Senin, 28 November 2022

 

Kekalahan di WTO dan Nasib Hilirisasi

Tajuk Rencana : Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 25 November 2022

 

                                                

 

Kabar buruk diterima 17 Oktober lalu: RI kalah melawan Uni Eropa dalam sengketa di WTO terkait larangan ekspor nikel yang diterapkan pemerintah sejak awal 2020.

 

Namun, pemerintah sudah memastikan tak akan mundur dari program hilirisasi dan akan tetap melanjutkan larangan ekspor bijih nikel. Kekalahan itu sendiri sudah diantisipasi.

 

Kita mendukung langkah pemerintah. Kebijakan menghentikan ekspor bijih nikel yang diambil Presiden Jokowi dilandasi alasan untuk menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja seluas-luasnya di dalam negeri. Kebijakan ini juga akan meningkatkan pendapatan pajak bagi negara.

 

Selama puluhan tahun kita hanya mengekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah dan lapangan kerja justru dinikmati negara lain. Ekspor komoditas turunan nikel melonjak sejak kebijakan itu diterapkan. Dari hanya 1,097 miliar dollar AS tahun 2019 (masih dalam bentuk bijih nikel), menjadi 16,5 miliar dollar AS (Januari-Oktober 2022). Bukan tak mungkin tahun ini tembus 20 miliar dollar AS.

 

Gugatan diajukan Uni Eropa (UE) karena dihentikannya ekspor nikel dari Indonesia mengancam kelangsungan industri baja tahan karat sebagai tulang punggung penting ekonomi UE. Forum banding akan menjadi pertaruhan Indonesia.

 

Kita meyakini pemerintah sudah mengantisipasi dan akan memaksimalkan upaya untuk menang. Argumen kepentingan melindungi ekonomi dalam negeri—khususnya penciptaan lapangan kerja dan mengatasi kemiskinan—dan keberlanjutan program kendaraan listrik ramah lingkungan yang juga menjadi kepentingan global, salah satu yang bisa dimainkan.

 

Kasus sengketa nikel di WTO menjadi barometer penting karena Presiden sudah menyatakan hilirisasi nikel akan diikuti komoditas tambang lain, seperti bauksit, tembaga, dan timah. Bukan tak mungkin, kebijakan ini juga akan menghadapi gugatan serupa dari negara yang tak terima dengan kebijakan itu.

 

Pasal 33 UUD 1945 sudah tegas menekankan, sumber daya alam digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan hilirisasi merupakan langkah awal penting dalam pembenahan tata kelola sumber daya alam yang sejalan dengan amanat konstitusi tersebut.

 

Sebagai negara berdaulat, ada yang tak bisa dikompromikan jika menyangkut kepentingan dalam negeri dan amanat konstitusi. Langkah pemerintah di sini sudah sangat benar.

 

Namun, kita juga harus tetap mencermati kemungkinan langkah retaliasi yang bisa dilancarkan UE yang bisa mengancam akses ke pasar global. Kita tetap berkepentingan terhadap terbukanya akses ke pasar global, penciptaan iklim investasi di dalam negeri, dan kesinambungan program pemerintah, termasuk terwujudnya industri kendaraan listrik.

 

Dalam kaitan ini, sikap Presiden Jokowi yang membuka ruang kerja sama investasi atau konsesi lain dengan negara-negara pengimpor bahan tambang Indonesia sangat tepat. Sebagai warga dunia yang baik serta tunduk pada kesepakatan multilateral, kita harus mencari jalan terbaik, tanpa mengorbankan kepentingan terbesar dalam negeri.

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/24/kekalahan-di-wto-dan-nasib-hilirisasi

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar