Mirna
Selesai, Jessica Berlanjut
Moh Mahfud MD ;
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum
Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN;
Ketua MK-RI 2008-2013
|
KORAN SINDO, 29 Oktober
2016
Seperti diduga sebelumnya, apa pun isi putusan
hakim atas kasus pembunuhan Mirna yang didakwakan kepada Jessica, pasti
memicu kontroversi panas. Demikianlah, setelah Ketua Majelis Hakim Kisworo
mengetukkan palu penghukuman penjara selama 20 tahun kepada Jessica pada
pukul 17.00 WIB, Kamis kemarin, lusa kontroversi betul-betul memanas.
Televisi-televisi besar menjadikannya sebagai
berita ”pro-kontra” sepanjang malam tanpa henti, sosial media ribut juga
penuh kontroversi. Sebagai mantan hakim yang pernah menangani banyak kasus,
saya tahu persis dan sudah pernah menulis di harian ini bahwa tak ada putusan
hakim yang bisa diterima oleh semua orang.
Setiap hakim mengetukkan palu dan menjatuhkan
vonis selalu saja ada yang mencelanya. Ya, sekurang- kurangnya orang yang
dikalahkan dalam perkara itu atau orang yang tuntutannya tidak dikabulkan
oleh pengadilan biasanya marah-marah kepada hakim.
Ada saja caci maki dan tudingan berlaku tidak
adil terhadap hakim oleh orang-orang yang kalah atau mempunyai keterikatan
emosional tertentu terhadap satu perkara atau oleh orang-orang yang tidak
memahami persoalan secara utuh. Tetapi pada saat yang sama, banyak juga
pujian-pujian yang dipersembahkan kepada hakim sebagai hakim yang adil dan
benar-benar mewakili Tuhan oleh orang-orang yang menang dan terpuaskan oleh
putusan hakim.
Oleh sebab itu, kita harus paham betul para
hakim yang mengadili kasus pembunuhan Mirna Salihin sendiri menyadari bahwa
posisinya akan dijepit secara keras oleh opini publik, apa pun yang diputuskan.
Jika menjatuhkan hukuman kepada Jessica, tentu sudah dihitung akan menuai
bermacam-macam tudingan seperti sekarang ini.
Sebaliknya, seandainya mereka memutus dengan
membebaskan Jessica dari segala dakwaan, tentu juga akan dibanjiri hujatan
yang tak kalah besar, di samping tentu saja akan ada yang memujinya. Pokoknya
kalau menjadi hakim jangan pernah berharap akan dipuji oleh semua orang,
tetapi jangan pula takut dicaci maki oleh banyak orang. Putus saja sesuai
bisikan nurani dan sikap profesional dan penuh kejujuran.
Kalau itu dilakukan, pastilah akan memberi
kepuasan batin kepada hakim yang bersangkutan. Yang penting bagi hakim itu
bersikap profesional, berusaha jujur, dan bersih dari pengaruh kasar maupun
pengaruh halus. Dalam kasus pengadilan Jessica ini, saya mencatat secara umum
hakimnya cukup leluasa untuk bersikap objektif.
Perkara ini tidak terkait dengan urusan
politik sehingga tak tampak ada tekanan politik dari mana pun kepada para
hakim. Perkara ini juga tak terkait dengan uang dan tak melibatkan bisnis
besar sehingga tidak terdengar adanya kecurigaan telah terjadinya penyuapan
atas kasus ini. Kontroversinya murni berkisar pada penafsiran atas fakta di
persidangan yang pada akhirnya hal itu memang menjadi wewenang hakim.
Rasanya dalam menangani kasus ini para hakim
telah memutus sesuai dengan keyakinannya sendiri sesuai dengan rangkaian
fakta hukum di persidangan. Kesimpulan majelis hakim tidaklah berdasar pada
satu fakta, tetapi didasarkan pada rangkaian fakta-fakta yang menuntun kepada
keyakinan tertentu.
Soal kita setuju atau tidak setuju atas
keyakinan hakim itu, adalah lain soal. Setuju atau tidak setuju itu lebih
dipengaruhi oleh informasi, posisi, atau ikatan emosional kita terhadap kasus
itu. Keluarga Darmawan Salihin dan jaksa penuntut umum tentu berbeda
pandangan dan sikapnya dengan keluarga Jessica dan para pengacaranya yang
dipimpin oleh Otto Hasibuan.
Kita pun yang melihat dari luar bisa juga
berbeda-beda dalam memandang kasus itu, bergantung pada persepsi dan
informasi yang kita asup masing-masing. Kita harus memaklumi jika Darmawan
Salihin sering kali terlihat kalap dan kurang proporsional dalam
mengekspresikan kemarahannya terhadap setiap kecenderungan yang ingin
membebaskan Jessica.
Kita harus maklum juga jika jaksa penuntut
umum ngotot membuktikan kebenaran dakwaannya, sebab memang itulah tugas
profesional jaksa jika berani membawa satu kasus ke pengadilan. Sebaliknya
kita tidak boleh marah kepada Jessica jika dia berusaha melakukan semua upaya
yang bisa dilakukan untuk membebaskan dirinya.
Kita tak boleh gusar kepada Otto Hasibuan yang
setiap hari selalu pasang badan melawan arus kencang yang menyasar Jessica,
sebab memang seperti itulah sikap yang harus ditunjukkan oleh advokat. Itu
tak harus selalu dikaitkan dengan bayaran seperti yang dikatakan oleh
Darmawan bahwa pengacara membela Jessica mati-matian karena dibayar. Itu
adalah bagian dari sikap profesional advokat.
Yang penting, sekarang kasus itu telah divonis
melalui sidang yang terbuka dan bisa dicerna oleh akal sehat publik. Majelis
hakim telah melakukan tugasnya sesuai hak dan kewenangannya hingga mencapai
keyakinan tanpa diwarnai hal-hal yang kolutif dan mencurigakan. Kita boleh
bersetuju atau tidak bersetuju dengan keyakinan dan vonis hakim itu, tetapi
putusan hakim sudah sah tanpa memerlukan persetujuan kita.
Jessica boleh marah dan tidak menerima bahkan
menganggap putusan hakim itu tidak adil dan kejam sehingga melalui ketua tim
pembelanya, Otto Hasibuan, langsung menyatakan naik banding. Itu adalah hak
Jessica yang tak bisa dihalangi oleh siapa pun. Jadi untuk pengadilan
pertama, kasus pembunuhan Mirna Salihin ini sudah selesai tetapi kasus ini
masih akan berlanjut ke babak berikutnya karena Jessica menyatakan naik banding.
Mungkin setelah pengadilan tingkat banding
pun, kasus ini masih akan berlanjut sebab Jessica maupun jaksa penuntut umum
masih bisa melakukan perlawanan hukum ke tingkat kasasi di MA atas apa pun
yang nanti diputus oleh pengadilan tingkat banding. Kita berharap agar para
hakim tetap bersikap profesional menegakkan hukum dan keadilan.
Mereka tidak boleh terpengaruh oleh masifikasi
opini yang sangat mungkin akan terus digelombangkan oleh Otto Hasibuan maupun
oleh Darmawan Salihin. Pastilah sulit menjadi hakim yang benar-benar jujur
dan adil, tetapi cukuplah bagi setiap hakim ”berusaha secara sungguh-sungguh”
untuk jujur dan adil. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar