Senin, 28 November 2022

 

Bandara Kertajati, Getah dari Jalur (Asal) Cepat PSN

Reja Hidayat :  Jurnalis Tirto.id

TIRTO.ID, 26 November 2022

                                                

 

 

Empat tahun lalu, maskapai Lion Air melayani penerbangan umrah dari Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati ke Madinah, Arab Saudi. Diwarnai karut-marut terkait akses, penerbangan "jalur basah” itu pun terancam mengering.

 

Penerbangan perdana tersebut disaksikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Namun sayang, layanan tersebut tak bertahan lama karena akses menuju bandara yang masih buruk dan sepi penumpang.

 

Maskapai PT Garuda Indonesia Tbk tahun ini menapak di jejak yang kian ditinggalkan Lion Air. Perusahaan pelat merah tersebut memberangkatkan 224 jemaah dari Jawa Barat dan sekitarnya menuju Tanah Suci pada 20 November lalu dengan sistem sewa (carter).

 

Penerbangan tersebut menjadi sorotan beberapa kalangan, karena ternyata hanya separuh dari yang sempat dijanjikan pihak Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, yakni sebanyak 400 jamaah.

 

"Yang kemarin terbang sekitar 224 jamaah dan ada artisnya. Sekarang ada yang terbang? Enggak. Kapan terbang lagi juga masih kurang jelas," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Republik Indonesia (Asphurindo), Muhammad Iqbal Muhajir kepada Tirto, Senin (21/11/2022).

 

Selama ini, asosiasi sudah sering mendengar pemerintah Jawa Barat dan pemerintah pusat mempromosikan Bandara Kertajati untuk pemberangkatan umrah dan haji. Promosi itu sudah dilakukan sebelum bandara selesai konstruksi.

 

Pada Mei 2018, misalnya, BIJB mulai sosialisasi layanan penerbangan haji dan umrah kepada 150 biro agen perjalanan. Demi melihat realisasi penerbangan umrah pada 20 November lalu, para pengusaha travel tidak teryakinkan begitu saja.

 

Bagi mereka, ada persoalan yang tak juga selesai yakni akses jalan dan harga tiket dari Bandara Kertajati yang lebih mahal dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Para penyedia travel umrah pun memilih memberangkatkan jamaahnya dari Ibu Kota.

 

Persoalan lain adalah harga harga avtur (bahan bakar pesawat) yang lebih mahal di BIJB ketimbang di Bandara Soetta dan Bandara Halim Perdanakusuma. Seperti diketahui, salah satu variabel pembentuk harga tiket pesawat adalah ongkos pembelian avtur.

 

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Farid Aljawi menyebut harga tiket yang lebih mahal menjadi permasalahan. Namun, dia enggan menyebut angkanya.

 

Permasalahan lainnya adalah akses. Perjalanan dari Bandung ke Bandara Kertajati melalui tol Cipularang-Cipali (Cikopo-Palimanan) menempuh jarak 178 kilometer (km) dengan tarif Rp142 ribu, dua kali lipat biaya dari Bandung ke Soetta yang hanya Rp67 ribu.

 

Di sisi lain, perjalanan melewati Jatinangor, Sumedang, menempuh jarak 105 km atau 2 jam 50 menit. Padahal jika tol Cisumdawu beroperasi, jarak Bandung- Kertajati sebenarnya hanya 61 km.

 

Situasi ini yang membuat pengusaha travel umrah enggan melakukan penerbangan melalui Bandara Kertajati. "Ada satu cara agar bisa terbang dari Kertajati, yakni harga. Jarak dan durasinya juga lama, di atas dua jam," ungkap Farid kepada Tirto pada pekan kedua November. “Kalau harga sama dan fasilitas jauh berbeda segala macam, ya repot.”

 

Bandara yang berlokasi di Majalengka ini memang problematik, baik ketika dibangun maupun ketika dibuka resmi pada 24 Mei 2018. Dengan terminal seluas 83.700 m2, bisa dibayangkan betapa sepinya suasana bandara tersebut.

 

Begitu sepinya, Bandara Kertajati dan lainnya seringkali disebut mirip kuburan, meski investasinya sangat besar. Bandara Kertajati, misalnya, menelan biaya hingga Rp2,6 triliun.

 

Sejak Awal Sudah Keliru

 

Pembangunan Bandara Kertajati direncanakan sejak era Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Studi kelayakan dimulai pada 2003 oleh PT Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB, dan izin penetapan lokasi turun sejak 2005. Lalu proses konstruksi dimulai di era Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

 

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Prof Harun Al-Rasyid Lubis menilai kajian studi kelayakan Bandara Kertajati teramat buruk. Menurut dia, kajian setebal 5 cm itu bukan untuk melihat hasil yang sebenarnya, melainkan hanya untuk memenuhi aspek formalitas.

 

"Mereka kaji biar layak bukan bagaimana sebenarnya. Tapi itu pula yang didorong sama pengusaha. Pengusaha ini mau nangkap lahan," kata Harun yang memiliki hasil kajian itu, pada Kamis (17/11/2022).

 

Sebenarnya, ada tiga kandidat bandara sebelum diputuskan BIJB. Pertama, Bandara Karawang, kedua Bandara Cirebon, ketiga Bandara Kertajati. Pemilihan bandara tersebut lebih karena aspek politis ketimbang teknis.

 

Harun menilai sebuah kajian mestinya bersifat transparan, bottom up, dan dilakukan oleh konsultan independen. Semuanya harus dipagari dengan kelayakan teknis, ekonomis, finansial dan lingkungan.

 

Bahkan, para pihak yang berkepentingan dalam proyek pemerintah seringkali menggunakan kampus. Menurut Harun, PT Lapi ITB dipakai hanya sebagai stempel keabsahan kajian padahal proyek pembangunan itu sebenarnya tidak layak dijalankan dari parameter ‘kebutuhan.’

 

"Harus dibuat standar operating procedure (SOP) studi kelayakan. Membangun enggak ada kajian, tapi model gitu banyak kejadian. Kajian kelayakan harus ada standarnya. Karena enggak di pagar, diakrobat aja itu. Dia bilang sudah layak, padahal belum. Ini kenyataan," kata Harun.

 

Eks Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sekaligus Direktur Lokataru Iwan Nurdin menilai ada aspek ketidakhati-hatian dalam membangun proyek infrastruktur di Indonesia.

 

Jika di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) proyek berakhir mangkrak karena tak berlanjut, maka di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), proyek justru mangkrak setelah selesai dibangun. Hasilnya tak sesuai target awal akibat kurang komprehensifnya studi kelayakan.

 

Faktor inilah yang menurut Iwan menyebabkan BIJB sepi sampai sekarang. Begitu pula dengan bandara Jogja. Dia menyerukan pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan bandara baru sebab hampir seluruh bandara di Indonesia tidak didasarkan konsep perencanaan yang kuat.

 

"Dengan dasar pemikiran itu saya menyarankan pemerintah meninjau kembali rencana pembangunan bandara-bandara baru. Kapan perlu berani untuk mengoreksi keberadaan bandara-bandara yang lama," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah kepada Tirto pertengahan September lalu.

 

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada 21 bandara baru yang harus diselesaikan sebelum tahun 2024. Beberapa bandara baru selain BIJB juga bernasib sama, 'mati suri'.

 

Misalnya, Bandara Ngloram, Blora yang diresmikan oleh Presiden Jokowi Desember lalu. Hingga saat ini tidak ada jadwal penerbangan yang beroperasi pada rute dari maupun ke bandara yang berada di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

 

Efek Jalur Cepat Bernama PSN

 

Di era Jokowi, pembangunan infrastruktur sangat masif. Pemerintah daerah dan pengusaha berlomba-lomba memasukkan proyek mereka ke daftar proyek strategis nasional (PSN) yang dulu bernama masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI).

 

Ketika masuk daftar PSN, kucuran dana APBN, pembebasan lahan, dan jaminan pendanaan bakal dipermudah. Bandara yang menikmati status PSN adalah BIJB, Bandara Kediri-yang dibangun PT Gudang Garam Tbk, dan Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

 

Pembangunan Bandara Kertajati, misalnya, direncanakan hampir 13 tahun hingga melalui dua pergantian presiden. Pada 2016, bandara ini masuk PSN yang tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) No 3 tahun 2016 dan Perpres No 56 tahun 2018.

 

Perubahan status itu membuat pembangunan menjadi sangat cepat, bahkan sangat mudah membebaskan lahan atas nama pembangunan. "Proyek bersandar pada PSN, proses pengadaan tanah lebih merugikan masyarakat," kata Iwan Nurdin

 

Karena kejar tayang, proses ganti lahan biasanya merugikan masyarakat sehingga memicu kerugian karena ketidakhati-hatian berupa salah orang, salah ukuran, dan salah hitung nilai.

 

Bandara Komodo juga masuk PSN dan banyak dikritik. Proyek revitalisasi bandara ini dinilai hanya memuluskan bisnis resort dan wisata yang dinilai merusak cagar alam Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan Tatawa dengan total luas konsesi mencapai 463,49 hektare.

 

Status PSN juga memungkinkan proyek infrastruktur--yang semula tak memakai dana negara--tiba-tiba bisa ditalangi duit APBN, yang terkumpul dari keringat rakyat. Hal ini terjadi dalam kasus Bandara Kertajati dan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.

 

Untuk “menyelamatkan” Bandara Kertajati, pemerintah membangun tol Cisumdawu. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan konstruksi tol Cisumdawu seksi I dan II dilaksanakan oleh pemerintah karena ruas tersebut masih belum feasible secara bisnis.

 

Dua seksi tol tersebut mendapatkan pinjaman sebesar Rp3,4 triliun dari China, sedangkan seksi 3 dan 6 ditawarkan kepada swasta dengan menelan biaya konstruksi sekitar Rp2 triliun.

 

"Udah dipilih ya sudah, tapi ada risiko. Pilih tertentu trafiknya kurang, ada resiko. Ujung-ujungnya seperti itu, apalagi dunia penerbangan. Untuk menunggu itu harus disubsidi dulu, harus tekor-tekoran dulu Jawa Barat maupun pemerintah pusat," ucap Harun.

 

Sumber :   https://tirto.id/bandara-kertajati-getah-dari-jalur-asal-cepat-psn-gy7T

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar