Sensitivitas Tunjangan Mobil Pejabat
Suyatno ; Analis Politik Pemerintahan pada FISIP
Universitas Terbuka
|
MEDIA
INDONESIA, 08 April 2015
RESPONS cepat ditunjukkan
Presiden Joko Widodo setelah sempat `kecolongan' karena menandatangani
perpres yang isinya tak sejalan dengan spirit pemerintahannya dengan perintah
untuk dicabut. Sebelumnya beragam reaksi penolakan diungkapkan sejumlah
elemen masyarakat menanggapi langkah menaikkan anggaran uang muka pembelian
kendaraan bagi pejabat. Rumusan awal yang tidak sesuai dengan konteks
dinamika yang sekarang sedang berjalan menjadi latar atas pencabutan itu.
Lebih dari itu, langkah cepat tersebut telah menganulir dugaan bahwa
kebijakan itu memunculkan pertanda lemahnya Presiden Jokowi akan komitmen
kerakyatannya.
Buruknya administrasi dan
komunikasi birokrasi di sekelilingnya diduga membuat Presiden Jokowi tidak
mengetahui isi kebijakan yang ditandatanganinya. Perpres Nomor 39 Tahun 2015
itu hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010
yang menyebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp116.650.000 menjadi Rp210,890
juta. Pemberian sejumlah fasilitas penting dalam menjalankan tugas pejabat
negara ialah hal yang lumrah. Namun, itu harus dilakukan secara wajar dan
dalam kondisi yang tepat. Sebagai pejabat, tunjangan dan fasilitas akan
melekat pada jabatannya tersebut.
Sensitif
Sejumlah hal dapat dilihat
menjadi penyebab reaksi terhadap penaikan tunjangan uang muka pembelian mobil
pejabat. Salah satunya terkait dengan kondisi ekonomi negara yang belum pro
pada rasa kesejahteraan rakyat kecil. Berapa banyak rakyat yang mengeluh
akibat kenaikan harga kebutuhan mereka sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Rakyat akan menerima pemberian
fasilitas kepada para pejabatnya bila merasa kondisi ekonomi mereka baik
sebagai hasil kebijakan dan kinerja pejabatnya. Rakyat yang sejahtera akan
rela bahkan bangga bisa memberikan penghargaan fasilitas kepada pejabatnya. Namun,
timing yang dipilih saat ini
menunjukkan ketimpangan. Banyak pejabat belum menunjukkan kiprah yang
memuaskan masyarakat. Mereka yang mendapat uang muka itu ialah anggota DPR,
anggota DPD, hakim agung, hakim konstitusi, anggota BPK, dan anggota Komisi
Yudisial.
Jumlah anggaran yang dipakai
untuk tunjangan juga bukan sedikit, dan berdasar ketentuan perundangannya ada
753 pejabat. Perinciannya 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 40 hakim MA, 9
hakim MK, 5 anggota BPK, dan 7 anggota KY. Total anggaran sekitar Rp158, 800
miliar.Sungguh jumlah yang besar untuk ukuran masyarakat bawah.
Jangan politis
Sebab sensitivitas lainnya
sempat bergelayut di benak publik ialah asal inisiatif kebijakan akan
memunculkan pandangan yang juga kontroversial. Kebijakan ini bukan murni
berasal dari pihak eksekutif.Perlu dicatat, berdasarkan data dari Sekretariat
Kabinet, usul tunjangan mobil berawal pada 5 Januari 2015 Ketua DPR-RI Setya
Novanto melalui surat Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015 meminta dilakukan revisi
besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk
pembelian kendaraan perorangan.
Muasal itu akan memunculkan
pandangan publik jangan sampai pemerintah hanya mengedepankan akomodasi
politik. Publik tak ingin kepentingan beberapa gelintir elite lebih
diperhatikan dan kurang memperhatikan kondisi rakyat secara keseluruhan. Hal
itu terkait dengan dana yang dihabiskan mencapai hampir Rp159 miliar,
sementara rakyat Indonesia sebagian besar masih dalam lilitan kemiskinan.
Uang sebanyak itu tentu masih sangat dibutuhkan bagi perbaikan kondisi
masyarakat kita.
Publik tidak ingin tunjangan
mobil pejabat membenarkan dugaan pemerintahan Jokowi terjebak dalam politik
dilema. Bila permintaan tunjangan dikabulkan, ia dianggap melupakan
komitmennya kepada dan akan ditinggalkan rakyat, tetapi jika tidak
dikabulkan, akan menghadapi reaksi politik dari anggota DPR.
Lebih memilih tindakan cerdas
dapat memunculkan solusi akan membuat pihak lain kesulitan untuk mendiktekan
tindakannya. Pemerintah ternyata bisa merencanakan sendiri apa yang dianggap
baik dalam mengatasi persoalan kehidupan bersamanya. Rencana yang baik akan
menghindarkan tindakan yang hanya reaktif karena sudah tersusun secara rapi
apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Proyek fenomenal
Perpres memang telah dicabut. Muncul
momentum sejumlah pilihan tindakan bisa diambil pemerintah terkait dengan
fenomena itu baik saat ini maupun di waktu mendatang. Pertama, dari fungsi
komunikasi pemerintahan ada sejumlah tindakan yang bisa diambil pemerintah.
Hal itu mesti dilandasi dengan pemikiran dasar aktivitas pemerintah menjadi
pemberi pelayanan terbaik bagi masyarakat. Pemikiran itu didukung dengan
kecakapan mengelola administrasi dan komunikasi di tubuh pemerintahan.
Melayani masyarakatnya
menempati posisi yang utama. Hakikat pelayanan kepada masyarakat bermakna
menciptakan kondisi yang kondusif. Hal itu memungkinkan bagi setiap anggota
masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi menciptakan
kemajuan bersama tanpa pengaruh tekanan pihak tertentu.
Kedua, pemerintah berhak
menjelaskan mungkin-tidaknya sebuah kebijakan diambil pada situasi atau
kondisi dan waktu yang diinginkan. Dengan cara yang santun bisa disampaikan
hal itu kepada politikus dan pejabat lembaga negara lainnya. Di sini faktor
komunikasi memegang peranan yang sentral. Bila memang dirasa tidak mungkin,
pemerintah sebenarnya tidak perlu memaksakan diri. Bangsa ini masih banyak
memiliki pekerjaan yang harus ditangani secara serius. Upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat baik jangka pendek maupun panjang jauh lebih penting
untuk segera dilakukan.
Ketiga, lebih mendengarkan
aspirasi rakyatnya memang utama. Apalagi kalau dikembalikan pada fungsi
pemerintahan. Rakyatlah yang menjadi sasaran dan alasan utama tindakan
pemerintah. Pelayanan yang diperuntukkan mereka tentu tidak ditujukan untuk
membuat hidup mereka menjadi tidak tenang. Taruhlah pemerintah siap untuk
tidak populer dalam mengambil kebijakan demi rakyat, tetapi kesiapan itu
lebih diperuntukkan kepentingan umum yang luas penting dan mendesak. Kehidupan
bersama sebagai sebuah negara merupakan kesepakatan dari masyarakat yang kini
menjadi rakyat. Pemerintah ialah pemegang amanat mereka. Kekuasaan berasal
dari dan untuk rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar