Senin, 28 November 2022

Ganjar Pranowo, Bakal Capres Parpol atau Survei?

Henri Siagian : Editor Media Indonesia

MEDIA INDONESIA, 20 November 2022

 

                                                

 

Akhirnya, PDI Perjuangan akan mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden pada 2024. Setidaknya itu adalah keyakinan dari Ketua Umum Ganjar Pranowo (GP) Mania Immanuel Ebeneazer.

 

Menurut pria yang kerap disapa Noel itu, partai berlambang banteng itu akan mendeklarasikan Ganjar pada Januari 2023, tepat pada ulang tahun partai yang kini dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri tersebut.

 

Alasan PDIP mengusung Ganjar tidak terlepas dari hitung-hitungan politik yang berbasis pada survei dan kemunculan dukungan dari masyarakat terhadap Ganjar. Walhasil, PDIP mau tidak mau tentunya realistis melihat fakta tersebut. Itu menurut Immanuel.

 

Bila melihat sosok Immanuel Ebenezer, dia adalah ketua dari kelompok Jokowi Mania alias Joman yang terlibat dalam kampanye mendukung pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

 

Pada 12 Juni 2021, ia diangkat langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Komisaris Utama PT Mega Eltra yang bergerak di bidang perdagangan , jasa konstruksi dan keagenan, serta industri cat. Pada 23 Maret 2022, Noel diberhentikan dari posisi komisaris anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) itu.

 

Noel  juga menjadi saksi meringankan bagi terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme dengan terdakwa Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 23 Februari 2022 atau sebulan sebelum diberhentikan dari jabatan di BUMN. Akan tetapi, tidak diketahui apakah pemberhentian itu terkait dengan kesaksian Immanuel di persidangan Munarman.

 

Kini, Immanuel terlibat aktif dalam dukungan terhadap Ganjar untuk diusung dalam kontestasi Pilpres 2024.

 

Hasil survei

 

Kembali ke nasib Ganjar. Bila melihat beragam hasil survei selama ini, nama mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Ganjar bisa dibilang liga utama atau tiga besar untuk tingkat elektabilitas pilpres.

 

Bahkan, sejumlah lembaga survei seakan berlomba menampilkan hasil survei teranyar yang terkadang berbeda.

 

Indonesia Network Election Survei ( INES) pada Rabu, 16 November 2022, merilis Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto adalah sosok dengan elektabilitas tertinggi. Mengalahkan Prabowo, Ganjar, dan Anies Baswedan.

 

Adapun berdasarkan survei Political Weather Station (PWS) yang berlangsung pada periode 4-11 November 2022, tingkat elektabilitas Prabowo berada di nomor puncak diikuti Ganjar dan Anies Baswedan.

 

Adapun berdasarkan survei eksperimental Saiful Mujani Research Center (SMRC) terkait efek sosok Ganjar, Airlangga, dan Menteri BUMN Erick Thohir terhadap perolehan suara partai Golkar, Ganjar dianggap paling berpengaruh positif pada penguatan suara Golkar. Bahkan, menurut SMRC, jika Golkar mencalonkan Ganjar, suara PDIP menjadi turun. Kalau Ganjar dicalonkan oleh Golkar, dia mengajak pemilihnya pergi ke Golkar. Itu kata Direktur Eksekutif SMRC Saiful Mujani.

 

Sedangkan Survei Y-Publica menunjukkan posisi tiga besar bursa calon presiden 2024 adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.

 

Itu adalah sebagian gambaran hasil survei yang berlangsung pada November 2022 terkait calon presiden 2024.

 

Lalu, jika PDIP akhirnya mengusung Ganjar dalam Pilpres 2024 seperti yang diungkapkan Immanuel, apakah berarti PDIP sudah menuruti apa kata survei?

 

Padahal, fakta yang teramat nyata adalah saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012. Jelang pemilihan putaran pertama, pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli unggul berdasarkan hasil hampir seluruh lembaga survei. Apalagi, pasangan itu mengantongi dukungan tujuh partai politik. Di putaran pertama, mereka kalah menghadapi Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang hanya diusung Partai Gerindra dan PDIP.

 

Memasuki putaran kedua, Partai Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan memberikan dukungan kepada pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Hasilnya, mereka tetap kalah menghadapi Jokowi-Ahok.

 

Akan tetapi, lembaga survei tentu tidak tepat juga bila disalahkan. Mereka hanya menangkap hasil jajak pendapat terhadap responden pada saat sebelum pemungutan suara. Sepanjang metodologi penentuan responden dapat dipertanggungjawabkan, tentu hasil kerja mereka juga sah secara ilmiah. Mereka bukan melakukan sensus terhadap seluruh penduduk.

 

Ditambah lagi, kata kunci terkait survei elektabilitas biasanya adalah bila pemungutan suara dilakukan hari ini. Jadi, bisa saja pemikiran responden hari ini, pada November 2022, akan berbeda dengan saat pemungutan suara 14 Februari 2024.

 

Dukungan parpol

 

Adapun terkait dukungan partai politik, bila melihat pemilihan gubernur DKI 2012, jelas terlihat tidak jelas relasi antara jumlah partai politik dan perolehan suara.

 

Sedangkan bila melihat Pemilu Presiden 2019, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin diusung oleh tujuh parpol yang memenuhi presidential threshold yang memiliki 62,20% suara dan 60,35% kursi DPR berdasarkan hasil Pemilu 2014. Sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diusung oleh empat parpol dengan 36,34% suara dan 39,64% kursi DPR.

 

Bila mengacu Pasal 222 Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dinyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

 

Dan pada 30 Juni 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memenangi pilpres dengan 85,6 juta suara atau 55,5%. Adapun Prabowo-Sandiaga meraih 68,6 juta suara atau 44,5% suara sah.

 

Dengan kata lain, perolehan suara kedua pasangan calon presiden dan wapres pada 2019, melebihi dari perolehan suara parpol pengusung pada 2014.

 

Bila dibandingkan dengan perolehan suara pada 2019, akumulasi perolehan tujuh parpol pengusung para kandidat masih jauh di bawah raihan suara pasangan tersebut.

 

Di mana, suara ketujuh parpol bila digabung saja masih mencapai 79,3 juta suara. Sedangkan empat parpol pendukung Prabowo-Sandiaga hanya memperoleh 49,5 juta suara.

 

Luar biasa. Pengumpulan suara gabungan parpol yang memiliki struktur, sistem, dan massa ternyata masih di bawah sosok para kandidat. Pemilihan secara langsung memang lebih menampilkan citra para kandidat untuk dijual ke publik. Dan menurut konsultan kampanye Dennis W Johnson dalam salah satu bukunya, kampanye yang berpusat pada kandidat merupakan faktor penting dalam menurunnya peran partai politik. Parpol bertransformasi menjadi perusahaan pengumpulan uang dan saluran keuangan untuk kampanye (money-gathering enterprises and financial conduits for campaigns).

 

Hanya saja, konstitusi di Indonesia masih memastikan, parpol lah yang memonopoli pencalonan presiden. UUD 1945 mengakui hak monopoli parpol dalam mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Dan dalam aturan turunannya, yakni UU Pemilu, selain hak monopoli, tidak semua parpol memiliki kebebasan mengajukan calon presiden. Hanya parpol yang memenuhi presidential threshold 20% jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah.

 

Mengacu aturan ambang batas, hanya PDIP yang sudah memiliki golden ticket untuk sendirian mengajukan pasangan capres. NasDem yang sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres kerap dikabarkan akan menyatukan kekuatan dengan PKS dan Partai Demokrat.

 

Lalu, ada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sejauh ini beranggotakan Golkar, PPP, dan PAN. Belum ada pasangan yang pasti diusung oleh kekuatan ini. Golkar yang diwacanakan mengusung Airlangga Hartarto, malah diingatkan oleh Presiden Jokowi untuk tidak sembrono. “Meskipun tadi saya lihat sudah teriak semua Pak Airlangga Hartarto dan saya juga meyakini bahwa yang akan dipilih oleh partai Golkar, capres maupun cawapres ini adalah tokoh-tokoh yang benar. Silakan terjemahkan sendiri. Itu kata Jokowi saat puncak HUT ke-58 Partai Golkar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (21 Oktober).

 

Kemudian, Gerindra yang kemungkinan berduet dengan PKB. Rapimnas Gerindra pada Agustus 2022 sudah mengusung untuk mencalonkan Prabowo kembali dalam Pilpres 2024. Prabowo juga menyatakan menerima usulan itu. Lantas, apakah Prabowo akan diduetkan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar?

 

Pada Oktober silam, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan menjadikan kasus korupsi 'kardus durian' sebagai perhatian. Bahkan, Firli meminta agar semua pihak mengawal perkembangan penanganan kasus itu.

 

Kasus itu bermula dari penangkapan pejabat Kemenakertrans pada 25 Agustus 2011. Dan saat itu, yang menjabat sebagai Menakertrans adalah Muhaimin. KPK juga menangkap kuasa direksi korporasi Dharnawati dengan barang bukti uang Rp1,5 miliar yang dibungkus dengan kardus durian. Pada persidangan 2012, Dharnawati mengaku uang itu ditujukan untuk Muhaimin. Akan tetapi, pengakuan tersebut telah dibantah berkali-kali oleh Cak Imin.

 

Kalau sudah seperti ini, apakah kira-kira PKB akan menjadikan Muhamiin Iskandar sebagai pendamping Prabowo? Kita tunggu saja.

 

Loncat pagar

 

Bila kembali lagi ke pencapresan Ganjar. Berdasarkan liga utama capres, berdasarkan kebanyakan hasil survei, hanya Prabowo sosok dengan elektabilitas bagus dan juga selaku pemilik partai. Sehingga, hampir bisa dipastikan, langgamnya relatif lebih mulus.

 

Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo adalah sosok muda dan bukanlah pemilik partai politik. Akan tetapi, Anies Baswedan sudah agak memiliki kepastian sebagai kandidat seusai dideklarasikan oleh Partai NasDem. Tinggal, bagaimana mereka akan memenuhi aturan ambang batas pencalonan presiden.

 

Adapun Ganjar Pranowo, sejauh ini sebenarnya juga sudah dideklarasikan oleh satu partai politik peserta Pemilu 2019, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Hanya saja, PSI bukanlah parpol pemilik kursi DPR pada Pemilu 2019. Sehingga, Ganjar harus bisa memastikan PDIP sebagai partai asalnya untuk mengusung dirinya. Kecuali, Ganjar nekat lompat pagar ke parpol lain.

 

Seperti analisa SMRC, bila Ganjar berani lompat pagar ke Golkar, tentunya berdampak positif ke perolehan suara partai berlambang pohon beringin itu dan mengurangi perolehan suara PDIP. Berarti, kuncinya ada di Ganjar. Akan tetapi, yang pasti, hak untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden secara konstitusional adalah hak monopoli partai politik.

 

Sumber :   https://mediaindonesia.com/opini/538706/ganjar-pranowo-bakal-capres-parpol-atau-survei

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar