko Haram menculik 219 gadis remaja Nigeria, yang hingga kini keberadaan mereka tak diketahui. Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, yang baru terpilih 31 Maret, bertekad melawan Boko Haram.

Hanya cuplikan

Persoalan di atas hanyalah cuplikan dari banyak persoalan lain yang tak kalah kompleks, yang membentang dari Asia hingga Afrika. Bagaikan puncak gunung es. Itu sebabnya 60 tahun KAA sangat penting untuk diperingati. Tahun 1955, ada 28 negara Asia Afrika, satu negara peninjau, dan satu utusan hadir di Bandung. Mereka melahirkan Dasasila Bandung untuk dijadikan pegangan menata Asia dan Afrika.

Inti terpenting dari Dasasila Bandung adalah menghormati kemerdekaan, tak saling campur tangan, dan hidup berdampingan secara damai. Itulah yang harus dijadikan pedoman bagi negara Asia Afrika dalam berhubungan satu sama lain. Tak mudah untuk mencapainya, tetapi tak berarti tidak bisa dicoba untuk diwujudkan.

Mungkin tiba waktunya bagi negara-negara Asia Afrika menundukkan kepala sejenak bagi bangsa Palestina. Karena utusan yang hadir dalam KAA 1955 adalah utusan dari Jerusalem Palestina, yang hingga kini masih memperjuangkan kemerdekaan mereka.

Menyamakan kerja sama Asia Afrika dengan kerja sama Selatan-Selatan tidaklah tepat lagi, itu adalah ungkapan yang lazim digunakan pada akhir tahun 1980-an, dan tahun 1990-an. Sebagai bagian dari warga dunia, Asia dan Afrika sama pentingnya dengan Eropa, Amerika, dan Australia. Membagi dunia menjadi Utara dan Selatan sudah kehilangan makna dan sudah bukan lagi waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar