Kamis, 09 April 2015

Sensitivitas Tunjangan Mobil Pejabat

Sensitivitas Tunjangan Mobil Pejabat

Suyatno  ;  Analis Politik Pemerintahan pada FISIP Universitas Terbuka
MEDIA INDONESIA, 08 April 2015

                                                                                                                                                            
                                                                                                                                                           

RESPONS cepat ditunjukkan Presiden Joko Widodo setelah sempat `kecolongan' karena menandatangani perpres yang isinya tak sejalan dengan spirit pemerintahannya dengan perintah untuk dicabut. Sebelumnya beragam reaksi penolakan diungkapkan sejumlah elemen masyarakat menanggapi langkah menaikkan anggaran uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat. Rumusan awal yang tidak sesuai dengan konteks dinamika yang sekarang sedang berjalan menjadi latar atas pencabutan itu. Lebih dari itu, langkah cepat tersebut telah menganulir dugaan bahwa kebijakan itu memunculkan pertanda lemahnya Presiden Jokowi akan komitmen kerakyatannya.
Buruknya administrasi dan komunikasi birokrasi di sekelilingnya diduga membuat Presiden Jokowi tidak mengetahui isi kebijakan yang ditandatanganinya. Perpres Nomor 39 Tahun 2015 itu hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 yang menyebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp116.650.000 menjadi Rp210,890 juta. Pemberian sejumlah fasilitas penting dalam menjalankan tugas pejabat negara ialah hal yang lumrah. Namun, itu harus dilakukan secara wajar dan dalam kondisi yang tepat. Sebagai pejabat, tunjangan dan fasilitas akan melekat pada jabatannya tersebut.
Sensitif
Sejumlah hal dapat dilihat menjadi penyebab reaksi terhadap penaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat. Salah satunya terkait dengan kondisi ekonomi negara yang belum pro pada rasa kesejahteraan rakyat kecil. Berapa banyak rakyat yang mengeluh akibat kenaikan harga kebutuhan mereka sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Rakyat akan menerima pemberian fasilitas kepada para pejabatnya bila merasa kondisi ekonomi mereka baik sebagai hasil kebijakan dan kinerja pejabatnya. Rakyat yang sejahtera akan rela bahkan bangga bisa memberikan penghargaan fasilitas kepada pejabatnya. Namun, timing yang dipilih saat ini menunjukkan ketimpangan. Banyak pejabat belum menunjukkan kiprah yang memuaskan masyarakat. Mereka yang mendapat uang muka itu ialah anggota DPR, anggota DPD, hakim agung, hakim konstitusi, anggota BPK, dan anggota Komisi Yudisial.
Jumlah anggaran yang dipakai untuk tunjangan juga bukan sedikit, dan berdasar ketentuan perundangannya ada 753 pejabat. Perinciannya 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 40 hakim MA, 9 hakim MK, 5 anggota BPK, dan 7 anggota KY. Total anggaran sekitar Rp158, 800 miliar.Sungguh jumlah yang besar untuk ukuran masyarakat bawah.
Jangan politis
Sebab sensitivitas lainnya sempat bergelayut di benak publik ialah asal inisiatif kebijakan akan memunculkan pandangan yang juga kontroversial. Kebijakan ini bukan murni berasal dari pihak eksekutif.Perlu dicatat, berdasarkan data dari Sekretariat Kabinet, usul tunjangan mobil berawal pada 5 Januari 2015 Ketua DPR-RI Setya Novanto melalui surat Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015 meminta dilakukan revisi besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan.
Muasal itu akan memunculkan pandangan publik jangan sampai pemerintah hanya mengedepankan akomodasi politik. Publik tak ingin kepentingan beberapa gelintir elite lebih diperhatikan dan kurang memperhatikan kondisi rakyat secara keseluruhan. Hal itu terkait dengan dana yang dihabiskan mencapai hampir Rp159 miliar, sementara rakyat Indonesia sebagian besar masih dalam lilitan kemiskinan. Uang sebanyak itu tentu masih sangat dibutuhkan bagi perbaikan kondisi masyarakat kita.
Publik tidak ingin tunjangan mobil pejabat membenarkan dugaan pemerintahan Jokowi terjebak dalam politik dilema. Bila permintaan tunjangan dikabulkan, ia dianggap melupakan komitmennya kepada dan akan ditinggalkan rakyat, tetapi jika tidak dikabulkan, akan menghadapi reaksi politik dari anggota DPR.
Lebih memilih tindakan cerdas dapat memunculkan solusi akan membuat pihak lain kesulitan untuk mendiktekan tindakannya. Pemerintah ternyata bisa merencanakan sendiri apa yang dianggap baik dalam mengatasi persoalan kehidupan bersamanya. Rencana yang baik akan menghindarkan tindakan yang hanya reaktif karena sudah tersusun secara rapi apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Proyek fenomenal
Perpres memang telah dicabut. Muncul momentum sejumlah pilihan tindakan bisa diambil pemerintah terkait dengan fenomena itu baik saat ini maupun di waktu mendatang. Pertama, dari fungsi komunikasi pemerintahan ada sejumlah tindakan yang bisa diambil pemerintah. Hal itu mesti dilandasi dengan pemikiran dasar aktivitas pemerintah menjadi pemberi pelayanan terbaik bagi masyarakat. Pemikiran itu didukung dengan kecakapan mengelola administrasi dan komunikasi di tubuh pemerintahan.
Melayani masyarakatnya menempati posisi yang utama. Hakikat pelayanan kepada masyarakat bermakna menciptakan kondisi yang kondusif. Hal itu memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi menciptakan kemajuan bersama tanpa pengaruh tekanan pihak tertentu.
Kedua, pemerintah berhak menjelaskan mungkin-tidaknya sebuah kebijakan diambil pada situasi atau kondisi dan waktu yang diinginkan. Dengan cara yang santun bisa disampaikan hal itu kepada politikus dan pejabat lembaga negara lainnya. Di sini faktor komunikasi memegang peranan yang sentral. Bila memang dirasa tidak mungkin, pemerintah sebenarnya tidak perlu memaksakan diri. Bangsa ini masih banyak memiliki pekerjaan yang harus ditangani secara serius. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik jangka pendek maupun panjang jauh lebih penting untuk segera dilakukan.
Ketiga, lebih mendengarkan aspirasi rakyatnya memang utama. Apalagi kalau dikembalikan pada fungsi pemerintahan. Rakyatlah yang menjadi sasaran dan alasan utama tindakan pemerintah. Pelayanan yang diperuntukkan mereka tentu tidak ditujukan untuk membuat hidup mereka menjadi tidak tenang. Taruhlah pemerintah siap untuk tidak populer dalam mengambil kebijakan demi rakyat, tetapi kesiapan itu lebih diperuntukkan kepentingan umum yang luas penting dan mendesak. Kehidupan bersama sebagai sebuah negara merupakan kesepakatan dari masyarakat yang kini menjadi rakyat. Pemerintah ialah pemegang amanat mereka. Kekuasaan berasal dari dan untuk rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar