Senin, 28 November 2022

 

Anwar Ibrahim Perdana Menteri Malaysia Baru Hasil Pemilu 2022

Iwan Kurniawan :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 27 November 2022

 

 

                                                           

DENGAN baju koko putih lengan panjang, sarung bergaris merah dan putih, peci hitam, serta sandal cokelat, Datuk Seri Anwar Ibrahim masuk ke ruang kerja barunya di Kantor Perdana Menteri di Putrajaya, Malaysia, Jumat, 25 November lalu. Sehari sebelumnya, Anwar dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia oleh Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah Ahmad Shah di Istana Nasional, Kuala Lumpur. “Saya akan menjalankan tugas serius ini dengan tim saya dipandu oleh kemauan serta keinginan rakyat,” kata Anwar.

 

Pengangkatan Anwar membuka lembar baru pemerintahan Malaysia, yang mengalami krisis setelah Barisan Nasional kalah dalam pemilihan umum 2018. Koalisi partai politik pimpinan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa selama puluhan tahun itu ditekuk oleh Pakatan Harapan (PH), koalisi oposisi yang dipimpin Partai Keadilan Rakyat (PKR).

 

Anwar adalah Ketua PKR yang saat itu masih dipenjara karena kasus sodomi sehingga PH dikendalikan oleh Wan Azizah Wan Ismail, Presiden PH dan istri Anwar. PH didirikan PKR bersama Mahathir Mohamad, yang keluar dari UMNO dan mendirikan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu). Setelah menang, PH mengajukan Mahathir sebagai calon perdana menteri, yang kemudian dilantik oleh Raja Malaysia. Mahathir berjanji menyerahkan kursi perdana menteri kepada Anwar. Janji itu tak pernah ia penuhi.

 

Krisis terjadi ketika sejumlah anggota UMNO membelot dan bergabung dengan Bersatu. Belakangan, Bersatu keluar dari koalisi PH, yang membuat pemerintahan PH jatuh karena kehilangan mayoritas kursi Dewan Rakyat, parlemen nasional negeri jiran. Muhyiddin Yassin, Presiden Bersatu, dan sejumlah anggota parlemen membuat manuver politik “gerakan Sheraton”, pertemuan mereka di Hotel Sheraton, Kuala Lumpur. Mereka kemudian membentuk koalisi baru Perikatan Nasional (PN) di bawah pimpinan Muhyiddin. Langkah ini membuat PN menguasai mayoritas kursi Dewan dan Muhyiddin menjadi perdana menteri.

 

Pemerintahan Muhyiddin hanya bertahan sekitar setahun. Pada pertengahan 2021, sejumlah anggota Bersatu keluar dan bergabung dengan PH. Setelah kehilangan kursi mayoritas di parlemen, Muhyiddin mundur. Barisan dan partai lain di PN kemudian memilih Ismail Sabri Yaakob dari UMNO sebagai calon perdana menteri, yang kemudian dilantik oleh Raja pada Agustus 2021.

 

Krisis masih berlanjut ketika UMNO terbelah menjadi faksi Ismail dan faksi Ahmad Zahid Hamidi, Presiden UMNO. Seruan untuk menggelar pemilihan umum yang dipercepat mulai terdengar. Ismail akhirnya memutuskan untuk membubarkan Dewan Rakyat dan menggelar pemilihan umum pada 19 November lalu.

 

Pemilihan umum ini ternyata menghasilkan “pemerintahan yang menggantung”. Tak ada dari tiga koalisi terbesar, yakni BN, PH, dan PN, yang meraih jumlah kursi mayoritas sederhana sebanyak minimal 121 dari total 222 kursi Dewan sebagai syarat untuk membentuk pemerintahan baru. PH hanya memperoleh 81 kursi, PN 73 kursi, dan BN 30 kursi.

 

Pada Ahad, 20 November, Sultan Abdullah meminta para pemimpin koalisi dan partai politik berunding untuk membentuk koalisi persatuan dan mengajukan calon perdana menteri baru. Mulanya Sultan menetapkan tenggat pada esoknya, Senin siang, untuk mendapatkan keputusan itu. Namun perundingan mereka tampaknya alot sehingga tenggat diperpanjang hingga Selasa siang.

 

Abang Zohari Tun Abang Openg, pemimpin Gabungan Partai Sarawak (GPS), mengumumkan bahwa partainya akan bergabung dengan PN, BN, dan Gabungan Rakyat Sabah (GRS). “Demi memastikan kesejahteraan rakyat terjamin dan ekonomi negara kita terpelihara, maka sebuah pemerintahan yang stabil dan kuat haruslah dibentuk segera,” katanya dalam pernyataan pada Ahad, 20 November lalu.

 

Muhyiddin Yassin kemudian mengklaim telah mendapat dukungan dari GPS dan GRS serta sejumlah anggota Dewan Rakyat untuk menjadi perdana menteri. Koalisi PN dengan GPS dan GRS akan menghasilkan 111 kursi parlemen. Dengan tambahan satu saja dukungan anggota parlemen dari partai lain, Muhyiddin sudah mengantongi cukup suara untuk menjadi perdana menteri baru.

 

Pada hari yang sama, Ahmad Zahid, Ketua Barisan Nasional, membantah klaim bahwa BN telah berunding dengan GPS atau PN. “Tak ada perundingan apa pun dengan PN sejauh ini yang bermaksud mencari kesepahaman untuk membentuk pemerintahan dengan gabungan partai tersebut,” tuturnya.

 

Zahid juga menyatakan bahwa anggota parlemen BN yang menang dalam pemilihan umum telah memberi mandat kepadanya untuk menentukan koalisi politik dalam pembentukan pemerintahan. “Sehubungan dengan ini, anggota parlemen yang melanggar arahan partai akan kehilangan keanggotaan partai dan kursi Dewan sesuai dengan undang-undang,” ujarnya seraya menyebut Undang-Undang Larangan Anggota Dewan Rakyat Berganti Partai yang baru disahkan pada Juli lalu.

 

Dalam perundingan-perundingan itu, pendulum BN dan GPS masih tampak berubah-ubah antara mendukung PH atau PN, tapi pelan-pelan Anwar Ibrahim mulai mendapat lebih banyak sokongan. Ketua Pemuda UMNO Asyraf Wajdi Dusuki menggambarkan bahwa PH lebih “sopan” dan “beradab” dalam berunding dibandingkan dengan pemimpin PN yang “arogan”. Keputusan Majelis Kerja Tertinggi (MKT) UMNO pada 23 November lalu memastikan dukungan BN kepada Anwar. “MKT bersepakat bulat untuk menyokong dan menjunjung titah Yang Dipertuan Agung supaya BN mendukung dan ambil bagian dalam pemerintahan persatuan yang bukan dipimpin PN,” kata Ahmad bin Maslan, Sekretaris Jenderal UMNO.

 

Sultan Abdullah kemudian menggelar Pertemuan Khusus Raja-raja Melayu di Istana Nasional pada Kamis, 24 November lalu. Para raja memutuskan untuk menyerahkan kepada Sultan buat mengambil keputusan yang terbaik. Sultan kemudian memutuskan untuk memilih Anwar Ibrahim. “Setelah melalui pandangan penguasa Melayu, Yang Mulia telah menyetujui untuk mengangkat Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia Ke-10,” ucap Pengawas Keuangan Istana, Ahmad Fadil Shamsuddin, dalam pernyataannya.

 

Muhyiddin Yassin, yang masih ingin menjadi perdana menteri, menantang Anwar Ibrahim untuk menggelar mosi kepercayaan di Dewan Rakyat. Dalam mosi itu, Anwar harus menunjukkan surat dukungan dari setiap anggota Dewan pendukungnya meskipun partai mereka telah bersepakat untuk bergabung dalam koalisi pimpinan Anwar. “Demi keyakinan rakyat terhadap legitimasi Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri, Anwar harus membuktikan bahwa dia mendapat dukungan mayoritas anggota Dewan Rakyat sesuai dengan proses yang ditetapkan Ketua Dewan, yakni menunjukkan surat pengakuan dukungan (dari anggota Dewan),” tutur Muhyiddin.

 

Anwar Ibrahim menyatakan bahwa sidang perdana Dewan Rakyat akan digelar pada 19 Desember mendatang untuk membahas mosi kepercayaan terhadap kepemimpinannya. “Kami tidak khawatir tentang legitimasi,” ujar Anwar, seperti dikutip Bernama, dalam konferensi pers pertamanya di Sungai Long Golf & Country Club, Kajang, Kamis, 24 November lalu.

 

Selain dari Pakatan Harapan, Anwar mendapat dukungan legislator dari BN, GPS, Partai Warisan, Ikatan Demokratik Malaysia, dan Partai Bangsa Malaysia serta anggota parlemen independen. Dengan dukungan 138 anggota Dewan, koalisi pimpinan Anwar menjadi mayoritas di parlemen. “Kami mengapresiasi bahwa kini kami mendapat komitmen dari seluruh 30 anggota parlemen Barisan Nasional,” kata Anwar. Dengan demikian, “Masalah stabilitas (politik) seharusnya tidak akan muncul.”

 

Anwar sebenarnya juga menawari PN bergabung, tapi PN memilih untuk menjadi oposisi. “PN berterima kasih kepada Anwar Ibrahim atas tawaran untuk bergabung ke dalam pemerintah persatuan. Namun kami telah memutuskan untuk tidak bergabung ke dalam pemerintahan pimpinan PH,” ucap Muhyiddin, seperti dikutip The Vibes. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/internasional/167515/anwar-ibrahim-perdana-menteri-malaysia-baru-hasil-pemilu-2022

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar