Senin, 28 November 2022

 

Gempa Cianjur, Sesar Aktif Baru & Potensi Megathrust Pulau Jawa

Riyan Setiawan : Jurnalis Tirto.id

TIRTO.ID, 25 November 2022

 

                                                

 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, gempa Cianjur dengan magnitudo 5,6 merupakan jenis gempa dangkal yang diduga akibat aktivitas sesar Cimandiri. Hal tersebut diketahui berdasarkan analisis dari lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya.

 

“Benar demikian dugaannya, berdasarkan posisi dan kedalaman hiposentrum serta mekanisme pergerakan patahan pemicu gempanya,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati kepada reporter Tirto, Kamis (24/11/2022).

 

Tiga faktor yang membuat gempa bumi ini jadi amat merusak, kata BMKG, antara lain kedalaman gempa yang dangkal, struktur bangunan tidak memenuhi standar aman gempa, serta lokasi permukiman berada pada tanah lunak (local site effect-efek tapak) dan perbukitan (efek topografi).

 

BMKG melaporkan hingga Rabu (23/11/2022) pukul 15.00 WIB, terdapat 171 gempa susulan pasca gempa bumi 5,6 magnitudo di Cianjur.

 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 271 warga tewas akibat gempa Cianjur (data per Rabu, 23 November 2022). Sementara korban luka tercatat 2.043 orang dan 40 orang masih belum ditemukan. Sebanyak 61.908 orang mengungsi, sedangkan kerugian materiil sebanyak 56.320 rumah.

 

Fasilitas umum lainnya juga turut terdampak, antara lain: 31 unit sekolah, 124 tempat ibadah, tiga fasilitas kesehatan, dan tiga belas gedung perkantoran.

 

Terdapat 15 kecamatan yang terdampak, yaitu: Kecamatan Cianjur, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Warung Kondang, Kecamatan Cilaku, Kecamatan Gekbrong, Kecamatan Cugenang, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Sukaresmi, Kecamatan Pacet, Kecamatan Bojong Picung, Kecamatan Cikalong Kulon, Kecamatan Mande, Kecamatan Cipanas, dan Kecamatan Haurwangi.

 

Menelusuri Sesar Cimandiri dan Sejarahnya

 

Berdasarkan keterangan BMKG, gempa Cianjur disebabkan oleh Sesar Cimandiri. Dilansir dari geologi.co.id, Sesar Cimandiri adalah sesar atau patahan geser aktif sepanjang kurang lebih 100 km. Sesar ini memanjang dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, mengarah ke timur laut melewati Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang.

 

BMKG mengatakan, meski Sesar Cimandiri melintasi daerah tersebut, tapi belum tentu daerah itu akan terjadi gempa ke depan.

 

“Tidak semudah itu. Karena gempa akan terjadi jika akumulasi tegangan maksimum dan melampaui batas elastisitasnya,” kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

 

Peneliti Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Z. Gaffar menjabarkan, Sesar Cimandiri dalam beberapa segmen. Dalam jurnal bertajuk 'Deformasi Kerak Bumi Segmen-segmen Sesar Cimandiri' pada 2006, segmen Sesar Mandiri; Pelabuhan Ratu-Citarik, Citarik-Cadasmalang, Ciceureum-Cirampo, Cirampo-Pangleseran, dan Pangleseran-Cibeber, serta beberapa segmen antara Cibeber-Padalarang.

 

Sementara dalam Jurnal Geologi Universitas Padjajaran, Iyan Haryanto dkk menjelaskan dalam jurnal bertajuk 'Tektonik Sesar Cimandiri, Jawa Barat', letak struktur Sesar Cimandiri dapat dibagi menjadi dua bagian yakni; segmen bagian barat yang berarah barat-timur yang membentang mulai dari Pelabuhan Ratu sampai Perbukitan Walat, dan segmen bagian timur yang berarah timur laut-barat daya, membentang dari perbatasan Sukabumi-Cianjur sampai Gunung Tangkubanprahu (Bandung Utara).

 

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Irwan Meilano menjelaskan, sesar merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.

 

“Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal yang serupa. Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan,” demikian dilansir dari Humas ITB.

 

Ini bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri menyebabkan gempa. Irwan menyebutkan, pernah terjadi gempa berkekuatan serupa pada 1970-an.

 

Sesar Cimandiri memang sudah beberapa kali membuat ulah. Dalam satu abad ini, setidaknya, 7 kali gempa besar pernah tercatat, di antaranya gempa bumi Pelabuhan Ratu (1900), gempa bumi Cibadak (1973), gempa bumi Gandasoli (1982), gempa bumi Padalarang (1910), gempa bumi Tanjungsari (1972) dan gempa bumi Conggeang (1948) dan terakhir gempa bumi Sukabumi (2001).

 

Sementara itu, berdasarkan kajian geofisika yang bertajuk 'Sebaran Episentrum Gempa Bumi Wilayah Jawa Barat April 2022' yang diterbitkan Stasiun Geofisika Bandung, dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada enam struktur regional: Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, Sesar Cipamingkis, Sesar Garsela, Sesar Citarik dan Sesar Lembang.

 

Keenam sesar tersebut diduga masih aktif hingga sekarang. Walaupun seluruh sesar tersebut berperan dalam sejarah tektonik di Jawa Barat, namun hingga saat ini penjelasan mengenai mekanisme pembentukan struktur sesarnya masih belum jelas.

 

Namun demikian, Dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Ismawan meragukan bahwa penyebab gempa Cianjur dipicu pergerakan Sesar Cimandiri. Sebab, lokasi episentrum gempa yang berada jauh dari bentangan Sesar Cimandiri.

 

Ismawan mengatakan, kawasan Cugenang yang menjadi episentrum gempa Cianjur berjarak sekira 10 kilometer di sebelah utara jalur patahan Cimandiri. Jalur Sesar Cimandiri sendiri bermula dari Palabuhanratu, lalu membentang ke arah timur dan berbelok ke utara di sekitar kawasan episentrum gempa kemarin.

 

Dugaan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa lebar dari Sesar Cimandiri adalah berkisar 8 hingga 10 meter. Selain itu, kontur dari Sesar Cimandiri memiliki kemiringan ke arah selatan, sehingga lokasi episentrum gempa dengan kedalaman 10 kilometer dipastikan berada di luar jalur sesar tersebut.

 

Lebih lanjut, Ismawan menganalisis, kemungkinan gempa ini diakibatkan oleh pergerakan sesar baru yang belum banyak diketahui orang. Dikatakan belum banyak diketahui orang karena bisa jadi jejak-jejak pelurusan sesar tersebut tertutupi oleh beberapa faktor.

 

Jika melihat lokasi episentrum yang berada dekat dengan Gunung Gede, kata dia, maka kemungkinan jejak-jejak sesar tersebut tertutupi oleh endapan gunung api.

 

“Ini dimungkinkan karena kalau sesar lama biasanya ada jejak-jejak pelurusan yang menunjukkan bahwa di situ ada sesar. Di sana karena batuan vulkanik, jejak pelurusannya itu kelihatan tidak ada,” kata Ismawan dikutip laman resmi Unpad, Rabu (23/11/2022).

 

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Koordinator Geologi Gempa dan Tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geodesi (PVMBG) Supartoyo. Ia mengatakan episentrum gempa Cianjur berada di luar zona Sesar Cimandiri.

 

Ia pun menunjukkan sebuah gambar peta zona Sesar Cimandiri. Dia mengatakan Sesar Cimandiri letaknya masih jauh dari lokasi gempa Cianjur.

 

“Menurut PVMBG episentrum berada di luar zona Sesar Cimandiri,” kata Supartoyo kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

 

Menurut Supartoyo, penyebab utama gempa Cianjur dari sesar aktif di luar Sesar Cimandiri.

 

Adakah Hubungan dengan Megathrust Jawa?

 

BMKG mengatakan gempa Cianjur tidak ada hubungannya dengan adanya kemungkinan Gempa Megathrust 8,9 magnitudo di selatan Jawa dan barat daya Sumatera. Gempa ini berpotensi tsunami setinggi 34 meter.

 

Adanya ancaman megathrust di Pulau Jawa diketahui dari jurnal Natural Hazard yang ditulis oleh BMKG bersama sejumlah peneliti.

 

“Megathrust Jawa itu berlokasi di sistem zona subduksi di bawah laut selatan Jawa, sedangkan gempa Cianjur disebabkan oleh sistem sesar aktif di daratan, jadi secara lokasi tidak ada hubungannya,” kata penulis utama Jurnal Natural Hazard, Pepen Supendi dari BMKG cum peneliti postdoctoral di University of Cambridge kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

 

BNPB juga mengatakan hal senada. Mereka beranggapan gempa Cianjur tidak ada hubungannya dengan adanya kemungkinan Gempa Megathrust 8,9 magnitudo (M) di selatan Jawa dan barat daya Sumatera.

 

“Tidak ada [hubungan]. Sesar aktif penyebab gempa Cianjur merupakan sesar darat (dangkal), sedangkan Megathrust merupakan zona pertemuan lempeng di dasar laut,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi BNPB, Abdul Muhari kepada Tirto, Rabu malam (23/11/2022).

 

Berdasarkan keterangan dari BMKG, terdapat 13 Megathrust yang tersebar dari barat-timur wilayah Indonesia. Di sekitar Sumatera ada Megathrust Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Batu, Mentawai Siberut dan Mentawai-Pagai, dan Enggano.

 

Kemudian di sekitar Jawa ada Megathrust Selat Sunda, Jawa Barat-Jawa Tengah, Jawa Timur. Di sekitar Bali-Nusa Tenggara terdapat Megathrust Sumba, sementara di sekitar Sulawesi ada Megathrust Sulawesi Utara dan Filipina, dan di wilayah paling timur Indonesia ada Megathrust Papua.

 

Menanggapi adanya ancaman Megathrust Jawa, Peneliti Ahli Utama Bidang Paleotsunami dan Kebencanaan BRIN, Eko Yulianto mengatakan, pemerintah harus bersiap dengan melakukan mitigasi agar dampak yang terjadi tak parah seperti Gempa Cianjur yang menewaskan ratusan jiwa atau peristiwa lainnya.

 

Langkah yang dilakukan pemerintah harus menyiapkan peta detail terkait sumber gempa. Ia pun mengkritisi Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 yang diluncurkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

 

Dalam peta tersebut, ditemukan 295 sesar aktif. Namun, ia menilai masih banyak titik gempa yang belum terdeteksi. “Itu jumlah terlalu sedikit untuk wilayah di Indonesia. Jauh lebih banyak yang kita belum ketahui," kata Eko kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

 

Kemudian analisis daerah yang pernah mengalami gempa. Pelajari daerah tersebut akan mengalami gempa berapa tahun sekali. Sebab, gempa mengalami siklus.

 

“Jadi kalau tahu pemetaannya, kalau terjadi gempa, jadi tahu wilayah mana saja yang terdampak dan guncangannya seberapa besar. Kalau kita tahu, dampak ancamannya kita bisa memitigasi risiko," ucapnya.

 

Selanjutnya melakukan penataan ruang. Misalnya, tidak mendirikan bangunan di daerah yang berpotensi gempa dan tsunami seperti pesisir. Sebab, yang dapat membunuh orang adalah bangunan yang rubuh akibat gempa.

 

Ia mengatakan pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat yang tinggal di daerah rawan agar bagaimana mereka bisa menghadapi bencana.

 

Misalnya, mengimbau masyarakat agar membuat ruangan tahan gempa di dalam rumah agar dapat berlindung. Jika terlalu mahal, buat perabotan seperti meja tahan gempa untuk berlindung sebagai pertolongan pertama.

 

Kemudian pemerintah perlu membuat fasilitas masyarakat seperti bangunan sekolah, kantor pemerintahan, hingga rumah sakit yang dibangun di daerah yang tak berpotensi gempa sebagai tempat evakuasi.

 

Lalu dibuat jalur evakuasi dan petunjuk arah ke lokasi yang telah ditetapkan sebagai lokasi yang aman seperti bangunan tahan gempa atau lapangan yang luas. Selanjutnya, buat sistem peringatan dini bencana dan informasi kepada masyarakat jika akan terjadi potensi bencana agar mereka dapat mempersiapkan diri.

 

“Buat sirine, jadi saat terjadi bencana masyarakat langsung melakukan evakuasi ke lokasi yang telah ditentukan,” kata Eko.

 

Ia pun mengimbau agar masyarakat juga bertanggung jawab atas keselamatannya masing-masing. “Masyarakat juga harus menanggapi imbauan dari pemerintah secara lebih serius untuk keselamatan diri sendiri," imbuhnya.

 

Melihat dari peristiwa Gempa Cianjur yang menelan ratusan jiwa dan kejadian bencana yang telah terjadi, Eko menilai, pemerintah Indonesia belum siap sama sekali dalam menghadapi Megathrust Jawa.

 

“Jadi masyarakat maupun pemerintah dan masyarakat belum siap. Itulah yang membuat bencana dapat menimbulkan banyak korban jiwa,” kata dia.

 

Upaya Pemerintah Tangani Potensi Megathrust

 

BMKG mengatakan, terjadinya gempa bumi tidak bisa dicegah, tapi yang bisa dilakukan adalah mitigasi bencana agar dapat meminimalisir dampak dari bahaya tersebut, supaya tidak menimbulkan bencana yang menelan korban jiwa dan kerugian ekonomi.

 

Upaya mitigasi yang dilakukan oleh BMKG agar Megathrust Jawa tidak menimbulkan banyak dampak hingga korban jiwa seperti Gempa Cianjur, di antaranya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk memastikan kesiapan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana tersebut.

 

Misalnya, dengan melakukan sosialisasi dan edukasi melalui Sekolah Lapang Gempa, merekomendasikan perencanaan tata ruang yang disesuaikan dengan potensi bencananya, membuat bangunan tahan gempa, dan lainnya.

 

“Jadi mitigasinya menyeluruh antara mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural,” kata Penulis utama Jurnal Natural Hazard, Pepen Supendi dari Badan BMKG cum peneliti postdoctoral di University of Cambridge kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

 

Selain itu, masyarakat harus mengenal dan memitigasi potensi bencana alam yang ada di wilayahnya agar tetap bisa hidup nyaman berdampingan dengan kondisi alam tersebut.

 

Sementara itu, Abdul Muhari mengklaim, BNPB sudah memiliki program migitasi utama, yaitu mengedukasi masyarakat pesisir di seluruh daerah rawan tsunami.

 

“Yang harus kita tingkatkan adalah masyarakat itu bisa menentukan, bisa mengambil keputusan dari gejala alam,” kata dia.

 

Edukasi tersebut harus dilakukan sebagai program utama dibanding yang lain seperti peringatan dini. Alasannya, kata dia, secanggih apa pun peringatan dini, itu tidak bisa menangkap secara detail dan tepat fenomena yang ada.

 

BNPB sendiri mengakui belum memiliki data soal mengidentifikasi atau menentukan opsi untuk mitigasi risiko potensi tsunami 34 meter di selatan Jawa itu. Ia menuturkan BNPB masih harus lebih banyak lagi mengetahui perihal periode ulang tsunami di wilayah tersebut.

 

“Kalau di selatan Jawa, enggak ada yang bisa menjadi dasar temuan berapa periode ulang tsunami yang pernah terjadi di selatan Jawa,” imbuhnya.

 

BNPB juga telah memiliki kajian pembaharuan dan kajian risiko bencana nasional, khususnya untuk tsunami. Hal ini bertujuan sebagai garis dasar mereka dalam menentukan rencana mitigasi, rencana tata ruang, rencana kontijensi, dan rencana operasi untuk upaya mitigasinya.

 

“Jadi paling utama dulu, karena kalau tsunami ini kan sebenarnya dia bukan high frequency event, bukan peristiwa bencana yang terjadi sering kali kayak banjir. Dia kan terjadinya return period-nya, periode ulangnya, mungkin dari 30 sampai ribuan tahun,” jelas dia.

 

Sumber :   https://tirto.id/gempa-cianjur-sesar-aktif-baru-potensi-megathrust-pulau-jawa-gy2Q

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar