Mengapa Data Stok
Beras Bulog dan Kementerian Pertanian Beda Retno Sulistyowati : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 04
Desember 2022
SUDAH sebulan lamanya
Wiwid dan beberapa pengusaha penggilingan beras lain di Sragen, Jawa Tengah,
pontang-panting mencari pasokan beras. Mereka diminta mengisi stok beras
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang mulai menipis. Menggunakan bendera CV Was
Wutah, Wiwid dan belasan pengusaha ini meneken kontrak dengan Bulog pada 3
November lalu untuk memasok 8.500 ton beras. Tapi, hingga Sabtu, 3 Desember
lalu, belasan juragan beras tersebut belum bisa memenuhi separuh komitmen
mereka. “Baru setor 3.600 ton atau 40 persen. Padahal sudah sebulan nyari
bareng-bareng,” Wiwid bercerita kepada Tempo pada Sabtu, 3 Desember lalu. Menurut Wiwid, kontrak itu
mereka buat bersama-sama agar lebih mudah mencari pasokan. Wiwid melalui
perusahaannya, UD Wiwid Putra, mengambil porsi 900 ton. Ada rekannya yang
menjanjikan 300 ton, ada pula yang hanya mampu memasok 200 ton. Toh, tetap
saja usaha mereka belum sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kontrak. Bukan cuma di Sragen,
dalam tiga pekan terakhir semua dinas pertanian di semua kabupaten/kota
serempak terjun ke lapangan demi mencari beras. Pemerintah mendata
ketersediaan beras di kawasan lumbung padi yang bisa memasok stok beras untuk
Bulog. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi dalam
suratnya kepada Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pada Selasa, 29
November lalu, menyatakan penggilingan siap memasok beras 610.632 ton hingga
akhir Desember ini. Penggilingan beras yang
dimaksud dalam surat itu tersebar di 24 provinsi. Data mengenai pemasok,
"Secara rinci sebagaimana terlampir, untuk diproses lebih lanjut,"
kata Suwandi dalam surat tersebut. Surat Suwandi itu menjadi
tindak lanjut rapat dengar pendapat Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat
dengan para pejabat eselon I Kementerian Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional,
Direktur Utama Bulog, dan Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia
(Persero) atau perusahaan holding pangan (ID Food) pada Rabu, 23 November
lalu. Dalam pertemuan ini, DPR meminta pemerintah memenuhi kebutuhan beras
nasional. Dalam kesimpulan rapat itu
tercatat Kementerian Pertanian sanggup memenuhi kebutuhan cadangan beras
pemerintah (CBP) yang berasal dari dalam negeri sebanyak 600 ribu ton dalam
waktu enam hari kerja sejak rapat tersebut. Bulog akan membeli pasokan beras
tersebut dengan harga komersial. “Jika dalam enam hari sejak rapat tidak
terpenuhi, maka data yang diyakini Kementerian Pertanian tidak valid,” kata
Ketua Komisi Pertanian DPR Sudin yang saat itu memimpin rapat, membacakan
kesimpulan pertemuan. Badan Pangan Nasional
menugasi Bulog memperkuat CBP, sesuai dengan hasil rapat koordinasi terbatas
bidang perekonomian pada 2 September lalu. Kepala Badan Pangan Nasional Arief
Prasetyo dalam surat kepada Direktur Utama Bulog tertanggal 9 September 2022
meminta pengadaan dilakukan sampai stok CBP mencapai 1,2 juta ton setara
beras. Penugasan berlaku mulai 2 September sampai 30 November. Tapi Bulog melaporkan stok
beras hingga 13 November lalu hanya 651 ribu ton. Pekan berikutnya atau pada
22 November lalu, CBP menyusut menjadi 594 ribu ton. Arief pun khawatir akan
stok yang jauh di bawah target tersebut. “Perspektif pasar, saat Bulog hanya
memiliki stok di bawah 1 juta ton, itu akan sangat bahaya,” ucapnya. Budi Waseso pun mengatakan
ketersediaan beras saat ini minim sehingga Bulog tidak dapat memenuhi target
penyediaan CBP. Padahal, kata Budi, Bulog harus melakukan operasi pasar atau
program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga demi menekan inflasi. Ia
memperkirakan CBP hanya tersisa 300 ribu ton pada akhir tahun nanti. Stok beras Bulog yang
cekak bakal mengerek kenaikan harga di pasar. Di tengah kondisi ini, Budi
mengakui Bulog tidak mampu melakukan intervensi lewat operasi pasar karena
tidak memiliki persediaan beras. Karena itu, dia mengusulkan pengadaan dari
luar negeri alias impor. Rencana impor beras, menurut Budi, telah mendapat
persetujuan rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator
Perekonomian, awal November lalu. Dia pun mengaku masih menyimpan komitmen
kerja sama jual-beli beras secara komersial sebanyak 500 ribu ton. ••• LAMPIRAN surat setebal 148
halaman dari Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi
untuk Perum Bulog memuat data rinci penggilingan atau gabungan kelompok
tani yang akan menyuplai beras. Data ini berikut lokasi pemasok, kesanggupan
mereka memasok beras untuk Bulog, sampai detail nomor telepon yang bisa
dihubungi. Disertakan pula foto-foto beras dalam karung-karung untuk
menunjukkan ketersediaan barang. Namun angka yang tertera
dalam dokumen itu malah memantik perdebatan karena tidak sesuai dengan
kenyataan. Sebagai contoh, dokumen itu menyebutkan UD Wiwid Putra bisa
memasok beras 1.500 ton. Saat dimintai tanggapan tentang hal ini, bos UD
Wiwid Putra, Wiwid, mengaku telah meralat angka tersebut. Dia pun
mengungkapkan kondisi lain, yaitu harga beras yang merambat hingga melampaui
harga beli Bulog yang dipatok Rp 10.200 per kilogram. Selain meralat harga,
Wiwid mengoreksi komitmen itu karena pasokan beras minim. Bahkan untuk
memasok 900 ton sesuai dengan komitmen awal ia angkat tangan. “Sudah saya
katakan pada tim yang mendata, cuma sanggup 300-500 ton,” dia berkali-kali
mengulangi kalimat itu. Wiwid mengaku membuat
komitmen berdasarkan realitas. Ia tak mau mengisi formulir kesanggupan dengan
angka yang besar tapi ujung-ujungnya tidak bisa mencapai target. Menurut dia,
harga melonjak sejak Bulog membuka kontrak pada harga Rp 10.200 per kilogram.
“Harga di pasar terkerek naik. Harus berebut juga cari barang.” Koreksi data juga datang
dari Andreas R. Lesmana, pemilik penggilingan beras dari Semarang, Jawa
Tengah. Pemilik CV Makmur Jaya yang berlokasi di Demak, Jawa Tengah, itu
dikatakan sanggup memasok 5.000 ton beras. Tapi, kepada Tempo, pada Sabtu, 3
Desember lalu, Andreas mengaku mengisi formulir kesanggupan sebanyak 2.000 ton. Andreas bercerita,
persoalan ini bermula dari panggilan yang masuk ke telepon selulernya
beberapa waktu lalu. Malam itu, seorang pejabat Kementerian Pertanian
bertanya tentang kapasitas pabrik penggilingan beras miliknya dan
ketersediaan stok. Andreas pun ditanyai kesanggupannya memasok Bulog. Saat
itu dia tak tahu bahwa ada tenggat pengiriman, yakni 15 Desember 2022. “Saya
pikir pengadaan beras jangka panjang,” ujarnya. Andreas juga tak mendapat
informasi mengenai spesifikasi beras yang diminta, hingga akhirnya dia
diundang untuk menghadiri pertemuan dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo di sebuah tempat di dekat Bandar Udara Internasional Yogyakarta,
Kabupaten Kulon Progo, awal November lalu. Pada pukul 8 pagi, dia meluncur
dari Semarang ke Yogyakarta untuk memenuhi undangan dadakan tersebut. Ternyata pada pertemuan
itu pemerintah menyodorkan formulir pernyataan kesanggupan memasok beras ke
Bulog. Saat itulah Andreas baru tahu, “Lah, ternyata (penggilingan) punya
saya dicatat 20 ribu ton. Saya terkejut,” ia bercerita. Andreas pun
menyampaikan kesanggupan perusahaannya memasok beras 2.000 ton atau
sepersepuluh dari target yang dipatok oleh kementerian. Nyatanya, dalam
dokumen lampiran surat Dirjen Suwandi, CV Makmur Jaya tercatat harus memasok 5.000
ton. Sengkarut data
ketersediaan gabah dan beras tersebut pernah diungkapkan oleh Direktur Utama
Bulog Budi Waseso. Dalam suratnya kepada Menteri Pertanian tanggal 9 November
lalu, Budi menyebutkan hasil pengecekan ke beberapa penggilingan yang menunjukkan
stok jauh di bawah data Kementerian Pertanian. Sebagai contoh, PT Abadi
Langgeng Gemilang milik Alung hanya memiliki stok beras 7.000 ton. Padahal
dalam data informasi kesiapan stok Abadi Langgeng disebut memiliki stok 100
ribu ton. Akhirnya Bulog membuat kontrak pengadaan 7.000 ton. Dihubungi pada
Jumat, 2 Desember lalu, Alung, yang mengaku sedang berada di Kota Mataram,
Nusa Tenggara Barat, tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo. “Maaf, masih
di luar pulau,” tuturnya. Bulog juga mengecek stok PT
Pilar Menara Mas Malang, milik Willy, yang menurut Kementerian Pertanian
memiliki stok 20 ribu ton. Kenyataannya perusahaan itu hanya punya 260 ton.
Itu pun pemilik penggilingannya tidak bersedia berkontrak dengan Bulog. Di
pabrik CV Alam Putra Mandiri Tegal, milik Helmi, ada stok 3.900 ton. Jauh di
bawah data Kementerian Pertanian yang menyebutkan 100 ribu ton. Akhirnya,
kontrak diteken sebanyak 2.300 ton. Adapun dalam pengecekan ke
PB Tuan Muda Indramayu, milik Doyok, Bulog menemukan stok 20 ton. Itu pun
hanya seperlima dari klaim yang dicatatkan oleh Kementerian Pertanian
sebanyak 100 ribu ton. Pemilik penggilingan menyanggupi pasokan ke Bulog
50-100 ton per hari. Sejauh ini, sejumlah
perusahaan penggilingan telah memenuhi sebagian komitmennya. CV Makmur Jaya
di Demak, misalnya, telah menyetor hampir 1.400 ton dari total komitmen 2.000
ton dengan harga Rp 10.200 per kilogram. “Mudah-mudahan bisa terpenuhi
sebelum tenggat,” kata Andreas. Masalahnya, dia menambahkan, tenggat yang
ditentukan terlalu singkat. Padahal pada musim hujan seperti saat ini tidak
mudah memenuhi permintaan beras premium dengan kadar air di bawah 14 persen. Dalam hal ini Kementerian
Pertanian menyatakan stok beras di beberapa wilayah masih sanggup memenuhi
kebutuhan Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Batara Siagian mengatakan lembaganya
telah melayangkan surat kepada Bulog mengenai data beras berikut lokasinya
secara rinci. “Hal ini merupakan komitmen kami bahwa tidak ada keraguan soal
data karena faktanya di lapangan beras ada. Namun harganya bervariasi,
tergantung lokasi,” ucapnya Batara mengatakan
kebutuhan gudang cadangan beras Bulog sangat kecil dibanding produksi secara
nasional. "Tidak mungkin tidak dapat terpenuhi,” tuturnya. Apalagi,
menurut dia, saat ini petani sedang berproduksi dan akan melangsungkan panen
pada Februari-Maret mendatang. Sekretaris Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Pamudji pun
mengingatkan bahwa penyediaan beras sebanyak 600 ribu ton dapat dilakukan
dari penggilingan. Apalagi, menurut dia, pasokan beras setiap hari bergerak
atau terdistribusi dari lokasi panen sampai pasar. "Strategi yang
dilakukan adalah berkoordinasi dengan dinas pertanian, pelaku usaha, serta
Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia," katanya. ••• SUDAH jamak jika dalam dua
bulan menjelang tutup tahun, produksi beras berada di bawah angka kebutuhan
bulanan yang mencapai 2,5 juta ton. Apalagi panen musim tanam ketiga tahun
ini hanya terjadi di daerah produksi utama. Berbeda dengan panen musim tanam
pertama dan kedua yang hasilnya melimpah. “Kalau dirata-rata sekitar enam
bulan kita surplus dan enam bulan minus,” kata Ketua Umum Perkumpulan
Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso pada Jumat,
2 Desember lalu. Pada November, Sutarto
menambahkan, produksi beras bisa lebih dari 1 juta ton. Artinya, hasil panen
bisa mendongkrak cadangan beras Bulog sebesar 600 ribu ton. Apalagi Badan
Pusat Statistik mencatat masih ada surplus 1,7 juta ton. Adapun total
produksi beras selama 2022 diperkirakan 32,07 juta ton, meningkat dari tahun
lalu yang mencapai 31,36 juta ton. Persoalannya, Sutarto
menuturkan, stok beras ini tak terkumpul di Bulog semata. Sebagian ada di
penggilingan, pedagang, bahkan di rumah-rumah. “Kalau bicara ada atau tidak,
ya ada,” ujar mantan Direktur Utama Bulog ini. Sutarto mengaku telah
berkeliling ke penggilingan di beberapa daerah dan menemukan pabrik yang
masih beroperasi. Masalahnya adalah stok beras dan gabah berkurang dari
biasanya karena panen sedikit. Sedangkan barang yang ada di penggilingan atau
pedagang beras disiapkan untuk memenuhi kebutuhan selama bulan Desember,
bukan mengisi gudang Bulog. Karena itu, Sutarto
mengatakan, pemerintah harus mengatur strategi membeli beras untuk mengisi
stok gudang Bulog saat ada surplus. Sebaliknya, Bulog harus melepas cadangan
beras saat kondisi di pasar minus. “Ini prinsip dasar yang tidak dilakukan
pemerintah tahun ini," ucapnya. Penyebab persoalan ini
antara lain perubahan kebijakan. Pemerintah telah menyetop program beras
miskin (raskin) dan mengubah program beras sejahtera (rastra) menjadi bantuan
pangan nontunai. Menurut Sutarto, setelah regulasi itu berlaku, Bulog jadi
bimbang. "Bulog ditugasi menyerap beras, tapi sejak raskin dan rastra
tidak ada jadi bingung, kapan harus mengeluarkan stok? Ini menjadi perdebatan
beberapa tahun terakhir.” Sejak itu, program penyerapan beras/gabah oleh
Bulog bergeser dari prinsip dasar. Dampaknya terjadi saat
ini. Saat hasil panen dan stok beras cekak seperti saat ini, Bulog berupaya
membeli. Akibatnya, harga terus terkerek karena stok beras di penggilingan
sangat terbatas. Bila stok di penggilingan dipaksa masuk ke gudang Bulog,
pasar akan kekurangan pasokan. “Pasti harga akan naik. Itulah yang sebenarnya
terjadi sekarang,” kata Sutarto. Saat ini beberapa wilayah,
seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, masih memproduksi gabah dan
beras hasil musim tanam ketiga. Tapi rata-rata sentra produksi beras di Jawa
sudah selesai melakukan panen. Di Sragen, Pemalang, dan beberapa daerah lain
di Jawa Tengah telah masuk musim tanam pertama yang hasilnya akan dipanen
awal tahun depan. Karena itu pula Andreas,
pemilik CV Makmur Jaya di Demak, Jawa Tengah, harus berbelanja beras sampai
ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah untuk mengisi stok gudangnya. Beras
ini pula yang dia kirimkan ke Bulog untuk memenuhi komitmen, selain memasok
para pelanggannya. “Di Sulawesi juga jadi rebutan barang. Bukan hanya saya
yang dari Jawa. Orang dari Medan, Kalimantan, pada beli ke sana,” ucap
Andreas. Sragen saat ini sudah
masuk musim tanam pertama untuk periode produksi 2023. Tapi ada persoalan
baru, yaitu padi diserang hama penyakit yang membuat tanaman itu tumbuh
kerdil dan malai atau bunga padinya tak mekar. Warsito, petani di Desa
Klandungan, Kecamatan Ngrampal, Sragen, mengatakan hama menyerang sejak musim
tanam pertama tahun ini. Akibatnya, produksi gabah merosot tajam. “Kalau
normal bisa 7-9 ton per hektare, sekarang turun 40-60 persen. Kurang tahu
masalahnya apa. Apa karena iklim, pupuk, atau pengolahan tanahnya,” kata
warga Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, itu. Ketua Kontak Tani Nelayan
Andalan Sragen Suratno mengatakan telah mengirim surat ke Dinas Pertanian Sragen.
Dia juga berkorespondensi dengan sejumlah kampus, seperti Universitas Sebelas
Maret Surakarta dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, untuk
mencari solusi gangguan produksi dan stok beras. “Unisri merespons. Timnya
telah datang dan berkomitmen akan meneliti kasus ini. Tapi, karena sekarang
sudah masuk musim tanam, penanganan masalah ini mungkin baru dilakukan
setelah periode tanam ini berakhir.” ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar