Teror Bandara dan Normalisasi Turki-Israel-Rusia
Arya Sandhiyudha ;
Pemerhati Politik
Internasional;
Doktor Ilmu Politik dan Hub
Internasional dari Fatih Univ, Istanbul, Turki
|
MEDIA
INDONESIA, 02 Juli 2016
TURKI kembali
berhadapan dengan aksi teror. Kali ini menghantam objek vital nasional
(obvitnas) Turki yang menjadi indikator sektor wisata, yakni Bandara
Internasional Ataturk (Ataturk Havalimani) di Istanbul.
Peristiwa terjadi
sekitar pukul 22.00 waktu Turki, bersamaan dengan waktu sahur di Indonesia.
Ada tiga kali ledakan bom, menarget pintu keluar keberangkatan dan kedatangan
penerbangan luar negeri. Hingga saat ini terdapat 42 korban jiwa, dan 239
orang terluka. Akibat kejadian itu, semua akses ke bandara dinonaktifkan.
Semua penerbangan dialihkan ke bandara lain.
Para teroris
melemparkan bom tangan ke tempat pemeriksaan x-ray dan pada saat itu juga
para teroris bentrok dengan pihak keamanan dan polisi.
Seorang teroris
menembak sekelilingnya dengan AK-47, lalu meledakkan dirinya. Para teroris
itu datang dari luar negeri dengan pesawat, serta sempat membuat persiapan di
dalam bandara, tanpa sepengetahuan pihak keamanan.
IS makin incar Turki
Mungkin penyerangan
kali ini dilakukan IS. Aksi teror kali ini mengambil model Brussels, Belgia,
beberapa bulan lalu. Menargetkan wisman dan orang asing, maka berikutnya
guncangan pada sektor wisata Turki dipastikan terjadi. Ironis, sebab Turki
tengah melakukan proses normalisasi dengan Israel dan Rusia. Dari Israel
diharapkan keuntungan ekonomi melalui gas, dari Rusia diharapkan lonjakan
jumlah wisman mancanegara.
Selain itu, Turki
berharap meredakan permainan Rusia melalui proxy-nya, yakni TAK (Teyrebazen
Azadiya Kurdistan Elang Kebebasan Kurdi), kelompok sempalan dari PKK (Partiya
Karkeren Kurdistane)-Partai Pekerja Kurdistan. Masalahnya, siapa yang dapat
meredam barbarisme agresivisme IS terhadap Turki?
Kejadian ini menjadi
lanjutan tragedi rangkaian intensif sejak akhir 2015 yang mengakibatkan
jatuhnya ratusan korban jiwa, di saat sebagiannya dilakukan IS. Oktober 2015
dalam kampanye damai Kurdi di Ankara, double suicide bombings memakan 100
korban jiwa. Januari 2016 di Istanbul, bom bunuh diri IS mengakibatkan 12
wisman Jerman tewas. Februari 2016 di Ankara, ledakan menewaskan 28 korban
jiwa. Maret 2016 di Ankara, jatuh Kizilay 37 orang tewas, Taksim 5 tewas
akibat bom bunuh diri IS. Belum sebulan dari bom mobil Istanbul yang
menewaskan 11 korban jiwa oleh milisi Kurdi, lalu terjadi teror Bandara
Ataturk.
Siapa menang
Ada yang menduga IS
semakin agresif sejak ide normalisasi Turki-Israel digulirkan sejak era PM
Ahmet Davutoglu. Meski dilihat dari habit IS di lapangan yang menyerang
pengungsi Suriah di Kili Turki, menyerang pengungsi Palestina di Yarmouk
Suriah, menyerang sesama muslim pejuang oposisi rezim Assad, sangat meragukan
IS menyerang Turki dengan logika Islam, syariah, atau bahkan dalil jihad yang
benar dan kukuh.
Artinya, ide Turki
tentang normalisasi hanyalah justifikasi baru IS yang sudah lama mengincar
Turki. Meski demikian, harus diakui kebijakan itu berdampak pembelahan di
akar rumput pendukung partai pemerintah AKP Turki. Ketika menetapkan tiga
syarat: 1) Israel meminta maaf ke Turki, 2) Membayar ganti rugi kepada
keluarga korban Mavi Marmara, 3) Membuka blokade Gaza untuk pengiriman
bantuan. Beberapa kalangan gerakan Islamis dan nasionalis mencatat ketika
syarat tersebut disetujui Israel, ini bukan kemenangan sepihak bagi Turki.
Israel juga menang banyak. Pertama, mengenai terbukanya jalur bantuan ke
Gaza. Di satu sisi, Turki akan bangun rumah sakit, sistem kanalisasi air
(bantuan air jernih kerja sama dengan Jerman), listrik, dan infrastruktur
lainnya. Di sisi lain, Turki dipaksa mengakui blokade Jalur Gaza karena
bantuan ke Gaza dari Turki musti melalui Pelabuhan Ashdod berkoordinasi
secara ketat dengan Israel.
Kedua, di satu sisi,
Israel akan memberikan ganti rugi korban Mavi Marmara sebesar US$21 juta dan
akan ditransfer ke salah satu yayasan di Turki. Di sisi lain, Turki diminta
membantu Israel dalam hal lobi pembebasan tentara Israel yang ditawan di
Gaza. Turki juga mesti membatalkan dakwaan terhadap perwira-perwira Israel
yang telah membunuh korban Mavi Marmara.
Ketiga, di satu sisi,
Israel dituntut minta maaf kepada Turki. Di sisi lain, Turki diminta tidak
mengizinkan wilayah negaranya untuk digunakan kegiatan Hamas dan organisasi
sejenis yang memiliki sikap antikolonialisasi Israel.
Keempat, kebijakan
normalisasi Turki Israel ini juga berarti dimulainya kembali dan penguatan
kerja sama intelijen Turki-Israel serta kerja sama penyaluran gas Israel ke
negara-negara Eropa dari Israel melalui Turki dimulai kembali. Dalam upaya
Turki menguatkan ekonominya, dampak politik keamanan dari normalisasi juga
sangat besar. Akhirnya bila terjadi distabilitas politik keamanan terus akan
meruntuhkan ekonomi juga.
Pembelahan akar rumput
Ancaman distabilitas
politik keamanan jelas terbuka ketika pemerintah dihadapkan dukungan akar
rumput yang terbelah. Misalnya, para aktivis IHH, salah satu yayasan
kemanusiaan terbesar yang mayoritasnya pendukung partai pemerintah AKP, kali
ini mengalami pembelahan sikap. Sebagiannya kecewa dengan keputusan yang
diambil pemerintah AKP Turki dan memperingatkan keras akan track record
Israel yang tidak bisa dipercaya.
IHH, sebagai
perwajahan Milli Gorus yang dulu didirikan Necmettin Erbakan, pesimistis
normalisasi hubungan Turki-Israel berusia lama dan Gaza berpotensi untuk
kembali dibombardir Israel.
Israel dilihat
menyetujui tiga prasyarat Turki dengan kompensasi jaminan Turki atas ancaman
keamanan mereka di kawasan. Juga sebab Turki mau bekerja sama menyalurkan gas
Israel ke Eropa, ini di antara yang paling menguntungkan mereka di tengah
penurunan drastik situasi ekonomi domestik Israel.
Pembelahan sikap akar
rumput Turki tentu perlu jadi atensi karena selama ini Turki yang menjadi
satu-satunya negara damai di tengah kekacauan kawasan membutuhkan soliditas
di tengah ragam ledakan terakhir di dalam negeri. Maka perkembangan
selanjutnya bergantung pada efektivitas normalisasi. Apakah normalisasi
dengan Rusia efektif meredam intervensinya terhadap TAK-PKK militan Kurdi,
serta kemudian mendongkrak wisman.
Apakah normalisasi
dengan Israel efektif untuk membantu Gaza, serta meningkatkan ekonomi secara
drastis melalui gas. Melunak tidaknya Milli Gorus dan surut tidaknya pemilih
AKP di domestik Turki pun menunggu hal tersebut meskipun sukses tidaknya
normalisasi tetap masih menyisakan IS sebagai dinamisator utama konflik
kawasan yang entah bagaimana mengendalikannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar