Kapal Sinar Kudus |
Benarkah Indonesia termasuk negara yang sangat lamban dalam menyelesaikan masalah penyanderaan ABK kapal Sinar Kudus yang dilakukan oleh perompak Somalia? Kalau kita melihat data masa penyanderaan terhadap kapal dari berbagai negara sebagaimana yang disajikan oleh harian Kompas yang rata-rata sekitar 2-3 bulan, bahkan ada yang lebih dari tujuh bulan, maka masa penyanderaan kapal Sinar Kudus yang baru 34 hari termasuk belum terlalu lama. Kalau kita mengacu pada data tersebut maka kita belum bisa menyimpulkan bahwa operasi pembebasan sandera ABK kapal Sinar Kudus berjalan lamban.
Namun untuk kasus Agretas Bertolomeus Sau, TKI asal NTT yang bersama 11 ABK kapal Jih Chun Tsai (asal Taiwan) lainnya (6 WNI, 2 WN China, 3 WN Taiwan) ditawan oleh perompak Somalia selama 1 tahun, saya setuju proses pembebasan mereka berjalan sangat lamban. Menjadi sangat lamban, karena setelah menerima uang tebusan ternyata para perompak terus menahan mereka. Proses pembebasan merekapun terjadi secara tidak sengaja ketika para perompak meminta bantuan kepada kapal angkatan laut Amerika yang melintas untuk menyembuhkan 3 orang perompak yang sedang sakit dengan imbalan pembebasan mereka. (Tempo Interaktif, 20 April 2011).
Tetapi tentu saja benar bahwa lama waktu penyanderaan bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan proses pembebasan para sandera. Bahkan kita pun mungkin sepakat bahwa keselamatan para sandera adalah nomor satu. Siapa yang bisa menjamin bahwa dalam kurun waktu penyanderaan yang relatif sangat pendek tidak akan terjadi jatuh korban di antara para sandera, baik karena jatuh sakit atau karena kekerasan yang dilakukan oleh para perompak? Dari sudut pandang ini saya bisa memahami kekhawatiran keluarga korban dan sejumlah aksi demo yang mendesak pemerintah untuk segera melakukan operasi pembebasan kapal Sinar Kudus yang pada waktu itu telah hampir satu bulan disandera oleh perompak Somalia. Walaupun desakan tersebut dan tuduhan pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah dapat membuat informasi rencana operasi militer yang akan dilakukan oleh pemerintah bocor ke sejumlah media dan sampai kepada para perompak. Sebagaimana kita tahu, kapal Sinar Kudus kini telah menepi ke daratan gurun pasir dan bercampur dengan kapal-kapal bajakan perompak lainnya yang tentunya membuat peluang operasi militer yang semula hanya 20% menjadi semakin tipis.
Nampaknya harapan yang masih tersisa adalah memperjuangkan bagaimana supaya negosiasi skenario pembayaran uang tebusan dan pelepasan para sandera, termasuk 11 ABK non-WNI yang nyaris dilupakan media, dapat segera disepakati bersama dan dilaksanakan secepatnya. Menurut saya, yang perlu diwaspadai dan diantisipasi adalah apabila perompak memanfaatkan kekuatan posisi tawarnya untuk menaikkan uang tebusan dengan cara mengulur waktu dan juga apabila setelah uang tebusan dilunasi ternyata mereka masih tetap menahan para sandera seperti yang terjadi pada kapal Taiwan dan juga India. Kemampuan operasi intelijen kita untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat tentang kondisi para sandera dan para perompak serta kemampuan negosiator kita untuk memanfaatkan data dan informasi yang tersedia dalam berkomunikasi dengan para perompak, saya kira, sangat menentukan berhasil atau tidaknya kita membebaskan kapal Sinar Kudus dari perompak Somalia. Mari kita doakan agar pembebasan para sandera dapat dilakukan secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar