Sinyal
Potensi Bahaya dari Bandung
Maksum Purwanto ;
Pemerhati Masalah Kebencanaan;
Bekerja pada BMKG
|
KOMPAS, 28 Oktober
2016
Pada 24 Oktober 2016, kota Bandung diguyur
hujan dalam durasi singkat, tetapi sangat deras dan tidak merata. Akibatnya,
sungai dan saluran air meluap, tidak mampu menampung air yang tiba-tiba.
Jalan menjadi layaknya sungai dengan arus
deras. Satu orang tewas akibat terseret arus, ratusan rumah terendam, beberapa
mobil dan motor hanyut. Kerugian material ditaksir lebih dari Rp 16 miliar.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku kaget dengan banjir yang terjadi dan
meminta maaf.
Banjir yang tidak terduga ini seolah-olah
tanda adanya potensi bencana di awal musim hujan di Indonesia. Musim hujan
tahun ini terasa sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya:
musim hujan setelah kemarau basah.
Masih banyaknya hujan di musim yang seharusnya
kemarau menjadikan awal musim hujan dan akhir kemarau—atau biasa disebut
pancaroba—menjadi mengejutkan. Bisa jadi karena sebelumnya hujan masih sering
terjadi dan mungkin tidak memberi dampak signifikan.
Kaget yang wajar
Terkejut atas bencana yang terjadi tiba-tiba
merupakan hal yang wajar. Asal tidak lantas menjadikan kita gagap dan tak
tanggap. Bukankah sebenarnya cuaca ekstrem saat peralihan musim seperti saat
ini bagai ”agenda tahunan” bagi kita?
Cuaca ekstrem yang terjadi pada musim
peralihan atau pancaroba hampir selalu kita rasakan saban tahun. Musim
pancaroba ini dikenali dengan cuaca yang cepat berubah dan kadang-kadang
ekstrem. Bisa jadi, pada pagi dan siang hari, cuaca terasa panas dan matahari
bersinar sangat terik. Namun, tiba-tiba pada sore hari, hujan deras disertai
petir dan angin kencang.
Pada umumnya, cuaca ekstrem diakibatkan
kondisi atmosfer yang sangat labil dengan massa udara yang cukup basah.
Atmosfer yang labil mengakibatkan awan yang terbentuk menjadi besar dan
menjulang tinggi. Itu yang disebut sebagai awan kumulonimbus.Dari awan inilah
fenomena cuaca ekstrem biasanya terjadi. Hujan deras meski dalam waktu tidak
lama; petir, angin kencang, hujan es, dan puting beliung berpeluang terjadi
jika terdapat awan jenis ini.
Dari citra satelit Himawari memang terlihat
pertumbuhan awan kumulonimbus di atas Kota Bandung saat banjir terjadi. Awan
kumulonimbus tersebut terlihat tidak terlalu luas sehingga bisa jadi hujan
yang ditimbulkan juga tidak merata.
Dari citra radar pun terlihat bahwa luasan
awan tidak terlalu besar dengan durasi yang tidak lama, sekitar satu jam.
Meskipun masa hidupnya singkat, curah hujan yang diakibatkan oleh awan ini
sangat deras. Timbullah banjir besar.
Berpeluang di banyak
wilayah Indonesia
Cuaca ekstrem seperti di Bandung itu tampaknya
berpeluang terjadi di banyak wilayah Indonesia di waktu-waktu yang akan
datang. Bersumber dari buku Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 yang diterbitkan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi laut dan
atmosfer mendukung terjadinya kemarau basah dan berlanjut ke musim hujan.
Suhu muka laut di Pasifik ekuator tengah yang
mendingin, Indeks Dipole Mode Samudra Hindia yang negatif, serta suhu muka
laut wilayah Indonesia yang menghangat menjadikan hujan masih sering turun
pada saat seharusnya kemarau. Bahkan, beberapa daerah sama sekali tidak
merasakan kemarau pada tahun ini alias musim hujan sepanjang tahun. Kondisi
itu juga menjadikan awal musim hujan sebagian besar wilayah Indonesia maju
dari rata-ratanya.
BMKG memprakirakan bahwa dari 342 pembagian
wilayah berdasarkan zona musim (ZOM) di Indonesia terdapat 231 ZOM (67,5
persen) lebih maju awal musim hujannya. Sebanyak 66 ZOM (19,3 persen)
diprakirakan sama terhadap rata-ratanya dan sebagian kecil yang mundur
terhadap rata-ratanya 33 ZOM (9,6 persen).
Ditinjau dari sifat hujannya, selama musim
hujan 2016/2017 di sebagian besar daerah, yaitu 174 ZOM (50,88 persen),
diprakirakan akan bersifat normal. Sementara 164 ZOM (47,95 persen)
diprakirakan di atas normal dan hujan di bawah normal diprakirakan hanya
terjadi pada 4 ZOM (1,17 persen).
ZOM sendiri adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya
memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim
hujan. Daerah-daerah yang pola hujan rata-ratanya tidak memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan disebut nir-ZOM. Luas
suatu wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas suatu wilayah administrasi
pemerintahan. Dengan demikian, suatu wilayah ZOM bisa terdiri atas beberapa
kabupaten atau kota dan sebaliknya suatu wilayah kabupaten atau kota bisa
terdiri atas beberapa ZOM. Awal musim hujan atau kemarau dansifat hujan dari
setiap ZOM bisa berbeda-beda.
Waspada mesti terjaga
Banyaknya wilayah yang maju awal musim
hujannya dan banyak wilayah yangsifat hujannya diprakirakan di atas normal
seharusnya menjadikan stamina kewaspadaan kita juga harus selalu terjaga.
Apalagi, berdasarkan penelitian yang dilakukan Supari dkk, ditemukan
kecenderungan kenaikanfrekuensi dan intensitas curah hujan ekstrem di seluruh
wilayah Indonesia pada Desember, Januari, dan Februari (Kompas, 21/10).
Kecenderungan itu berartipotensi bencana yang
ada saat musim hujan juga cenderung naik. Kondisi itu menjadi lebih parah
dengan bertambahnya aktivitas penduduk yang berakibat semakin bertambahnya
kerugian yang ditimbulkan bencana. Sebagai contoh, bencana kebakaran hutan dan
lahan 2015/2016 menimbulkan kerugian finansial jauh lebih besar daripada
kebakaran hutan dan lahan 1997/1998, padahal lahan yang terbakar pada
2015/2016 jauh lebih sedikit.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), hutan dan lahan yang terbakar pada 2015 diperkirakan 2,6 juta hektar,
sedangkan pada 1997 mencapai 9 juta hektar. Kerugian finansial akibat
kebakaran hutan dan lahan pada 2015/2016 mencapai Rp 221 triliun, sedangkan
pada 1997/1998 mencapai Rp 60 triliun. Dampak yang lebih parah ini ditengarai
karena bertambahnya penduduk.
Dengan semua data dan fakta yang ada,
keputusan ada di tangan kita. Apakah kita akan siap siaga dan tanggap
terhadap bencana ataukah gagap dan kaget dengan bencana.
Tanpa kesiapsiagaan menghadapi bencana, tampaknya
kekagetan kita akan semakin bertambah pada masa-masa yang akan datang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar