Babak Baru Horor
& Teror 'Kasus Polisi Tembak Polisi' Ilham Bintang : Wartawan Senior, Anggota Dewan Etik
PWI |
CEKNRICEK.COM, 21
Juli
2022
"Seorang
pembunuh dianggap oleh dunia sebagai sesuatu yang mengerikan, tetapi bagi
seorang pembunuh itu sendiri hanyalah manusia biasa. Hanya jika si pembunuh
adalah orang baik maka dia bisa dianggap mengerikan." (Graham Greene,
penulis Inggris 1904-1991). Dalam berbagai
tulisannya Graham Greene selalu
menggambarkan pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Dalam bukunya yang
terkenal "The Power and The Glory", ia menunjukkan bahwa kesabaran
dan menjalani kesulitan adalah sebuah kebaikan. Karya- karyanya yang lain
adalah "The Third Man", "The Ministry of Fear" dan
"This Gun For Hire". Greene meninggal dunia pada tahun 1991. Horor dan
sekaligus teror peristiwa "Polisi
tembak Polisi" ternyata berhasil
menyatukan publik. Sudah hampir dua minggu peristiwa itu : orang baik
menembak orang baik di rumah orang baik. Orang baik yang saya maksud, adalah
para polisi -- para pengayom masyarakat, sesuai kedudukannya di dalam negara
kita. Yang berperan memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat. Menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat. Sebagai alat
negara, kedudukan dan posisi Polri mendapat tempat terhormat : langsung di
bawah Presiden. Buka Pasal 7 ayat (2) TAP-MPR RI No. VII/MPR/2000. Artinya,
seluruh perilaku polisi menjadi tanggung jawab presiden. Wajah polisi adalah
wajah presiden. Pemegang kunci banyak gembok Saya tidak
akan menguraikan lagi kronologi peristiwa berdarah itu
karena sudah menjadi pengetahuan masyarakat luas. Termasuk dengan
update dari sumber resmi maupun dari sumber tidak resmi. Bagaimana bisa
mengungkap peristiwa di rumah perwira tinggi kepolisian, rumah Irjen Pol
Ferdy Sambo, Kepala Divisi Propam Polri? Ini adalah perkara rumit. Kunci
untuk membuka "gembok " yang bisa menjawab berbagai pertanyaan
keraguan masyarakat akibat pelbagai keganjilan, berada di dalam
penguasaannya, minimal di dalam penguasaan korpsnya. Beruntung
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit bertindak tepat -- meski terasakan sempat
tersendat. Kapolri merespons masyarakat yang menuntut pihak yang berwajib mengusut
tuntas horor itu. Yang tidak cukup
dengan penanganan juridis formal kelembagaan, sebab muatannya berkaitan erat
dengan masalah sosial dan mencederai budaya bangsa. Lihat saja,
praktis sejak peristiwa itu pelbagai spekulasi merebak di media sosial yang bahkan telah menganggap
pendekatan juridis belaka omong kosong. Simak liputan
mendalam seluruh media pers yang menggambarkan adanya jarak menganga antara
pernyataan resmi polisi dengan fakta -
fakta yang terurai dan telanjang, yang dengan mudah disimpulkan pun oleh orang awam. Kerja pers mengharukan Kerja pers
mengharukan. Sebagian besar media mengambil
risiko besar. Walau sempat dihadang
oleh Dewan Pers, otoritas tertinggi dunia pers kita. Tetapi mereka
melawan. Pada waktunya, memang hanya konstitusi dan kode etik profesi yang
wajib dipedomani oleh wartawan kita. Di tengah
perjalanan pihak Dewan Pers pun menyadari kekeliruannya, mengimbau wartawan
hanya menyiarkan keterangan resmi polisi. Ini jelas pernyataan dungu petinggi
Dewan Pers. Tidak disadari justru itulah pemantik blunder dalam penanganan
kasus memalukan bangsa ini. Selain
imbauan itu sendiri berpotensi melanggar UU Pers 40/1999 dan berpotensi
sebagai kejahatan (pidana) karena
termasuk ikut menyembunyikan fakta peristiwa. Hanya berselang
satu hari setelah imbauan Dewan Pers itu, Ketua Dewan Pers Prof. Azyumardi
Azra dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang segera menyusulkan
" joint statement" atau pernyataan bersama, yang berisi pesan
sebaliknya. Justru mendorong seluruh wartawan melakukan "investigative
reporting " atau liputan investigasi secara mendalam untuk menyingkap
peristiwa tewasnya Brigadir Joshua di rumah atasannya. Saya harus
mencatat dan memberi apresiasi kepada salah satu media yang menyajikan
pertama kali liputan penunjuk titik terang, yaitu "Kumparan". Dalam laporannya
"Bukan Baku Tembak Biasa"
(Senin, 18 Juli 2022), reportase
Kumparan sangat kuat mengindikasikan pelaku adalah Irjen Ferdy Sambo sendiri.
Kumparan bahkan menyebutkan di TKP (tempat kejadian perkara ) ditemukan Cigar
Cutter (pemotong cerutu), yang
diasosiasikan sebagai alat pemotong jari almarhum korban, yang memang
dipersoalkan keluarganya. Presiden Jokowi pun terjaga Kapolri
langsung membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus itu dan menunjuk
Wakapolri sebagai pimpinannya. Langkah selanjutnya, Kapolri menonaktifkan
Irjen Ferdy Sambo, Senin (18/7) petang. Berlanjut Rabu (20/7) malam, menonaktifkan Karo
Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro
Jakarta Selatan (Jaksel) Kombes Pol Budhi Herdi Susianto. Kabar
menggembirakan berikutnya ialah
pengumuman penemuan rekaman CCTV saat kejadian penembakan
Brigadir Joshua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy
Sambo. Ibarat black box pesawat, CCTV akan menyingkap banyak fakta
terbantahkan. Bersamaan dengan keputusan untuk melakukan otopsi ulang jenasah
almarhum. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo semalam menegaskan,
dengan penemuan itu (CCTV), maka tim khusus dapat melakukan penyelidikan
secara mendalam untuk mengungkap konstruksi kasus secara jelas. Kita sudah
menemukan CCTV yang bisa mengungkap secara jelas tentang konstruksi kasus
ini. Dan CCTV ini sedang didalami oleh timsus yang nanti akan dibuka apabila
seluruh rangkaian proses penyidikan oleh timsus sudah selesai," ujar
Dedi, Rabu (20/7) malam. Apresiasi
tinggi patut pula disampaikan kepada seluruh keluarga almarhum dan kuasa
hukumnya Komaruddin SH yang telah bekerja profesional dan menakjubkan.
Pandangan hukum Kamaruddin SH seakan menghidupkan kembali pandangan penulis
yang juga aktor Graham Greene yang mengatakan "... jika si pembunuh adalah orang baik maka itu
mengerikan". Ungkapan kengerian itulah yang membuatnya mendapatkan
dukungan publik yang luas, dan akhirnya Kapolri pun menyetujui hampir semua
"arahannya" atas kesamaan harapan bahwa polisi harus tetap baik dan dipandang
sebagai “orang baik". Meskipun masih
akan melalui proses panjang dan melelahkan untuk memenuhi kaidah
"scientific crime investigation" namun kasus " Polisi Tembak
Polisi" relatif sudah "rampung". Kuncinya, karena orang-orang
baik itu "mengakui" kasus
"Polisi Tembak Polisi" adalah kejahatan besar yang menjungkirbalikkan nilai -nilai
sosial dan budaya bangsa. Selamat
untuk kita semua yang untuk sementara terlepas oleh horor dan teror angkara
murka. ● |
Sumber
: https://ceknricek.com/a/babak-baru-horor-and-teror-kasus-polisi-tembak-polisi/32423
Tidak ada komentar:
Posting Komentar