KTT Tiga Negara yang
Saling Berbeda Ikhwanul
Kiram Mashuri : Penulis kolom “Resonansi” Republika |
REPUBLIKA, 24 Juli 2022
Inilah riil politik. Tiga
presiden bisa mengesampingkan sejenak segala perbedaan untuk sebuah
kepentingan. Tiga presiden itu — Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Iran
Ebrahim Raisi, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan — pada 19 Juli 2022,
bertemu dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). KTT ini menyedot perhatian
dunia, mengingat dua hari sebelumnya digelar KTT di Jeddah, Arab Saudi,
mempertemukan Presiden Amerika Serikat dengan pemimpin negara Dewan Kerja
Sama Teluk, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Oman, Kuwait,
dan Qatar, plus Mesir, Yordania, dan Irak. Sesuai tema "KTT
untuk Keamanan dan Pembangunan", pertemuan di Jeddah membahas keamanan
di Timur Tengah. Biden menyatakan, kenjungannya ke Timur Tengah kali ini
untuk mengembalikan peran sentral AS. Selama ini, katanya,
kekosongan itu diisi Rusia, Cina, dan Iran yang menjadi seteru Gedung Putih.
Militer Rusia dan Iran ada di beberapa negara Arab. Biden berhasil meyakinkan
peserta KTT Jeddah, musuh Arab kini bukan Israel tetapi Iran. Biden dan peserta KTT
sepakat mencegah Iran mempunyai senjata nuklir. Banyak pengamat mengaitkan
KTT Teheran dengan KTT Jeddah. Mereka menyatakan, KTT Teheran respons atas
KTT Jeddah. Agenda KTT Teheran diisi
tiga pertemuan utama. Pertama, antara Presiden Iran dan Presiden Turki.
Kedua, pertemuan bilateral Presiden Rusia dengan Presiden Turki. Ketiga, KTT
tripartit Astana. Ini yang ketujuh sejak 2017, membicarakan penyelesaian soal
Suriah. Ketiga pemimpin negara
bersepakat bertemu setiap enam bulan sekali pada tingkat pejabat tinggi.
Ketiga negara ini penjamin gencatan senjata di Suriah, dengan posisi geografi
relatif berdekatan dan punya posisi penting pada geopolitik regional dan
internasional. Tak jarang kepentingan mereka bersinggungan, misalnya di
Suriah, Kaukasus Selatan, Irak, dan Libya. Singkat kata, ketiga
negara mempunyai hubungan unik. Satu sisi atas dasar kepentingan bersama, di
sisi lain pada persaingan dan kepentingan saling bertentangan. Turki
misalnya, ia anggota NATO dan menandatangani Deklarasi KTT NATO di Madrid
pada Juni 2022. Di antara isi deklarasi,
kecaman keras atas invasi Rusia dan mendukung Ukraina. Namun, Turki bermitra
dengan Rusia. Misalnya terkait ketahanan pangan dunia. Jumat lalu, Turki bersama
PBB, Rusia, dan Ukraina menandatangani Perjanjian Istanbul, yang memungkinkan
Ukraina mengekspor gandung lewat Laut Hitam untuk mencegah bahaya kelaparan
sejumlah negara. Suriah, aspek penting lain
dari hubungan tiga negara. Rusia dan Iran pendukung utama rezim Presiden
Bashar al-Assad. Kalau bukan peran kedua negara ini, Assad mungkin telah
tumbang. Turki menentang Assad. Namun, pada KTT Astana
pada 2017, ketiga negara bersepakat tentang "zona deeskalasi", yang
memungkinkan perang di Suriah dihentikan. Ketiga negara, seperti
tertera dalam pernyataan akhir KTT Teheran, sepakat melanjutkan kerja sama
‘mengenyahkan teroris’ di Suriah. Namun, di sini muncul perbedaan. Erdogan menyatakan akan
terus melancarkan operasi militer terhadap wilayah di utara Suriah yang
dikendalikan Pasukan Demokrat Suriah, yang tulang punggungnya kelompok Kurdi.
Wilayah ini berbatasan dengan Turki. Erdogan menganggap Pasukan
Demokrat Suriah teroris. Namun, Raisi dan Putin menolak operasi militer
Turki. Mereka menyatakan, serangan militer justru membahayakan banyak pihak,
termasuk rezim Assad. Pemimpin Rusia dan Iran
menyarankan Erdogan merundingkan masalah Kurdi dengan presiden Suriah. Rusia,
dan Iran, juga bersaing sengit mendapatkan pengaruh lebih besar di Suriah.
Dua negara itu memilki kelompok dan formasi bersenjata mereka sendiri dalam rezim. Sejak invasi Rusia ke
Ukraina, kehadiran Iran di Suriah kian terlihat. Menlu Iran Amir Abdollahian
mengunjungi Damaskus empat kali sejak menjadi menteri pada Agustus 2021. Perbedaan lain, Turki
berhubungan erat dengan Saudi, UEA, Mesir, bahkan Israel yang menganggap Iran
sumber ancaman. Juni lalu, dinas keamanan Turki menangkap beberapa anggota
sel yang diduga bagian dari rencana pembunuhan oleh Iran terhadap warga
Israel di Istanbul. Israel secara terbuka
berterima kasih kepada Turki atas perannya dalam mencegah plot tersebut. Beberapa hari kemudian,
Menlu Iran Abdollahian berada di Ankara, menyampaikan pesan persahabatan
selama konferensi pers. Turki, Rusia, dan Iran juga berbeda sikap terhadap
Barat tetapi sepakat soal pembentukan tatanan dunia baru. Perdagangan mata uang
nasional, satu isu yang mereka tekankan dalam beberapa kesempatan. Rusia dan
Iran menyatakan kesetian mereka satu sama lain dan tolong menolong di
berbagai bidang terutama ekonomi dan militer. Hebatnya, itu disampaikan
di depan Presiden Turki, anggota NATO, yang menjatuhkan sanksi pada Rusia dan
Iran. Sikap Turki yang berhubungan erat dengan Rusia dan Iran mendapat kritik
dari sesama anggota NATO. Erdogan selalu punya
jawaban bahwa diplomasi butuh pembicaraan dengan semua pihak. Politik adalah
kepentingan. Tak ada kawan atau lawan abadi. Segala perbedaan bisa
dikesampingkan demi sebuah kepentingan. Ini yang dilakukan Erdogan, Putin,
dan Raisi. ● Sumber :
https://www.republika.id/posts/30238/ktt-tiga-negara-yang-saling-berbeda
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar