Lebaran Kebangsaan
JJ Rizal ;
Sejarawan
|
MEDIA
INDONESIA, 05 Juli 2016
LEBARAN ialah
Indonesia dalam format yang kecil (Indonesia
in a nutshell). Ini dinyatakan demi mengingat Indonesia sebagaimana
Lebaran dapat dipahami dengan memandangnya sebagai sesuatu upaya mencapai
nilai yang sama, yaitu nurani.
Jika membaca sejarah
munculnya elite modern pendiri Indonesia, seperti karya Robert van Niel,
betapa jelas frase bersifat terang yang merupakan arti dari kata nurani itu
mendominasi pikiran mereka. Sebab itu, bukunya diberi Van Niel judul The Dawn of Indonesian Nationalism
atau Fajar Nasionalisme Indonesia.
Pada 20 Mei 1908,
berdiri Budi Utomo yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional
dan organisasi itu menunjuk pengutamaan budi dengan menjaga batin atau
nurani. Para tokohnya mengagumi Kartini sebagai orang pertama yang di akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20 rajin menggunakan kias terang sebagai lawan
gelap. "Habis gelap terbitlah terang," kata Kartini. Ini kritik dia
terhadap Ranggawarsita yang pada 1873 mendedahkan karena kejahatan kolonial
tiada lagi cahaya nurani yang ada tinggal suatu zaman gelap.
Pengagungan nurani
Tulisan-tulisan
Kartini menjadi ayat-ayat api yang membakar kaum terpelajar untuk membawa
bangsa dari gelap kepada terang. Antara 1900 dan 1925, banyak pers yang
tumbuh mengiringi gerakan politik modern elite baru itu dengan menggunakan
nama matahari, surya, bintang, fajar, nyala, suluh, sinar, cahaya, dan api.
Soekarno sebagai sosok
yang artikulasinya sangat besar dalam pembentukan Indonesia menyebut dirinya
sebagai 'putra sang fajar'. Ini karena ia lahir dan tumbuh dewasa di zaman
yang gandrung akan kias terang itu. Kemampuan politik Soekarno diasah di
Bandung di bawah asuhan Tjipto Mangoenkoesoemo dari Indische Partij yang
lambangnya cakra. Sebelumnya ia dikader Tjokroaminoto pendiri Sarikat Islam
yang lambangnya bulan bintang.
Nama Sarekat Islam,
satu-satunya partai politik yang berpengaruh besar dalam tahun belasan,
menunjukkan aspek agama dan aspek kebangsaan.
Islam memang dianggap
sama dengan pribumi oleh Belanda. Slam begitu mereka menyebutnya. Sampai di
sini gerakan kebangsaan mengambil sumber nilai pencerahan Islam, juga Eropa,
yang notabene sama, pengagungan nurani.
Jadi, pertimbangan
pertama dan utama untuk bergerak bersama mengimajinasikan Indonesia ialah
nurani. Murni dan terangnya hati nurani akan membisikkan apa yang baik dan
buruk, yang benar dan palsu.
Manifestasinya,
Indonesia ialah buah dari nasionalisme yang antitesis dari kolonialisme, suatu
praktik manusia yang nuraninya kehilangan cahaya sehingga tidak bersifat
terang. Ini karena kejahatan-kejahatan yang dilakukan membuat hatinya zhulm atau gelap, dan menjadikan
mereka orang berdosa atau zalim, artinya melakukan kegelapan.
Soekarno sering
mengutip Arnord Toynbee bahwa suatu bangsa dapat dipahami dengan memandangnya
sebagai suatu siklus. Ia lahir tumbuh dan bukan tak mungkin dalam
perjalanannya dari cita-cita sucinya yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD
1945 terkotori oleh kejahatan.
Akhirnya kejahatan
yang tak disadari menebal menuju kebangkrutan spiritual. Dalam konteks
inilah, seperti manusia, negara pun memerlukan proses pembersihan diri. Negara
perlu Lebaran kebangsaan sebagaimana pernah dilakukan pada masa revolusi
ketika Belanda kembali, sementara elite Republik yang baru lahir terpecah dan
berkonflik.
Hasil kreasi
Demikianlah lahir
istilah halalbihalal yang khas
Indonesia dan tak ada di kamus bahasa Arab. Juga minal aidin wal faidzin. Ada yang menyebut ini hasil kreasi Haji
Agus Salim, ada juga yang bilang buatan AR Bassedan.
Namun, jelas Lebaran
ialah peristiwa yang istimewa dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Saking
istimewanya, orang Indonesia juga lebih senang menggunakan istilah sendiri
daripada istilah dari dunia Arab sana, seperti kata puasa dan Lebaran
ketimbang shaum dan Idul Fitri.
Memang Lebaran dan
puasa dikatakan ialah suatu modifikasi dari perayaan tahunan zaman Hindu
Majapahit yang disebut phalguna caitra dan hakikatnya acara pesta perayaan
menghormati asal-muasal dan semua janji awal keberadaan. Saat itulah jejaring
dari Majapahit berkumpul mengadakan rapat besar untuk meninjau ulang
keberhasilan dan kegagalan kembali pada kesucian tujuan keberadaan.
Soekarno pernah bilang
bahwa Indonesia ialah persambungan dari Majapahit. Banyak yang setuju dan
banyak juga yang mencibir. Namun, terlepas dari itu, Indonesia mewariskan dan
terus membentuk tradisi khas Lebaran, terutama dalam artian Lebaran yang
paling sederhana, bersalaman bermaafan dan pesta pora. Namun, Lebaran
kebangsaan lama terlupakan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar