Minggu, 10 September 2023

 

Lobi Industri Menahan Harga Gas

Aisha Shaidra :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 10 September 2023

 

 

                                                           

FORUM Industri Pengguna Gas Bumi atau FIPGB akhirnya mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada Kamis, 31 Agustus lalu. Dalam surat tersebut, mereka mengaku resah terhadap rencana kenaikan harga gas untuk industri yang akan diberlakukan mulai awal Oktober mendatang. “Saya menandatangani surat ke Presiden," kata Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan pada Selasa, 5 September lalu.

 

Yustinus mengungkapkan, surat tersebut ditembuskan kepada petinggi beberapa kementerian, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Setelah mengirimkan surat kepada Presiden, sejumlah pelaku industri pengguna gas menggelar pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo pada Jumat, 1 September lalu.

 

Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Bobby Gafur Umar mengatakan keluhan pelaku industri pengguna gas sangat wajar karena kenaikan harga komoditas energi itu bakal mempengaruhi produktivitas dan daya saing mereka. Menurut dia, kenaikan harga gas bisa menurunkan produksi sampai 30 persen yang pada akhirnya dapat berujung pengurangan jumlah tenaga kerja. Bobby mengatakan Apindo bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia mengirim surat serupa kepada sejumlah menteri.

 

Kenaikan harga gas sebenarnya sudah berjalan pada Mei lalu. Saat itu pemerintah menaikkan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk tujuh industri. Pemberlakuan kenaikan harga gas murah itu tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan HGBT di Bidang Industri yang ditetapkan pada 19 Mei lalu.

 

Dalam keputusan itu, pemerintah menyebutkan kenaikan harga mempertimbangkan ketersediaan pasokan gas bumi dan/atau kecukupan penerimaan bagian negara. Dalam lampiran keputusan menteri itu pun disebutkan HGBT naik dari awalnya US$ 6 per million metric British thermal unit (MMBTU) dengan kisaran bervariasi, tergantung sektor industri penggunanya, sebagian besar masih di bawah US$ 7 per MMBTU.

 

Tak cukup sekali, dua bulan kemudian PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN merilis rencana kenaikan harga untuk gas di luar alokasi program HGBT yang dipatok sebesar US$ 6-8 per MMBTU. Kenaikan harga paling tinggi mesti dibayar pelaku industri petrokimia dengan harga yang naik berturut-turut dari US$ 6,02 per MMBTU menjadi US$ 6,07 per MMBTU, lalu melesat menjadi US$ 6,52 per MMBTU. Kenaikan harga juga dihadapi pelaku industri baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet. Hanya industri pupuk yang menghadapi kenaikan harga lebih kecil, sekitar US$ 0,06 per MMBTU.

 

Sepekan setelah PGN merilis rencana kenaikan harga, Asosiasi Keramik Indonesia atau Asaki melayangkan surat kepada Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Pada surat bertanggal 9 Agustus 2023 itu, Asaki menyatakan, ketika pemerintah memberi insentif berupa harga gas khusus atau HGBT sejak 2020, utilisasi produksi keramik nasional naik sampai 75 persen. Dampaknya, kontribusi pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai naik dari Rp 1,6 triliun pada 2019 menjadi Rp 2,1 triliun pada 2022.

 

Namun, menurut Ketua Umum Asaki Edy Suyanto, sejak tahun lalu manfaat HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU itu tak terasa lagi. Hal ini terjadi di Jawa bagian timur lantaran adanya penerapan alokasi gas untuk industri tertentu (AGIT) yang hanya 65 persen dari kapasitas. Jika melampaui batasan itu, harga khusus tak lagi berlaku. “Untuk pemakaian di atas batas tersebut harus bayar harga gas US$ 7,98 per MMBTU,” ujar Edy.

 

Sedangkan sejak pertengahan tahun lalu, industri keramik di Jawa Barat juga mulai dikenai AGIT sebesar 85-90 persen. Jika melampaui batas itu, industri dikenai harga US$ 9,12 per MMBTU. “Bahkan, per 1 Oktober nanti, pemakaian di atas AGIT Jawa Barat akan dikenai harga gas US$ 11,9,” Edy menambahkan. Asaki menganggap aturan ini tak adil. Menurut Edy, PGN tak pernah menyampaikan informasi persentase AGIT sebelum pemakaian gas berjalan. Volumenya baru diberitahukan setelah gas digunakan.

 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia Achmad Tossin Sutawikara mengatakan kenaikan harga dan pengurangan pasokan gas bakal berdampak pada harga pokok produksi pupuk. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91K/2023, industri pupuk mendapat pasokan gas hingga 809,06 billion British thermal unit (BBTUD) tahun ini, dengan komposisi sumber gas dari hulu 777,06 BBTUD dan dari infrastruktur PGN 32 BBTUD.

 

Kini, kata Tossin, asosiasinya masih membahas persoalan ini dengan pemasok gas di sektor hulu, antara lain pengelola Blok Corridor di Sumatera Selatan. “HGBT kami anggap memberikan kepastian pasokan dan harga,” tuturnya.

 

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menyebutkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang sejak awal menentukan alokasi dan pelaksanaan HGBT melalui keputusan menteri. “PGN hanya melaksanakan penyaluran HGBT sesuai dengan ketentuan serta secara teknis menyesuaikan dengan kondisi di lapangan,” ucap Rachmat, Jumat, 8 September lalu. Dia mengatakan harga bergantung pada dinamika pasokan dan infrastruktur penyaluran gas, termasuk perubahan yang diberlakukan pemasok gas kepada PGN.

 

Setelah menyebar surat pemberitahuan rencana kenaikan harga gas industri pada akhir Juli lalu, Rachmat mengaku sudah berkomunikasi dengan sejumlah asosiasi, seperti Asaki dan FIPGB. “Termasuk pertimbangan dan kondisi yang terjadi serta upaya yang akan dilakukan PGN,” tutur Rachmat. “Proses komunikasi dan negosiasi masih berlangsung." ●

 

Sumber :    https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/169694/harga-gas-industri

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar