Tren
Harga Tiket Mahal Destinasi Wisata Dewa
Gde Satrya : Dosen Hotel & Tourism
Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya |
KOMPAS, 21 Juli 2022
Rencana
pemerintah menaikkan harga tiket wisata ke Taman Nasional Komodo berdekatan
dengan rencana kenaikan harga tiket ke Candi Borobudur yang ditunda. Dua kebijakan ini menunjukkan kerinduan
pengelola—yang mewakili khalayak pencinta pariwisata berkelanjutan dan
konservasi—akan tetap lestarinya mutu destinasi. Mulai 1 Agustus 2022, Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan Balai Taman Nasional Komodo (TNK) akan menetapkan harga
tiket masuk wisatawan ke kawasan konservasi TNK, menjadi Rp 3,75 juta per
orang untuk periode satu tahun. Keputusan itu berdasarkan kajian para ahli. Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi TNK
Carolina Noge menyatakan, biaya tersebut menurut rencana diterapkan secara
kolektif tersistem, Rp 15 juta per empat orang per tahun. Kuota kunjungan ke
TNK akan dibatasi 219.000-292.000 orang per tahun. Hitungan harga tiket itu diambil dari pertimbangan
biaya konservasi sebesar Rp 2.900.000 hingga Rp 5.887.000 akibat hilangnya
nilai jasa ekosistem karena lonjakan angka kunjungan wisatawan ke TNK. Setiap
wisatawan yang masuk dianggap membawa pengaruh, baik terhadap satwa,
keanekaragaman hayati, maupun seluruh ekosistem di kawasan itu (Kompas.com,
27/6/2022). Menaikkan harga tiket dan membatasi pengunjung Salah satu cara untuk menjaga mutu destinasi adalah
mengatur atau mengelola kunjungan wisatawan dengan mengenakan tiket mahal. Penetapan harga tiket yang tinggi merupakan
implementasi konsep demarketing yang diposisikan sebagai alat potensial untuk
mengembangkan pariwisata dan meningkatkan keberlanjutannya secara
keseluruhan, terutama sebagai akibat dari overtourism (Hall & Wood,
2021). Overtourism terjadi ketika permintaan melebihi tingkat di mana bisnis
pariwisata mampu memenuhi permintaan wisatawan. Demarketing dilakukan melalui penerapan harga, tiket
berjangka waktu, dan perubahan strategi promosi untuk secara permanen atau
sementara waktu, guna mencegah semua atau segmen pelanggan tertentu.
Destinasi wisata berbasis konservasi, seperti TNK dan taman nasional lainnya
di Indonesia, harus memprioritaskan daya dukung dan konservasi. Pariwisata merupakan bonus dari lestarinya alam yang
dijaga melalui konservasi. Abernethy (2001) menyatakan, daya dukung diartikan
sebagai konsep ekologis yang mengungkapkan hubungan antara populasi dan alam
di mana ia bergantung untuk kelangsungan hidup. Kebijakan kenaikan harga tiket masuk ke TNK diyakini
merupakan regulasi dan standar yang tepat untuk menentukan ambang batas atau
daya dukung. Jika melampaui ambang batas lingkungan alam dan penerimaan
lingkungan sosial, walaupun memberi manfaat secara ekonomis, harus dilakukan
pengendalian wisatawan. TNK pada tahun-tahun sebelumnya menargetkan maksimal
turis masuk ke kawasan itu sebanyak 600 orang per hari atau 219.000 orang per
tahun. Kenaikan secara tajam jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara terjadi pada tahun-tahun awal setelah penetapan TNK sebagai tujuh
keajaiban baru. Menyertai prestasi TNK, sebuah grup hotel sudah membuka hotel
di kawasan Labuan Bajo, dan saat ini Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Mengancam kelestarian Lonjakan jumlah kunjungan wisatawan semakin
dipandang sebagai ancaman bagi kelestarian destinasi karena belum meratanya
kesadaran dan pengetahuan lingkungan di kalangan wisatawan yang berwisata ke
destinasi wisata alam. Bali telah mengalami hal ini. Tahun 2021 Bali masih bertengger di puncak tertinggi
Traveler Choice Award versi Trip Advisor. Tahun ini, Bali tersingkir dari top
ten destination choice wisatawan dunia, dikalahkan oleh London, pemenang
tahun 2020 yang pernah tersingkir tahun 2021. Sampah menjadi salah satu isu yang harus ditangani,
mulai dari kebiasaan membuang sampah di 390 sungai yang bermuara ke laut
sebanyak 33.000 ton tahun 2019 (berdasarkan survei Bali Partnership), sampai
dengan sampah yang mengotori jalanan Pulau Dewata. Yang memprihatinkan, sebagian besar sampah merupakan
sampah plastik yang sulit terurai. Program aksi ini mendesak dilakukan di
tataran pemerintah dengan kolaborasi multi-stakeholder, mengingat adanya
ancaman keberlanjutan dan kelestarian di destinasi wisata yang diakibatkan
masalah sampah. Pada 2018, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
mencatat banyaknya sampah laut di 18 lokasi di seluruh Indonesia dengan
jumlah 0,27 juta ton sampai 0,59 juta ton per tahun. Di tataran lima destinasi superprioritas, sampah
menjadi beban yang berat (Kemenko Marves, 2022): Borobudur 680 ton per hari,
Toba 85 ton per hari, Labuan Bajo 18 ton per hari, Mandalika 216 ton per
hari, Likupang 112 ton per hari. Kawasan Denpasar dan Badung ada sebanyak
1,287 ton sampah per hari. Khusus di Denpasar, sedang dilakukan pembangunan
tiga tempat pengolahan sampah terpadu (TPST): Biaung-Kesiman Kertalangu,
Padangsambian Kaja, dan Tahura eks TPA Suwung. Pariwisata yang bertanggung jawab Relevansi dan urgensi konservasi bagi pariwisata di
Tanah Air paralel dengan tren dan isu kepariwisataan global, di mana prinsip
dan praktik responsible tourism sebagai bagian dari gelombang new tourism
menjadi market leader, jadi salah satu pertimbangan penting manakala
seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah atau negara. Dengan kata lain, berkah yang dimiliki bangsa
Indonesia melalui pelaksanaan konservasi alam yang secara khusus dilakukan di
taman nasional yang eksotik, unik, dan tiada duanya di dunia ini perlu
dikelola sedemikian rupa untuk kepentingan pariwisata yang bertanggung jawab
di satu sisi, dan di sisi lain juga berarti mengedepankan prinsip serta
praktik konservasi di dalamnya. Wisata alam membutuhkan biaya, tenaga, dan
konsistensi dalam perawatan untuk mempertahankan lanskap, menjaga keaslian
dan nuansa saujana yang tiada duanya. Udara bersih, ketenangan, suara alam,
sentuhan alami melalui interaksi alam dengan pancaindera, meniscayakan
kesiapan batin yang hening untuk secara sadar membawa dan membiarkan diri
bersentuhan dengan semua unsur alam. Sementara itu, ekowisata yang menjadi esensi dari
bonus konservasi di TNK adalah kegiatan bermutu yang memerlukan ketekunan dan
kesetiaan yang purna untuk menjaga dan mengembangkan unsur abiotic, biotic,
dan culture yang asli, tiada duanya, endemik, rentan mengalami kepunahan.
Hanya dengan keterbukaan batin dan cakrawala berpikir yang mendalamlah,
wisatawan dapat menikmati buah-buah kegiatan konservasi yang rumit dan hebat
ini. Belajar dari pengalaman kenaikan harga tiket ke
Candi Borobudur yang tertunda, diperlukan komunikasi yang tepat dari pihak
pengelola kepada khalayak akan niat dan tujuan strategis di balik rencana
menaikkan harga masuk ke kawasan TNK ini. Saatnya menggugah empati warga dan
wisatawan akan adanya ancaman yang nyata dan serius akan keberlanjutan satwa
dan ekosistem TNK yang membutuhkan keterlibatan positif dari pengunjung
(wisatawan). Melalui komunikasi yang menggugah empati wisatawan,
kenaikan tarif akan menjadi sarana untuk memantik dukungan pada gerakan
konservasi yang menyelamatkan ekosistem dan pariwisata berkelanjutan di TNK. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/20/tren-harga-tiket-mahal-destinasi-wisata |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar