Senin, 24 Oktober 2016

Generasi Y dan Dunia Pertanian

Generasi Y dan Dunia Pertanian

Aldyon Restu Azkarahman ;   Mahasiswa Pascasarjana
Fakultas Peternakan UGM
                                                      KOMPAS, 18 Oktober 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Generasi Y atau yang biasa disebut sebagai generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rentang akhir 1970-an hingga pertengahan tahun 1990-an. Berbeda dari dua generasi sebelumnya, yaitu generasi X atau baby boomers dan generasi GI atau greatest generations, generasi Y tumbuh pada kondisi yang relatif lebih sejahtera. Mereka didampingi perkembangan teknologi dan akses informasi yang cepat dan nyaris tidak berbatas. Kondisi tersebut menyebabkan mayoritas generasi Y memiliki karakteristik yang berbeda daripada generasi-generasi pendahulunya.

Generasi Y dikenal sebagai generasi yang lebih ambisius, berekspektasi tinggi, serta selalu ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan lebih cepat dan lebih praktis. Salah satu hal lain yang membedakan generasi Y dengan pendahulunya adalah passion. Bagi generasi Y, passion menjadi hal substansial dalam mempertimbangkan jenjang karier yang akan mereka pilih.

Passion, nyatanya, masih merupakan hal yang dapat dikatakan abstrak. Ia berbentuk hasrat atau keinginan dan muncul dalam berbagai macam jenis pada setiap orang. Ketersediaan informasi yang nyaris tak berbatas menumbuhkan sejumlah bentuk passion bagi generasi Y, menyebabkan faktor lingkungan, orangtua atau keluarga bukan lagi faktor utama dalam penentuan karier mereka. Maka, sudah jadi hal biasa ketika seorang anak generasi Y memiliki jalur karier yang berbeda dari orangtuanya.

Satu hal pasti yang dapat ditarik bagi generasi Y adalah, mengingat karakteristik dari generasi Y itu sendiri, passion setidaknya dapat memenuhi ekspektasi dan membawa mereka sukses secepat mungkin. Oleh karena itu, pada umumnya generasi Y memiliki cita-cita yang sangat besar, sangat wah, dan passion bak mewujud bahan bakar sekaligus lintasan pacu bagi mereka untuk dapat mengubah dunia menjadi lebih baik sesuai versi mereka masing-masing.

Tidak ada yang salah dari generasi Y beserta passion yang mereka miliki. Bahkan, cenderung bersifat positif karena mayoritas generasi Y sudah tahu dan dapat menentukan arah karier yang akan dijalani pada umur yang relatif masih muda. Hal tersebut dapat dilihat dari banyak wirausaha muda yang tumbuh dan sukses dengan sejumlah usaha ataupun start-up kreatif yang mereka ciptakan, sesuatu hal yang jarang terjadi pada generasi sebelumnya.

Ironi bidang pertanian

Hal yang menjadi ironi adalah kenyataan bahwa passion yang diiringi ekspektasi-ekspektasi tak selalu berjalan berbarengan pada semua bidang. Pertanian, contohnya. Dunia pertanian, termasuk di dalamnya peternakan, kehutanan, dan juga perikanan, merupakan bidang yang proses produksinya relatif lamban, tidak bisa digesa-gesa, sehingga memberikan hasil yang lebih lama ditambah dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi. Bidang ini sangat bergantung pada kondisi alam, lebih tepatnya merupakan hasil hubungan dua arah antara alam dan manusia.

Usaha percepatan, seperti penggunaan bahan-bahan kimia atau modifikasi genetik, diketahui berdampak buruk baik bagi alam ataupun bagi manusia itu sendiri, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pertanian adalah bidang yang masih didominasi generasi X dan GI.

Lamanya proses kegiatan pertanian berbanding terbalik dengan karakter generasi Y yang ingin serba cepat dan praktis. Belum lagi berita-berita mengenai kehidupan petani yang susah seakan makin menjauhkan dunia pertanian dengan passion generasi Y. Berbeda dengan bidang-bidang lain di mana ingar-bingar berita mengenai teknologi, properti, dan bisnis yang menjanjikan, ataupun politik, bahkan entertainment yang memiliki banyak pengaruh bagi kehidupan di banyak media masa semakin menggeser dunia pertanian dari benak generasi Y.

Pertanian kemudian seolah menjelma sebagai makhluk asing, dan urusan pertanian di Indonesia bukan menjadi urusan mereka. Seakan sepakat dengan hal tersebut, jika kemudian kita tinjau pada ranah pendidikan formal, fakultas pertanian lambat laun menjadi kalah penting dan kalah "bergengsi" dibandingkan fakultas-fakultas lain.

Data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) tahun 2011 menunjukkan, lulusan fakultas pertanian (termasuk peternakan dan perikanan) 3,32 persen dari total lulusan mahasiswa di Indonesia. Nilai tersebut belum lagi dikurangi jumlah lulusan yang berkarier di bidang non-pertanian dan masih rendahnya kesempatan kerja bagi perempuan di bidang ini. Jumlah mahasiswa pertanian yang rendah saat ini tidak hanya terjadi di Indonesia, rendahnya minat generasi Y pada bidang pertanian tampaknya telah menjadi tren dunia.

Namun, dengan rendahnya agen penerus estafet pertanian di Indonesia, tidaklah mengherankan jika nanti identitas Indonesia sebagai negara agraris tidak hanya menjadi teori, tetapi juga menjelma menjadi sebuah anekdot. Lebih mengkhawatirkan lagi, survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 menunjukkan, selama kurun 2003-2013 Indonesia sudah kehilangan 5,1 juta rumah tangga petani.

Merangkul generasi Y

Mengetahui hal tersebut, pemerintah sebenarnya tidak hanya berpangku tangan. Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat dibuat dan diperkenalkan pada April tahun ini. Pada peluncuran program tersebut, Presiden Joko Widodo memperkenalkan lima startup yang berfokus di bidang pertanian. Sebuah program pemerintah yang patut kita apresiasi karena tidak hanya merupakan itikad untuk memulihkan kondisi pertanian di Indonesia, juga telah menjadi inisiatif untuk merangkul generasi Y yang ingin berkontribusi di bidang pertanian.

Lima startup yang diperkenalkan adalah aplikasi berbasis gawai android dengan nama Petani, TaniHub, LimaKilo, Pantau Harga, dan Nurbaya Initiatives. Melalui karakteristik dan keunggulan masing-masing, secara keseluruhan lima startup yang diperkenalkan bertujuan mempermudah pertukaran informasi dan memotong jalur distribusi dari produsen menuju konsumen, sebuah startup yang sangat bercorak generasi Y.

Sayangnya, startup tersebut masih belum bisa menjawab permasalahan terkait kurangnya jumlah petani beserta produk pertanian yang dihasilkan di Indonesia. Artinya, masih terlihat ada jarak pada peralihan tongkat estafet antara generasi Y dan generasi sebelumnya di bidang pertanian.

Pada tahun 2020, sekitar 40 persen usia produktif di Indonesia akan diisi generasi Y. Angka tersebut merupakan proyeksi yang dilakukan Bappenas, di mana pada tahun tersebut generasi Y akan menginjak usia 25-40 tahun. Berdasarkan angka tersebut itu juga, dapat dikatakan bahwa pada tahun 2020 roda pemerintahan dan sejumlah aspek-aspek kehidupan bernegara akan banyak ditentukan generasi Y.

Satu pertanyaan yang menjadi penting dan genting untuk kita ajukan adalah apakah pada tahun 2020, generasi Y sudah "mampu" melanjutkan perjuangan Indonesia untuk menjadi negara swasembada pangan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar