Rabu, 06 September 2023

 

Apa Itu Puasa Intermiten

Yosea Arga Pramudita :  Meminati isu-isu urban dan lingkungan

MAJALAH TEMPO, 4 September 2023

 

 

                                                           

SUDAH cukup lama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memilih menjalani intermittent fasting, pengaturan pola makan dengan cara berpuasa. Selain berpuasa intermiten, beberapa tahun terakhir Retno sudah tidak mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, terutama nasi. “Setiap hari saya intermiten,” katanya saat berbincang dengan Tempo di ruang kerjanya di gedung Kementerian Luar Negeri, Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Agustus lalu.

 

Selama menjalani puasa intermiten, Retno biasanya mengakhiri konsumsi makanan pada pukul 1 atau 2 siang. Setelah itu, dia akan berpuasa. Dia akan kembali makan esok paginya. Pada jam sarapan, dia biasa memakan alpukat atau pepaya. Kadang ia juga menyantap roti panggang. Saat makan siang, Retno memperkaya nutrisi dengan asupan vitamin dan sayur-sayuran.

 

Meski begitu, Retno kadang memberi jeda pada puasa intermiten yang ia jalani. Biasanya hal itu ia lakukan untuk sekadar meredakan keinginan makan. Apabila hendak menyantap kudapan, Retno akan makan secukupnya. “Jadi let it go, tapi basic-nya adalah hidup sehat. Hidup sehat berarti makannya hati-hati, ya, karena sudah tidak muda lagi,” ujar perempuan yang lahir di Semarang, 27 November 1962, ini.

 

Tak hanya berpuasa intermiten, Retno juga rutin berolahraga joging atau jalan kaki setiap pagi sebelum bekerja untuk membuat kondisi kesehatannya lebih optimal. Hasilnya, ia merasakan efek yang sangat positif: tubuhnya tetap bugar dan tidak mudah sakit. Meski digempur rutinitas yang padat sebagai pejabat pemerintahan, perempuan 60 tahun ini masih tampak fit dan sehat.

 

Pagi itu, sebelum menerima Tempo di ruang kerjanya, mengenakan busana bernuansa monokrom, Retno lebih dulu menerima kunjungan tamu dari Amerika Serikat. Lalu ia menjalani sesi wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta.

 

Intermittent fasting juga menjadi pilihan dokter Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) sebagai metode diet untuk menjaga kebugaran dan menurunkan berat badan. Awalnya, pada 2017, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia ini merasa tidak bugar lantaran bobotnya mencapai 97 kilogram. Ketika menyetir mobil, Piprim kerap dilanda kantuk. Kadang, saat sedang duduk, dia bisa tiba-tiba tertidur.

 

Piprim kemudian mencari referensi dan rujukan tentang diet untuk menurunkan berat badan. Akhirnya dia memilih intermittent fasting. Pola diet puasa ia imbangi dengan rutinitas berolahraga. “Setelah menjalaninya sekitar setahun, berat badan saya turun menjadi 69 kilogram,” kata Piprim kepada Tempo, Rabu, 23 Agustus lalu.

 

Sudah hampir enam tahun pria yang lahir pada 15 Januari 1967 itu menjalani puasa intermiten. Piprim biasa menjalani diet puasa pada Senin-Jumat setiap pekan. Dia memilih berpuasa selama 16 jam dengan waktu makan 8 jam. Dia akan makan pada pukul 12 siang dan berhenti sebelum pukul 8 malam.

 

Khusus pada Senin dan Kamis, Piprim biasa mengkombinasikan pola itu dengan puasa sunah. Dengan demikian, durasi berpuasanya bisa lebih lama. “Kalau makan terakhir pukul 9 malam, mungkin 21 jam saya puasa. Itu kosong kalori,” ujar Piprim.

 

Selain mengatur durasi berpuasa, Piprim sangat memperhatikan jenis makanan yang akan ia konsumsi. Menurut dia, makanan yang dikonsumsi untuk hidup sehat dan bugar harus bergizi tinggi serta kaya nutrisi. Dia sudah lama menghindari makanan junk food yang miskin protein. “Saya kembali ke real food,” katanya.

 

Selama menjalani diet puasa, Piprim menghindari makanan dengan kandungan kalori tinggi tapi miskin nutrisi, seperti makanan berbahan tepung dan aneka minuman manis. Dia banyak memperkaya asupan nutrisi dengan makanan yang kaya serat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

 

Piprim juga menghindari konsumsi karbohidrat berlebih, terutama pada Sabtu dan Ahad—saat dia libur berpuasa intermiten. Saat hendak makan masakan Padang, misalnya, dia hanya akan menyantap lauknya, seperti kikil, tunjang, atau sup kepala kakap. "Tetap, tidak pakai nasi," ucapnya. Kadang dia juga menyantap sate atau rawon ketika sedang tak berpuasa intermiten.

 

Merujuk sejumlah literatur, menurut Piprim, berpuasa bisa meningkatkan sinyal autofagi, yakni proses metabolisme berupa pemecahan komponen sel melalui lisosom. Apabila tidak ada kalori yang masuk ke dalam tubuh, proses autofagi akan menghancurkan sel-sel yang sudah rusak atau tidak berfungsi lagi.

 

Ada dua kondisi yang menyebabkan berlangsungnya proses autofagi. Pertama, ketika seseorang kekurangan oksigen. Piprim mencontohkan seseorang yang berolahraga hingga terengah-engah. Sinyal autofagi akan menguat ketika pembakaran kalori berlangsung. Dengan begitu, unsur-unsur sampah akan dihilangkan dan ada energi baru. Kedua, autofagi akan terjadi ketika seseorang berpuasa dalam jangka waktu yang cukup panjang.

 

Karena itu, Piprim tidak hanya menjalani puasa intermiten. Dia juga rutin berolahraga untuk menguatkan sinyal autofagi. “Hal itu sering saya lakukan. Jadi saya sering berolahraga ketika sedang puasa intermiten. Kan, selama berpuasa intermiten kita masih bisa minum air putih, sehingga tidak terlalu berat,” tutur Piprim.

 

Piprim selalu menyempatkan diri berolahraga di tengah rutinitasnya yang padat. Bagi dia, olahraga bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Makanya dia melengkapi ruang kerjanya dengan empat kettlebell yang tersusun rapi di bagian pojok.

 

Bobot dua alat latihan beban berwarna hitam yang berbentuk seperti meriam peluru dengan pegangan tersebut 20 kilogram dan 24 kilogram. Dua lainnya yang berwarna kuning masing-masing berbobot 16 kilogram. Empat kettlebell di ruang kerjanya itu menjadi penunjang untuk menjaga dirinya tetap bugar.

 

Piprim juga memilih berolahraga sambil berpuasa untuk menguatkan pembakaran lemak dalam tubuh. Bahkan, ketika berpuasa pada Ramadan, ia kerap berolahraga ringan. “Makanya hal ini bagus buat orang-orang dengan obesitas, yang memang butuh pembakaran ekstra-kalori dalam tubuhnya,” ujar pria 56 tahun itu.

 

Supaya memberikan hasil maksimal, Piprim menambahkan, pola diet puasa ini perlu dibarengi dengan berolahraga. “Kalau orang hanya berpuasa tanpa berolahraga, ya badannya peyot. Ketika tua, rapuh. Saya kira itu yang harus dibudayakan,” ucapnya.

 

 

•••

 

INTERMITTENT fasting adalah metode diet yang menerapkan pengaturan pola makan dengan berpuasa. Metode ini umumnya dilakukan dengan waktu puasa 16 jam dan 8 jam untuk mengkonsumsi makanan sehingga dikenal sebagai metode 16/8. Dengan pola diet tersebut, orang-orang biasanya makan terakhir pada pukul 8 malam dan tidak menyantap sarapan esoknya. Selanjutnya, mereka akan kembali makan pada siang.

 

Belakangan, puasa intermiten menjadi pilihan banyak orang sebagai salah satu metode diet untuk menurunkan berat badan. Pola diet ini juga diyakini ampuh menurunkan indeks massa tubuh dan lemak tubuh. Alasan lain: metode ini bisa diterapkan untuk menjaga kebugaran tubuh. Apalagi orang yang menjalaninya masih boleh minum air putih meski sedang berpuasa.

 

Selain Menteri Retno Marsudi dan Piprim Basarah Yanuarso, penyanyi Tika Panggabean menjalani metode diet ini . Sudah hampir 10 tahun anggota grup musik Project Pop itu berpuasa intermiten. Tika melakukannya secara bertahap. Mula-mula ia menerapkan metode 12/12, yakni 12 jam berpuasa dan 12 jam untuk mengkonsumsi makanan.

 

Perempuan 52 tahun itu mengakhiri aktivitas makan pada pukul 8 malam. Setelah itu, Tika akan berpuasa dengan durasi waktu tak terlalu lama, yakni 12 jam. Dia lantas kembali mengkonsumsi makanan pada pukul 8 pagi.

 

“Pada fase ini, tantangannya tidak terlalu berat dan masih bisa saya atasi. Apalagi selama berpuasa masih boleh minum air putih atau teh dan kopi tanpa gula,” kata Tika ketika berbincang dengan Tempo, Rabu, 23 Agustus lalu.

 

Tika kemudian memangkas durasi makannya menjadi 8 jam dan menambah waktu berpuasa menjadi 16 jam. Bahkan sejak 2014 dia menerapkan metode 20/4 dengan menurunkan waktu makannya menjadi 4 jam. Namun belakangan dia kadang mengkombinasikannya dengan pola puasa 16 jam dan jendela makan 8 jam.

 

Dengan metode 20/4, Tika biasa memulai aktivitas makan pada pukul 2 siang. Dia biasa menyantap nasi hitam atau nasi porang. Sebagai lauk-pauk, dia memilih sayur-sayuran dan makanan berprotein tinggi. Sebagai alternatif, dia menyantap gado-gado atau karedok.

 

Setelah itu, Tika tidak makan berat lagi. Dia memilih menyantap kudapan seperti kue. Sesekali dia memanjakan lidahnya, misalnya bila ingin menyantap es krim. “Ya, tapi lagi-lagi porsinya sedikit aja, ya,” ujarnya. Menginjak pukul 6 petang, Tika lantas mengakhiri segala aktivitas makannya.

 

Meski merasa tantangan di awal menjalani diet puasa tidak terlalu berat, Tika rupanya harus berhadapan dengan pola pikirnya sendiri. Sementara sebelumnya bisa makan kapan saja, dia kini harus benar-benar bisa mengerem keinginannya.

 

Sejak awal Tika tidak punya target muluk-muluk dalam berpuasa intermiten. Dia hanya ingin hidup sehat tanpa tujuan utama menurunkan berat badan. Menurut dia, selama ini banyak sekali makanan yang sebenarnya tidak terlalu penting masuk ke tubuhnya. Bahkan hal itu kerap terjadi pada jam-jam saat semestinya tubuhnya tidak menerima asupan makanan. “Ya, tujuannya ingin hidup sehat saja,” ucap Tika. Sejak saat itu, dia jarang sekali menimbang berat badannya.

 

Selain rutin menjalani diet dengan berpuasa, Tika menerapkan gaya hidup sehat dengan ajek berolahraga. Pada medio 2019-2020, ketika pandemi Covid-19 merebak, pemeran Mak Doru dalam film Ngeri-Ngeri Sedap itu menghabiskan banyak waktu dengan berjalan kaki dan berenang. “Karena, kalau kita cuma mengandalkan intermittent, tidak bergerak, kayaknya itu yang bikin stagnan,” tuturnya.

 

Sejak Tika menerapkan metode puasa intermiten dan rajin berolahraga, banyak rekannya yang merasa pangling melihat perubahan fisiknya. Mereka pun menanyakan strategi apa yang ia tempuh hingga bisa mendapatkan fisik yang bugar tersebut. “Ya, saya bilang dengan menjalani diet intermittent fasting.”

 

Delapan bulan terakhir, puasa intermiten juga menjadi pilihan Lilu Fitriani, 29 tahun, sebagai gaya hidup sehat. Awalnya karyawan swasta yang berbasis di Jakarta ini tertarik pada jargon pola diet itu yang menyebutkan makanan apa saja bisa disantap ketika jendela makan dibuka. Dia juga merasa jenuh dengan menu makanan yang sudah terpola ketika menjalani diet tertentu.

 

Seiring dengan waktu, Lilu makin sadar dan ketat dalam memilih makanan yang hendak ia konsumsi. "Akhirnya jadi sadar sendiri dengan apa yang dimakan karena merasa badan lebih enteng dan tidak gampang capek,” kata Lilu.

 

Pada bulan pertama, Lilu langsung menjajal diet ini dengan bantuan aplikasi yang bisa diunduh di platform iOS. Aplikasi itu, Lilu menjelaskan, bisa mengkalkulasi durasi puasa dan jenis makanan yang sesuai dengan selera. Dia mengatakan informasi itu bisa menjadi rujukan bagi dia yang baru pertama kali mencoba puasa intermiten.

 

Lilu juga mengisi waktu dengan berolahraga. Dalam seminggu dia bisa lima kali berolahraga yoga ataupun pilates. “Tapi memang jadi tidak sengaja turun 3 kilogram dari berat saya biasanya,” ujarnya.

 

Maria A. Lapian, 49 tahun, juga menempuh strategi diet intermiten sebagai upaya menjaga kebugaran tubuhnya. Perempuan yang aktif di Komunitas Nulis Aja Dulu itu baru menjajal metode diet ini sekitar empat bulan lalu. Durasi puasa yang ia tempuh bisa berkisar 14-16 jam.

 

Maria mengaku tidak membatasi secara khusus jenis makanan yang ia konsumsi. Dalam praktiknya, dia hanya mengurangi porsi makan sehari-hari. Meski manfaatnya belum terasa secara signifikan, sejak menjalani diet itu Maria merasa tubuhnya menjadi lebih nyaman. "Kalau aku intermittent belajar sendiri saja dengan tetap menjaga stamina sehari-hari, seperti minum air putih yang cukup dan mengkonsumsi suplemen,” katanya.

 

Adapun Ridwan Tjandra, 48 tahun, punya alasan lain untuk berpuasa intermiten. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai desainer grafis itu sudah dua tahun menjalani diet puasa dengan tujuan menurunkan kadar gula darah. Ridwan akan mengakhiri aktivitas makan pada pukul 7 malam. “Jadi durasi puasanya 16-18 jam, tergantung kesibukan,” ucapnya.

 

Ridwan mulai menerapkan diet puasa dengan mengurangi asupan karbohidrat dan gula. Makanan yang menjadi prioritasnya adalah telur, daging, dan kacang-kacangan. “Apabila masih mengkonsumsi karbohidrat dan gula, diet yang saya lakukan menjadi tidak efektif, dong,” tutur Ridwan.

 

•••

 

DOKTER spesialis gizi klinik, Diana Felicia Suganda, menyebutkan diet puasa intermiten menjadi salah satu jalan bagi orang-orang yang mempunyai nafsu makan tinggi. Dengan penerapan diet ini, jam makan akan relatif lebih teratur. Cara ini bisa mulai dijalani dengan jendela makan yang tidak terlalu sempit. Misalnya berpuasa dengan durasi 12 jam dan jendela makan 12 jam.

 

Apabila badan sudah mulai beradaptasi dan tidak ada keluhan kesehatan, jendela makan bisa dipangkas atau dipersempit. “Intermittent fasting membantu mengurangi jam makan sehingga idealnya diharapkan, dengan jam makan yang lebih sedikit, orang-orang lebih sedikit intake makanannya," kata Diana kepada Tempo.

 

Dalam menjalani diet tersebut, prinsip gizi seimbang turut menjadi poin penting yang disoroti Diana. Menurut dia, harus diperhatikan pula pilihan makanan yang hendak dikonsumsi ketika jendela makan berlangsung. Artinya, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan, seperti protein, vitamin, mineral, dan kadar karbohidrat yang masuk ke tubuh.

 

 “Jadi jangan sampai ada pikiran kita yang penting sudah berpuasa, jadi pada saat jendela makan, yang dikonsumsi bisa apa saja,” ujar Diana.

 

Puasa intermiten juga memberi tubuh kesempatan tidak mendapatkan energi dari luar. Dengan rentang waktu berpuasa 12-18 jam, misalnya, tubuh akan mencari sumber energi dari cadangan lemak. "Sehingga terjadi fatless atau pengurangan massa lemak. Itu sebenarnya yang bisa menjadi salah satu manfaat intermittent fasting ini,” ucap Diana. ●

 

Sumber :    https://majalah.tempo.co/read/gaya-hidup/169619/apa-itu-puasa-intermiten

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar