Pada tahun 1999 Presiden Gus Dur mampu menyelamatkan nyawa Siti Zaenab dari hukuman pancung di Arab Saudi setelah melobi kepada Raja Fahd. Konon pelaksanaan hukuman mati Siti Zaenab ditunda menunggu maaf dari anak majikan yang pada saat majikannya terbunuh baru berusia satu tahun. Kini nasib Siti Zaenab tergantung pada keputusan anak majikannya tersebut yang dua tahun lagi (2013) akan menjadi dewasa dan berhak memutuskan apakah ia akan memaafkannya atau tidak.
Kalau dulu Presiden Gus Dur telah berhasil menunda hukuman pancung kepada Siti Zaenab, kini keluarganya berharap kepada Presiden SBY lebih proaktif melakukan diplomasi ke pemerintah Arab Saudi agar mau membatalkan hukuman tanpa harus menunggu usia anak korban dewasa. "Atas nama keluarga, saya meminta ke pemerintah khususnya Pak SBY lebih proaktif melakukan nego ke pemerintah Arab agar adik saya tidak jadi di hukum," kata Mohammad Hasan, kakak kandung Siti Zaenab, sambil menunjukkan surat permohonannya yang pernah dikirimkan ke pemerintah era Gus Dur.
Permintaan keluarga Siti Zaenab tersebut kelihatannya memang masuk akal. Kalau Presiden Gus Dur yang hanya mampu bertahan tidak lebih dari 1,5 tahun saja berhasil menunda hukuman pancung terhadap Siti Zaenab, maka Presiden SBY yang mampu bertahan selama 6 tahun seharusnya bisa berbuat lebih baik lagi. Itu harapannya, tapi bagaimana kenyataannya? Mampukah kita (pemerintah, DPR dan masyarakat) melobi otoritas hukum Islam di Arab Saudi agar membatalkan keputusan hukuman pancung kepada Siti Zaenab? Tidakkah itu sama artinya dengan melakukan upaya intervensi terhadap hukum Islam yang berlaku di Arab Saudi?
Seharusnya sekarang inilah saat yang tepat untuk ribut-ribut soal TKI. Jangan menunggu nanti setelah Siti Zaenab dieksekusi pancung oleh pemerintah Arab Saudi. Tapi dari dulu biasanya kita memang selalu begitu. Lebih senang mencari Kambing Hitam daripada mencari Solusi untuk menyelesaikan persoalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar