Memberantas
Pungli
Adi Andojo Soetjipto ;
Mantan Ketua Muda Mahkamah
Agung
|
KOMPAS, 22 Oktober
2016
Memberantas pungutan
liar alias pungli tidaklah mudah. Mengapa memberantas pungli tidaklah mudah?
Hal itu tidak lain karena-dari sejarahnya-pungli di negeri ini tidak dianggap
sebagai suatu kejahatan, tetapi lebih sebagai kebiasaan yang sudah membudaya.
Kita tahu bahwa sejak
zaman kerajaan-kerajaan kuno di negeri ini sudah ada yang namanya upeti. Di
zaman penjajahan Belanda juga sudah ada ungkapan "voor wat, Hoort
wat", yang artinya 'untuk apa, tentu ada apa-apanya'. Ini juga berarti
semacam balas budi saja. Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan
perkembangan zaman, kebiasaan ini menjadi berkembang sebagai keharusan yang
dipaksakan jika seseorang membutuhkan pelayanan publik dari petugas yang
berwenang untuk mengurusnya. Sejak itu pungli baru dianggap sebagai suatu
kejahatan.
Repotnya, pungli ini
terjadi di hampir segala lapisan masyarakat sehingga sangat sulit diberantas.
Buktinya, pada zaman pemerintah Soeharto dahulu, sudah ada usaha untuk
memberantas pungli dengan kejadian: Menteri Penertiban Aparatur Negara JB
Sumarlin menyamar sebagai rakyat biasa. Ia menginspeksi mendadak ke satu
rumah sakit dan menindak langsung petugas yang melakukan pungli.
Tindakan Sumarlin ini
memang menghilangkan pungli untuk sementara saja. Selanjutnya, dalam
memberantas pungli ada juga tindakan pemerintah Orde Baru yang dinamakan
opstib (operasi penertiban) dengan mengeluarkan antara lain Keppres No 12/1970.
Juga ada Inpres No 9/1977 tentang Operasi Penertiban, dan Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum dengan Keppres No 37/009. Semua itu intinya untuk
memberantas pungli, yang ternyata tidak berhasil.
Jangan gebrakan sesaat
Perbuatan pungli
sampai sekarang ternyata semakin marak, bahkan sampai merasuk pada
instansi-instansi resmi, pada penegakan hukum dan pemerintah yang sangat
sukar untuk dilacak. Kekecualian hanya terjadi apabila ada pelaku yang
tertangkap tangan, seperti yang baru-baru ini terjadi di Kementerian
Perhubungan pada Selasa (11/10) lalu. Itu pun, menurut sementara orang,
terkesan sensasional karena dihadiri sendiri oleh Presiden Jokowi dan Kepala
Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, di mana Presiden Jokowi mencanangkan
aba-aba: "Stop Pungli".
Hal ini hendaknya
tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, yang hanya merupakan gebrakan sesaat,
yang nasibnya hanya meledak sesaat kemudian langsung hilang di perjalanan.
Saya berharap tidak akan demikian halnya, tetapi terus berjalan hingga
terberantas bersih sampai ke akar-akarnya.
Ke depan, semoga tidak
pernah ada lagi seseorang maupun petugas pelayanan di segala lapisan
masyarakat pada instansi-instansi hukum dan pemerintahan yang akan berani
melakukan perbuatan pungli, apalagi di bawah pimpinan Presiden Jokowi yang
telah bertekad untuk mengadakan "Revolusi Mental".
Hendaknya masyarakat
pun ikut mematuhi Presiden Jokowi yang telah mencanangkan aba-aba "Stop
Pungli", dan mendukung program pemerintah untuk menghilangkan pungli
dari segala macam urusan di Indonesia. Semoga program pemerintah saat ini
akan berhasil terlaksana dengan lancar.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar