Memutus Simpul Gordius
L Wilardjo ;
Guru Besar Fisika dan Dosen
PDIH Universitas Diponegoro
|
KOMPAS, 20 Oktober
2016
Sabtu, 15 Oktober
2016, Kompas memasang karikatur sebagai pembuka rubrik Opini. Dalam karikatur
itu (tokoh yang mirip) Jokowi memotong pethit naga dengan kelewangnya. Yang
tertebas hanya ujung ekor naga itu, sedangkan mulut naga tersebut, dengan
gigi-gigi dan taringnya yang tajam, mengancam si pemotong pethit.
Karikatur itu
mengiringi pelantikan Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM dan Arcandra Tahar
sebagai wakilnya. Barangkali karikaturis Kompas hendak menyiratkan tidak
tuntasnya penyelesaian kontroversi ”angkat-pecat-angkat”-nya Arcandra Tahar.
Sesuai tekad Jokowi
untuk membuat Indonesia tidak lagi ”memunggungi laut”, Arcandra yang punya
keahlian dan pengalaman dalam eksploitasi migas laut-dalam dipanggil pulang
dari Amerika, lalu diangkat jadi menteri ESDM. Namun, setelah resmi
melepaskan kewarganegaraan AS-nya. Arcandra menjadi nirnegara (stateless)
karena kewarganegaraan Indonesia-nya otomatis hilang ketika ia bersumpah
setia kepada AS.
Maka, diskresi
diterapkan untuk mengembalikan status Arcandra sebagai WNI tanpa proses
permohonan yang antara lain mempersyaratkannya untuk bertempat-tinggal di
Indonesia selama lima tahun. Lalu hak prerogatif dipakai Presiden untuk
mendudukkan Arcandra di kursi Wakil Menteri ESDM.
Masih adakah yang
mempertanyakan keabsahan penyelesaian sama-sama menang ini dengan memakai UU
tentang kewarganegaraan dan tentang pejabat negara? Semoga tidak!
Kalau naga yang
kepalanya mbanggel itu menyiratkan soal integritas, ya, wajar, asal
pembicaraan tentang integritas itu tidak menimbulkan kegaduhan politik. Dalam
Perang Bharatayudha, ada tahap ketika pihak Pandawa terdesak dan terjepit
oleh siasat senopati Kurawa, Pendeta Durna. Resep botoh Pandawa, Prabu Sri
Batara Kresna, untuk ke luar dari situasi genting itu dua. Pertama, Abimanyu
dikorbankan demi membedah kepungan pasukan Kurawa. Kedua, Durna dibikin
linglung dengan menyiarkan berita bohong bahwa Aswatama mati.
Aswatama ialah putra
kesayangan Durna. Sebenarnya yang mati bukan dia, melainkan gajah bernama
Hestitama. Prabu Puntadewa, raja Amarta, dan sulungnya Pandawa diminta Kresna
agar melirihkan kata ”Hesti2 jika menyebutkan nama gajah tersebut. Dengan
begitu, Durna mengira bahwa Puntadewa mengatakan ”Aswatama”. Puntadewa yang
seumur hidupnya belum pernah berbohong terpaksa mau menuruti muslihat Kresna
demi mengatasi situasi kritis yang mengancam pihak Pandawa. Dia melakukan
penyesatan. Dia melakukan the sin of omission. Dia tidak menyatakan
kebenaran, kebenaran yang sepenuhnya, dan tiada lain selain kebenaran.
Arcandra dan Einstein
Arcandra jujur ketika
ia mengaku sebagai orang Indonesia dari Padang yang bahasa Indonesianya
medhok. Namun, ia tidak mengatakan bahwa dirinya bukan lagi WNI sejak
bersumpah setia kepada Amerika. Mungkin dia tidak tahu bahwa ke-WNI-annya
sudah tanggal. Namun, ia juga tidak mengatakan apa yang diketahuinya, yakni
bahwa ia berkewarganegaraan Amerika. Ia melakukan dosa omisi seperti Prabu
Puntadewa. Presiden Jokowi memaafkan dosa omisi itu dan memulihkan ke-WNI-an
Arcandra serta memperbantukannya kepada Ignasius Jonan sebagai Wakil Menteri
ESDM.
Di UUD AS, ada
amandemen ke-5 yang membenarkan saksi menolak memberi kesaksian dengan alasan
kesaksiannya itu akan membuat dia terlibat dalam perkara yang sedang
disidangkan di pengadilan. Sebagai warga negara Amerika, wajar kalau Arcandra
mengetahui amandemen itu sehingga ia memilih untuk tidak memberi kesaksian
tentang status kewarganegaraannya.
Kasus Arcandra Tahar
dapat dibandingkan dengan kasus Albert Einstein, Webner von Braun, dan Kurt
Goedel. Karena kehebatannya dalam fisika teori dan sikap pasifis (cinta
damai) dan anti militerismenya, Einstein diundang Pemerintah AS untuk menjadi
warga negara Amerika dengan kedudukan sebagai guru besar di Institute of
Advanced Theoretical Physics, Universitas Princeton, New Jersey. Itu seusai
Perang Dunia I. Einstein tiba di Pelabuhan Boston pada 1921.
Wehrner von Braun
ialah ahli peroketan Jerman. Seusai Perang Dunia II, ia diundang untuk jadi
warga AS dan diminta ikut mengembangkan teknologi peroketan AS. Kurt Goedel
ialah logikawan yang hebat. Ia orang Jerman kelahiran Ceko. Dulu
Ceko-Slowakia memang menjadi bagian dari Kekaisaran Jerman Raya. Einstein
dulu juga diundang dari Zuerich, Swiss, tempat ia bekerja sebagai guru besar
di ETH (Sekolah Tinggi Teknologi Federal, Swiss), untuk jadi guru besar di
Universitas Jerman di Praha.
Goedel tidak diberi
kewarganegaraan AS secara otomatis. Dia harus melalui prosedur biasa,
termasuk menempuh ujian lisan melalui wawancara di Dinas Layanan Imigrasi dan
Naturalisasi. Ketika menempuh ujian lisan itu, ia ditemani Einstein dan guru
besar lain dari Universitas Princeton, yakni Oskar Morgenstern.
Arcandra dipanggil
dari Amerika ke Indonesia oleh Presiden Jokowi karena keahliannya dibutuhkan
Indonesia. Pada masa Orde Baru, BJ Habibie dipanggil pulang dari Jerman oleh
Soeharto karena keahliannya di bidang desain dan manufaktur pesawat terbang
dibutuhkan negara kita. Bedanya, Habibie hanya berstatus sebagai
petinggal-tetap (permanent resident), pemegang kartu biru (blaue Karte) di
Jerman. Sementara Arcandra bukan hanya pemegang kartu hijau (green card).
Tanpa diketahui sebelumnya oleh Presiden Jokowi, ia berstatus sebagai warga
negara Amerika.
Arcandra dan Gordius
”Memotong pethit naga”
serupa (tetapi tidak setuntas) ungkapan ”menetak simpul Gordius” yang ada
dalam pelajaran sejarah sewaktu saya SMP dulu. Dalam legenda Yunani, seorang
nujum bernubuat bahwa siapa pun yang pertama memasuki negara-kota Phyrgia
dengan pedati, ia akan jadi raja Phyrgia berikutnya. Gordius, seorang petani
yang lugu, kebetulan memasuki Phyrgia itu dengan pedatinya. Maka ia pun
dinobatkan oleh warga negara-kota itu menjadi raja.
Gordius sangat
bersyukur. Ia lalu mempersembahkan pedatinya kepada para dewa. Dilepaskannya
sapinya. Ia lalu menambatkan gerobaknya ke sebatang tonggak di tengah kota
Phyrgia, dengan simpul yang sangat rumit. Tak ada seorang pun yang dapat
mengudari simpul itu. Ramalan berikutnya, juga dari seorang nujum,
menyebutkan bahwa siapa pun yang mampu menguraikan simpul Gordius itu akan
menjadi raja Asia.
Pada 333 SM, seorang
penakluk masuk ke Phyrgia. Ia menebas simpul Gordius dengan pedangnya yang
tajam. Maka terurailah simpul Gordius itu, dan—benar saja—satria penakluk itu
kemudian jadi penguasa Asia-Eropa. Dia adalah Iskandar Zulkarnain, yang
kemudian disebut Iskandar Yang Agung.
Dengan keputusannya
yang tegas untuk memasukkan kembali Jonan-Arcandra ke dalam kabinet kerjanya,
Jokowi bertindak bagaikan Iskandar Zulkarnain yang menebas simpul Gordius
dengan pedangnya. Dengan keputusan yang tegas, terurailah keruwetan masalah
pengisian kursi Menteri ESDM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar