Pembebasan
Irak
Ibnu Burdah ;
Pemerhati Timur Tengah dan
Dunia Islam;
Dosen Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga
|
KOMPAS, 27 Oktober
2016
Sekitar sepekan ini, perang untuk pembebasan
kota Mosul, Irak, dari NIIS telah digencarkan. Tentara Irak, khususnya Divisi
Elite (Divisi Emas) dan pasukan Kurdi, telah terlibat perang sengit lawan
NIIS di sejumlah front.
Sementara kekuatan lain, khususnya
milisi-milisi bersenjata, sudah ada yang terlibat pertempuran secara
terbatas. Mereka sudah mengepung Mosul dan siap siaga jika sewaktu-waktu
tentara Irak memerlukan bantuan kekuatan darat. Demikian pula dengan kekuatan
sekutu, baik regional maupun internasional, yang membantu serangan melalui
udara.
Banyak desa dan pinggiran kota yang telah
dibebaskan dari pendudukan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dalam
pertempuran beberapa hari saja. Pada awalnya, pembebasan Mosul sepertinya
berjalan sesuai skenario. Namun, di luar dugaan, NIIS ternyata juga
menyiapkan perang terbatas di Karkuk, kota sebelah selatan Mosul. Strategi
ini jelas mengejutkan banyak pihak. Namun, menilik banyaknya pihak yang
terlibat dan makin rapuhnya kekuatan NIIS, tampaknya sulit bagi NIIS
bertahan. Berita terakhir saat tulisan ini ditulis menyebut wilayah
Hamdaniyyah sudah direbut pasukan Irak, yang berarti mereka semakin merangsek
ke pusat kota.
Apalagi sebelumnya, perbedaan antara
kelompok-kelompok yang berperang lawan NIIS di Irak relatif sudah bisa
diselesaikan. "Kesepakatan" antara Perdana Menteri Irak Haedar
al-Abadi dan Presiden wilayah Kurdistan al-Barzani, beberapa waktu lalu
(29/8), menandai kompromi penting antarkekuatan utama dalam perjuangan
pembebasan Irak dari NIIS. Bagaimanapun, kesepakatan para pejuang sangat
dibutuhkan untuk konsolidasi dan koordinasi kekuatan sekaligus mengurangi
potensi konflik setelah tumbangnya NIIS di Mosul secara khusus dan Irak
secara keseluruhan.
Seperti diketahui, Mosul adalah kota terakhir
di Irak yang masih dikuasai NIIS. Kota ini semula merupakan pusat
kekhilafahan NIIS sekaligus konsentrasi kekuatan mereka sejak tahun 2014.
Kota ini juga merupakan tempat penting bagi sang Khalifah Ibrahim
al-Baghdadi. Jika Mosul kembali dibebaskan, itu adalah kekalahan terbesar
NIIS sejak berdirinya sekaligus menandai runtuhnya khilafah NIIS di Irak yang
diproklamirkan dua tahun lalu.
Dari berbagai arah
Dari sisi apa pun, kekuatan-kekuatan yang
memerangi NIIS di Irak sekarang jelas jauh di atas kekuatan NIIS di Mosul.
Mereka juga sudah mengepung kota itu dari berbagai penjuru.
Peshmerga Kurdi adalah salah satu kekuatan
darat yang bisa diandalkan. Bayangan heroisme Shalahuddin al-Ayyubi dan Said
Nursi serta penderitaan akibat penindasan etnis masa Saddam membuat anak-anak
muda Kurdi begitu gigih membela "bangsa" mereka. Bayangan akan
lahirnya negara Kurdistan pertama semakin menggelorakan semangat anak-anak
muda Kurdi, termasuk para remaja perempuannya.
Dukungan dari keluarga dan suku demikian kuat
bagi para pejuang Peshmerga ini. Kekuatan Peshmerga berpusat di Arbil,
sebelah timur Mosul. Kelompok ini siap membantu menyergap NIIS dari arah
timur, utara, dan arah lain. Sementara kekuatan milisi Syi'ah, termasuk
al-Hasyd al-Sya'biy, siap membantu dari arah selatan dan timur.
Al-Hasyd al-Wathani sepertinya juga siap
terlibat jika diperlukan, baik dari utara maupun selatan, atau bahkan arah
lain. Mereka sering disebut memiliki hubungan kuat dengan Turki sebab
anak-anak muda ini pernah dilatih tentara AS dan Turki. Mereka idealnya
beroperasi dari utara, di mana pasukan Turki saat ini juga semakin merangsek
ke wilayah Irak utara. Hal itu tentu akan sangat membantu pengepungan NIIS di
Mosul. Sementara dari udara, kekuatan koalisi internasional siap memberikan
informasi dan serangan cepat melalui pesawat-pesawat tempur canggih.
Dengan situasi demikian, NIIS sudah hampir tak
ada ruang untuk mampu bertahan di Mosul dan di Irak secara keseluruhan.
Mereka semakin lemah, tercerai berai, dan terkepung. Para pemimpin mereka
dikabarkan juga sudah kabur ke Suriah dan tempat lainnya. Disorganisasi dan
runtuhnya mental kelompok itu diharapkan mempercepat tumbangnya mereka di
Mosul tanpa ada perang besar yang membawa banyak korban.
Para kombatan NIIS adalah orang dengan latar
belakang yang beragam. Banyak di antara para pemimpin menengah mereka
sesungguhnya bukan tipe orang yang siap mengorbankan segalanya demi NIIS.
Mereka bahkan orang-orang oportunis-pragmatis. Mereka bergabung dengan NIIS
hanya karena persoalan pekerjaan, prestise, dan uang.
Orang-orang ini diyakini tak akan nekat
melakukan segala cara untuk membendung serangan dari berbagai arah itu.
Mereka tidak siap untuk mati.
Ini berbeda dengan lapisan kombatan NIIS yang
ideologis. Mereka biasanya justru berada di level paling bawah. Jika jumlah
jenis manusia ideologis ini masih
besar di Mosul, dan mereka tak menyadari apa yang sesungguhnya
terjadi, hal itulah yang dikhawatirkan. Mereka pasti siap mati dengan cara
apa pun untuk mempertahankan Mosul dan mencari korban sebesar-besarnya.
Terjadinya perang kota melawan orang-orang semacam ini tentu berisiko jatuhnya
korban sangat besar.
Bencana kemanusiaan
Jika perang kota pecah, yang lebih mengerikan
adalah ketika satu juta lebih warga Mosul jadi sandera hidup kelompok itu.
Sepertinya tak ada jalan lain bagi kelompok itu untuk mempertahankan diri,
kecuali menjadikan penduduk sebagai tameng.
Padahal kelompok ini bukan teroris "biasa" seperti Al Qaeda.
Mereka adalah teroris yang meletakkan tawakkhusy (kekejian dan kebrutalan) di
pusat ideologi mereka. Mereka bangga disebut melakukan tindakan tawakhkhusy,
bahkan itu menjadi salah satu merek yang membedakan mereka dari Tandzim
al-Qaeda, pendahulunya.
Kemungkinan bencana kemanusiaan inilah yang
mesti dipikirkan masak-masak dalam upaya pembebasan Mosul kali ini. Kue-kue
"Irak" yang masih tersisa, terutama sumber minyak, memang menjadi
persoalan besar sebelum penyerangan ini dilakukan. Semua itu konon sudah
dikompromikan kendati belum detail agar tak terjadi kegagalan akibat
perselisihan antarkelompok pejuang itu, sekaligus mengurangi potensi konflik
setelah tumbangnya NIIS.
Perang untuk melenyapkan NIIS dari Irak sudah
demikian tertunda-tunda akibat kontestasi kelompok yang tak produktif. Ini tak boleh lagi terulang. Jika ada
penundaan serangan ke pusat kota guna mematangkan strategi bersama dan
meminimalkan jumlah korban, itu adalah langkah tepat. Faktor penyelamatan
kemanusiaan harus menjadi bagian terpenting dalam strategi pembebasan Mosul
kali ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar