Meredam Gejolak Harga Daging Sapi
Gatot Irianto ;
Pengamat Pertanian dan Pangan
|
KOMPAS, 02 Juli 2016
Keputusan Presiden
meminta harga komoditas daging sapi maksimum Rp 80.000/kg harus didukung.
Cibiran dan pesimisme para kartel daging memang harus dibuktikan melalui
kerja lapangan. Rakyat ingin bukti atas kehadiran pemerintah di tengah
dominannya kartel daging dalam mengatur pasokan dan harga daging.
Pemerintah sudah
melakukan operasi pasar daging, cabai, bawang merah, dan beras di beberapa
tempat. Impor daging dan produk hewan dari zona bebas sesuai PP Nomor 4 Tahun
2016 juga dilakukan. Pasar masih merespons negatif, tecermin dari turbulensi
harga daging masih liar. Hanya beras dan bawang merah harganya stabil.
Pertanyaannya, benarkah kartel daging sangat dominan dalam mengendalikan
pasokan dan harga daging? Benarkah pemerintah tidak berdaya menghadapi kartel
daging, sehingga fenomena melambungnya harga daging sapi terus berulang tanpa
penyelesaian?
Dominasi kartel daging
Apriori dugaan
dominasi kartel daging dalam mengendalikan pasokan dan harga daging benar
adanya. Paling tidak kartel berperan dalam legislasi, yudicial review, penguasaan sapi di sentra sapi Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sampai distruksi harga sapi di
tingkat peternak rakyat.
Kartel daging didukung
negara eksportir sapi melakukan public opinion building saat proses legislasi
sampai lahirnya UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH)
yang mensyaratkan importasi ternak dan produk ternak dilakukan country base
untuk mencegah masukkan penyakit mulut dan kuku (PMK). Revisi UU PKH oleh
pemerintah untuk mengubah country base ke zona base kalah di yudicial review di Mahkamah
Konstitusi. Implikasinya, pasokan bibit, bakalan, dan daging dimonopoli
Australia dan Selandia Baru. Brasil dan India yang belum bebas PMK tidak bisa
mengekspor sapi dan daging ke Indonesia. Padahal, Brasil merupakan eksportir
sapi dan produk ternak terbesar di dunia.
Kartel daging juga
berulah di sentra sapi NTB dan NTT. Kapal pengangkut ternak yang disediakan
pemerintah untuk mengangkut sapi dari NTT dan NTB ke Jakarta tidak ada muatan
karena sapi di sentra ternak dibeli kartel. Kosongnya kapal pengangkut sapi
dipublikasikan secara masif, untuk meruntuhkan mental tempur pejuang
kedaulatan protein hewani. Selain merugi, pasokan daging ke Jakarta
berkurang.
Pemerintah Kabinet
Indonesia Bersatu II juga pernah membuka importasi daging lebih terbuka,
faktanya, harga daging tetap mahal. Artinya, dugaan pasokan dan harga secara
oligarki terbukti. Distruksi juga dilakukan terhadap ternak rakyat, dengan
membanting harga jual ternak dan daging. Banyak peternak kecil gulung tikar
karena harga jual ternak sapi rakyat lebih rendah dibandingkan modal
pembelian ditambah biaya pemeliharaan.
Hancurnya peternak
kecil memosisikan kartel daging leluasa mengatur pasokan harga dan pasokan
daging di lapangan. Impor daging Bulog juga sulit dijual ke pasar karena
digoreng mafia daging di lapangan.
Adanya mafia daging
diperkuat hasil sidang KPPU, 22 April 2016, yang memutuskan 32 perusahaan
penggemukan sapi (feed looter)
dengan tuduhan melakukan praktik kartel atau persekongkolan usaha dan
membayar denda. Perusahaan tersebut telah melanggar Pasal 11 dan Pasal 19
huruf c UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. KPK harus segera melakukan audit investigasi untuk menindak
pelaku usaha yang terbukti melakukan persekongkolan usaha agar rakyat miskin
yang sudah jatuh masih tertimpa tangga.
Mengurai dominasi
kartel daging harus dilakukan secara radikal dan terukur agar tak menimbulkan
korban peternak rakyat. Peningkatan importasi sapi dan produk ternak pasti
berdampak pada pelemahan ekonomi peternak rakyat. Operasi pasar yang
berlebihan dengan frekuensi lebih tinggi secara langsung akan mendistorsi
harga daging, sapi hidup, dan pendapatan peternak. Implikasinya, peternakan
rakyat akan hancur, sehingga pemerintah akan berhadapan apple to apple melawan kartel daging tanpa backup peternak. Padahal, peternak harus jadi aktor utama dalam
merebut kedaulatan daging sapi. Pemerintah harus melindungi melalui bantuan
sapi bakalan untuk digemukkan sebagai kompensasi dampak importasi sapi dan
operasi pasar.
Hasil penelitian
menunjukkan, mahalnya harga daging sapi rakyat terjadi karena: biaya produksi
sapi lokal sangat mahal, produksi karkasnya rendah, harga pakannya mahal.
Implikasinya, daging produksi peternak rakyat kalah bersaing melawan sapi
impor.
Perubahan radikal
dimulai melalui pengadaan ternak dari country base menjadi zona base, diikuti
importasi bibit dan bakalan besar-besaran. Indonesia harus segera membangun
pulau karantina agar dapat memfilter penyakit bawaan ternak, sehingga tidak
mengganggu status Indonesia di Office
International des Epizooties (OIE) yang bebas penyakit mulut dan kuku.
Pengembangan sapi dilakukan dengan sistem ranch di pulau-pulau tanpa penghuni
atau diintegrasikan dengan kelapa sawit dengan sistem ranch. Tujuannya, agar
terjadi kawin alam dan pakannya murah sehingga pertumbuhan berat dan populasi
sapinya maksimal. Dampaknya, harga
daging dan sapi hidup di dalam negeri makin kompetitif. Lebih kompetitif jika
bibit dan bakalan didatangkan dari Brasil yang lebih murah.
Selanjutnya,
pemerintah tidak dipermainkan kartel dan kroninya untuk memotong rantai
distribusi dan pemasaran yang sangat panjang dan mahal. Penguasaan stok
daging yang cukup harus dilakukan agar intervensi pasokan dan harga terukur
serta dapat dilakukan kapan saja.
Sistem informasi pangan
Pemerintah harus
menyelesaikan masalah daging secara komprehensif: mulai penyediaan lahan,
bibit, pakan, pasca panen, pengolahan hasil serta pemasaran dalam sistem
informasi pangan pokok. Data tersebut-sebaran dan jumlah penduduk, tingkat
konsumsi secara spasial dan temporal yang selalu diperbarui-dalam bentuk data
base. Rekontruksi model hubungan asupan (input), sistem, dan luaran (output)
berdasarkan fakta empirik harus dilakukan. Hubungan tersebut memunginkan,
setiap perubahan komponen input terhadap sistem dapat diprediksi output-nya.
Setiap pertambahan penduduk, populasi ternak, peningkatan konsumsi daging
atau pangan per kapita dapat dihitung kecukupan dan harganya menurut ruang
dan waktu. Pemerintah dapat memanfaatkan sistem informasi tersebut sebagai
decision support system tool dalam merebut kedaulatan pangan.
Data luas tanam, umur
tanaman, ternak, waktu panen, produktivitas, produksi, konsumsi pangan harus
dikumpulkan. Potret dan dinamika pasokan maupun harga pangan disertai peran
para pihak dalam rantai produksi dan distribusi harus dapat direkonstruksi
dan dipetakan secara utuh. Penggunaan citra satelit dengan resolusi spasial
dan temporal yang akurat (resolusi pixel 5 meter dengan waktu edar 2 minggu)
sebagai alat untuk memotret dan memperbarui data produksi pangan merupakan komponen
penting dalam menyusun sistem informasi pangan pokok. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar