Pelajaran dari Lee Kuan Yew
Endang Suryadinata
; Lulusan Erasmus Universiteit Rotterdam, Belanda
|
KORAN
JAKARTA, 27 Maret 2015
Mendiang
mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew wafat Senin (23/3) pukul 03.18 waktu setempat
dalam usia 91. Lee memimpin Singapura
sebagai perdana menteri sejak 1959 hingga mundur pada 1990. Lee juga tercatat
sebagai salah satu anggota parlemen terlama di dunia, sejak 2 April 1955 hingga mangkat.
Salah satu
ucapan Lee yang terkenal yang disampaikan
pada tahun 1988, "Bahkan
ketika saya sakit terbaring di tempat tidur, atau bahkan jika saya diturunkan
ke liang kubur, jika saya merasakan ada yang salah dengan Singapura, saya
akan bangun kembali." Ini bukti Lee merasa menyatu dengan negerinya. Tak heran, Singapura berkabung selama 7 hari.
Memang
Singapura maju, tak lepas dari
perjuangan Lee yang digelari Bapak Kemajuan Singapura. Presiden Amerika
Serikat Barack Obama menyebut Lee sebagai tokoh legendaris dan bersejarah.
Maka ada baiknya bangsa Indonesia
juga belajar dari sejarah Lee
dan masa lalu Singapura.
Jika menengok sejarah, Singapura dulu pernah
dijajah Kerajaan Majapahit dari abad ke-13 hingga 15. Namanya masih Temasek.
Dari Majapahit, lalu menjadi wilayah Kesultanan Johor. Namun, para ahli waris
Kesultanan Johor lebih suka berperang antarsaudara daripada membangun,
sehingga akhirnya Singapura terpecah menjadi
Johor-Singapura dan Riau-Lingga (meliputi Riau dan seluruh Kepulauan
Riau).
Kondisi
sering berperang antara
Johor-Singapura dan Riau-Lingga mengundang keterlibatan pedagang penjajah
Eropa. Sesuai Traktat London 1824, Johor-Singapura menjadi milik Inggris dan
Riau-Lingga menjadi milik Belanda. Inggris membangun Johor dan Singapura
menjadi kawasan yang maju pesat. Sedang Belanda menelantarkan pembangunan
Riau-Lingga. Belanda hanya memeras
hasil pajaknya (Barbara Watson Andaya dan Virginia, 1983).
Raffles
sendiri memang sudah membangun Singapura sejak penandatanganan perjanjian
dengan Sultan Hussein, penguasa Singapura pada 1819 (M Pitchay Gani, 2002).
Raffles mendatangkan banyak sekali kuli dari Tiongkok dan Tamil-Sri Lanka untuk memenuhi
Singapura serta menggusur populasi pribumi
Melayu. Tetapi dalam bidang ekonomi,
Raffles memajukan ekonomi Singapura.
Tidak seperti
negeri-negeri tetangganya yang makin ketinggalan, langkah Raffles
membangun sarana dan prasarana. Dia
menertibkan hokum dan menjamin keamanan. Dengan demikian, semua orang merasa aman dan untung membuka
usaha di Singapura. Mereka
memanfaatkan pelabuhan Singapura dan Selat Malaka. Singapura sedikit
mundur ketika datang zaman penjajahan Jepang. Tetapi maju lagi ketika datang
zaman kemerdekaan pada 1957, saat Singapura
masih bergabung dengan Malaysia atau Malaya.
Tahun 1959
Singapura memisahkan diri dan membuat pemerintahan sendiri. Pada tahun
tersebut, Lee Kuan Yew di bawah naungan
partai People’s Action Party berhasil memenangkan pemilu. Dia merebut 41 dari 53 kursi di parlemen.
Ketika naik ke kursi perdana menteri, kas negara Singa dalam keadaan kosong.
Konflik antaretnis sering meletup, penegakan hukum buruk, pengangguran
mencapai 14%. Disiplin masyarakat
rendah. Mereka membuang ludah dan sampah seenaknya.
Kekayaan alam
tidak ada. Luas Singapura hanya 400 kilometr persegi. Tak ada yang menarik
untuk dijual pada kaum wisatawan. Lee mempunyai impian besar bahwa wilayahnya
yang kecil akan menjadi negara bersih,
disiplin, memegang tradisi, dan tentu saja kaya. Impian itu menuntut
konsekuensi perubahan mental dan kerja keras aparat pemerintah bersama rakyat. Sebagai advokat lulusan Cambridge,
Lee terobsesi mewujudkan penegakan hukum.
Lee juga
meminta PBB mengirimkan ahli
ekonominya pada 1960. PBB mengirim Albert Winsemius dibantu IF Tang. Dengan
bantuan mereka, Lee merumuskan strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi
pada keunggulan daya saing dan produktivitas lewat pemerintah bersih serta industrialisasi yang dikawal kaum
profesional.
Lee yakin
bisa mewujudkan mimpinya memajukan Singapura. Pada saat Lee mundur dari kursi
perdana menteri pada 1990, pendapatan per kapita Singapura telah
mencapai 14.000 dollar AS. Angka ini dari
tahun ke tahun terus meningkat seperti
pada 2013 menjadi 61.567
dollar AS atau setara 601, 32 juta
rupiah. Pendapatan perkapita Singapura merupakan tertinggi di dunia.
Lee dan Soeharto
Jadi, kita
melihat peran kepemimpinan, profesionalitas, penegakan hukum, dan disiplin
menjadi kunci kemajuan Singapura. Lee
memang mengaku memimpin dengan tangan besi. Menurut dia, tanpa tangan besi,
Singapura tidak akan maju.
Perdana
Menteri pertama Singapura ini juga menjadi sahabat mendiang Presiden
Soeharto. Keduanya merupakan sahabat dekat. Gaya kepemimpinan keduanya
pun nyaris tidak berbeda jauh. Mereka
juga sama-sama mengutamakan pembangunan sektor ekonomi dan menuju
industrialisasi. Petumbuhan ekonomi Indonesia juga tinggi di era Soeharto.
Bahkan negeri ini sempat sukses berswasembada beras pada 1985.
Sayang sekarang Indonesia banyak impor beras. Daerah Otoritas Batam
adalah wujud persahabatan Lee dan Soeharto.
Kedua
negarawan tersebut juga sama-sama tidak begitu senang demokrasi. Negara di
bawah keduanya serbadikontrol.
Jeleknya, kedua mendiang tersebut
merasa paling memiliki negara masing-masing, sehingga anak dan kerabat
dekat pun ikut campur mengurus negara.
Jika dulu ada
anak Soeharto mengurus jalan tol yang memperlihatkan KKN. Di Singapura pun begitu.
Keduanya juga sama-sama lama berkuasa. Lee 31 tahun. Soeharto 32 tahun.
Bedanya, Indonesia belum bisa maju seperti Singapura karena berbagai faktor.
Di antaranya, wilayah Indonesia yang
luas, penegakan hokum lemah, serta
merajalelanya korupsi. Semoga Indonesia mampu memetik pelajaran dari Lee dan
Singapura dalam: etos kerja, disiplin, penegakan hukum yang adil, serta
kebersihan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar