Pengarusutamaan
Pemuda
Imam Nahrawi ;
Menteri Pemuda dan Olahraga
|
KOMPAS, 29 Oktober
2016
Dalam lima tahun terakhir, diskursus tentang
kepemudaan Indonesia terus mengalami perkembangan yang sangat bagus. Isu-isu
tentang kepemudaan terus mewarnai perbincangan media massa. Misalnya soal
kontribusi pemuda dalam menggerakkan sektor ekonomi nasional, munculnya
pemimpin-pemimpin muda di ajang pemilihan kepala daerah,serta peran pemuda
Indonesia di forum-forum perubahan iklim ataupun dialog kebudayaan
internasional.
Menguatnya diskursus kepemudaan itu juga
didorong isu bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia sejak 2015, yang
akan berpuncak pada 2020- 2035. Melalui bonus demografi ini, Indonesia akan
menerima anugerah berupa tingginya angka usia produktif selama lebih kurang
15 tahun, yang komponen utama di dalamnya tentu saja adalah para pemuda.
Dengan jumlah 61,8 juta pemuda atau sekitar 25
persen dari total penduduk Indonesia (BPS; 2014), sejatinya eksistensi pemuda
Indonesia dalam kehidupan berbangsa-bernegara sangat signifikan. Merekalah
yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa ini di semua sektor
kehidupan. Merawat 61,8 juta pemuda ini sama saja dengan merawat
keberlangsungan Indonesia.
Kontribusi besar
pemuda
Secara kuantitas, jumlah pemuda Indonesia
cukup besar. Namun, dalam kenyataannya, kita belum secara sungguh-sungguh
menempatkan pemuda sebagai ujung tombak dari pembangunan nasional kita.
Jargon bahwa pemuda adalah harapan bangsa, pemuda adalah agen perubahan, lebih
sering berhenti di retorika tetapi minim dalam implementasi pergerakannya.
Angka partisipasi pemuda dalam pengambilan
kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah, masih rendah. Di desa-desa,
musyawarah rencana pembangunan desa mayoritas dihadiri orang- orang tua.
Musyawarah rencana pembangunan di kabupaten/kota dan provinsi jarang sekali
terlihat ada pimpinan organisasi kepemudaan daerah yang diajak bicara saat
membahas APBD. Pun di pusat, setali tiga uang. Program prioritas kepemudaan
didiskusikan dan diputuskan orang-orang tua dengan perspektif orang tua.
Keterlibatan pemuda dalam perencanaan
pembangunan murni mengandalkan representasi politik mereka di parlemen
melalui partai politik. Sementara Badan Parlemen Dunia Inter- Parliamentary
Union (IPU) mencatat bahwa parlemen Indonesia—dalam hal ini DPR—berada di
urutan ke-33 dalam hal proporsi anggota parlemen usia di bawah 30 tahun
dengan persentase 2,9 persen atau tidak lebih dari 17 orang dari 560 anggota
DPR (dpr.go.id). Artinya, sangat tidak proporsional jika dibandingkan dengan
persentase jumlah pemuda yang mencapai 25 persen dari total penduduk
Indonesia.
Padahal, hari ini potensi anak muda Indonesia
sangat luar biasa. Hampir setiap saat kita mendapatkan kabar baik tentang
bagaimana pemuda-pemuda kita memenangi kompetisi di ajang internasional,
mulai dari ajang olimpiade sains, olahraga, kompetisi musik, film, lingkungan
hidup, dan socialprenuer lainnya. Mereka mengharumkan nama bangsa dan
negaranya secara mandiri tanpa harus ”merepotkan” negara.
Tahun 2015, Kementerian Perdaganganmerilis
bahwa terdapat 62 start up Indonesia yang kebanjiran dana investasi hingga
puluhan triliun rupiah. Omzet belanja daring (e-commerce) Indonesia pada 2015
dilaporkan mencapai Rp 200 triliun lebih. Angka ini sungguh fenomenal. Semua
orang tahu, di balik itu semua mayoritas pelakunya adalah anak-anak muda,
entah ia sebagai produsen, distributor, atau bahkan pangsa pasarnya.
Hari ini banyak muncul CEO muda yang usianya
di bawah 30 tahun. Pada usia muda, mereka sudah dipercaya memimpin
perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional yang beromzet puluhan miliar
bahkan ratusan miliar rupiah per tahun.
Tahun 2016, majalah Forbes merilis ada 17
putra-putri Indonesia yang masuk daftar ”30 Under 30 Asia” yang dianggap
menjanjikan. Mereka datang dari berbagai latar belakang dan sebagian besar
merupakan pengusaha, serta pendiri perusahaan. Salah satunya adalah Ferry
Unardi, berusia 28tahun, Cofounder and CEO Traveloka.
Berdasarkan data itu, sungguh ironi jika kita
tidak berbicara tentang pengarusutamaan pemuda. Ironi, jika kita menganggap
remeh potensi anak muda Indonesia. Sama ironinya dengan mengabaikan fakta
bahwa seluruh perubahan besar di negeri ini selalu tidak lepas dari
kontribusi besar para pemuda.
Pihak United Nations Children’s Fund (Unicef)
bahkan melakukan studi tentang partisipasi pemuda dalam strategi pengentasan
rakyat dari kemiskinan dan perencanaan pembangunan nasional di tujuh region
di dunia. Berdasarkan hasil studi itu, banyak perencanaan pembangunan nasional
negara-negara anggota PBB tersebut yang kurang memperhatikan prioritas
kebutuhan kaum muda.
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nation
Economic and Social Council/Ecosoc) tahun 1997 bahkan mendefinisikan secara
khusus tentang pengarusutamaan pemuda (youth mainstreaming), yaitu proses
penilaian besarnya pengaruh (terhadap pemuda) dari tindakan yang telah
direncanakan, termasuk pembuatan undang-undang, kebijakan atau program, dalam
semua bidang dan pada semua tingkatan.
Tiga kerangka
kebijakan
Memperkuat hal itu, Kementerian Pemuda dan
Olahraga telah menyiapkan tiga kerangka kebijakan untuk mendukung upaya
pengarusutamaan pemuda dalam pembangunan nasional. Pertama, draf Peraturan
Presiden tentang Pembangunan Kepemudaan Lintas Sektor, yang nantinya akan menjadi
pedoman bagi kementerian/lembaga dalam memberikan titik tekan kepemudaan di
setiap program dan kegiatan kementerian/lembaga.
Kedua, menyiapkan Indeks Pembangunan
Kepemudaan, yang nantinya akan menjadi tolok ukur nasional ataupun daerah
terkait capaian program-program kepemudaan.
Ketiga, menyiapkan penghargaanyang disebut
Kota Pemuda. Lewat gagasan ini diharapkan memacu pemerintah daerah untuk
lebih memperhatikan isu kepemudaan dan juga melibatkan pemuda dalam proses
pengambilan kebijakan di daerah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar