Senin, 28 November 2022

 

Revolusi untuk Pendidikan Merdeka

Anselmus JE Toenlioe : Wakil Ketua 1 STIPAK Duta Harapan Malang,

Jawa Timur

KOMPAS, 25 November 2022

 

                                                

 

Negeri ini sudah merdeka 77 tahun, tetapi pendidikan masih terjajah. Pendidikan negeri ini masih terjajah oleh sistem yang dapat disebut sebagai penjara pendidikan. Sistem itu adalah siswa wajib mempelajarai semua pelajaran di sekolah.

 

Sistem lain yang yang sudah dihapus dua tahun lalu adalah Ujian Nasional (UN) versi lama. UN versi lama pun ibarat penjara pendidikan puluhan tahun. Meski sudah ditiadakan, dampak negatif dari produknya masih terasa hingga kini. Konflik sosial yang mudah terjadi, serta korupsi yang masih merajalela merupakan contoh dampak negatif tersebut.

 

Kok bisa? Memang sangat bisa. Penjelasannya sebagai berikut. UN versi lama menyebabkan siswa wajib mempelajari semua mata pelajaran dengan capaian yang sama. Dengan demikian, meski siswa tidak cukup berbakat, dan berarti tidak cukup berminat terhadap pelajaran tertentu, siswa tetap diwajibkan untuk belajar dan mencapai target tertentu, yang telah ditetapkan, dan seragam bagi semua siswa.

 

Sistem demikian berdampak negatif kepada pendidikan karakter. Katakanlah karakter jujur, bagaimana mungkin siswa dapat belajar jujur secara efektif dan efisien jika ia harus berusaha berbohong untuk menyiasati dampak negatif dari sistem yang membuatnya tidak nyaman. Demikian juga pendidikan karakter lainnya, seperti menghargai sesama manusia misalnya.

 

Demikian juga para guru. Bukan hal baru jika sejumlah guru cenderung merekayasa nilai siswa untuk pelajaran yang tidak cukup dibakati dan diminati siswa. Rekayasa dilakukan agar nampak seolah-olah siswa telah menguasai pelajaran tersebut.

 

Pendidikan berbasis bakat minat

 

Dalam diskusi saya dengan sejumlah pengelola sekolah, terungkap pula dampak negatif dari penjara pendidikan sekitar 75 tahun. Sejumlah guru senior menikmati zona nyaman penjara pendidikian, dan sulit diajak untuk melaksanakan merdeka belajar yang sedang digadang-gadang oleh pemerintah.

 

Mereka sudah merasa nyaman dengan UN versi lama dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), juga Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang lengkap dan seragam untuk semua siswa. Mereka tidak cukup tertarik untuk menerapkan konsep merdeka belajar dengan berbagai tuntutan dan tantangan yang sedang diproses pelaksanaannya secara serius oleh pemerintah.

 

Meskipun demikian, mesti dikatakan di sini, waktu sekitar dua tahun belumlah memadai untuk memperbaiki kerusakan pendidikan sebagai dampak buruk dari sistem yang digunakan puluhan tahun. Selain itu, harus dikemukakan pula di sini bahwa apa yang dilakukan pemerintah belum cukup fokus ke masalah utama pendidikan negeri ini selama ini.

 

Masalah utama yang dimaksud adalah pendidikan tanpa basis bakat dan minat siswa. Secara teoritis, setiap siswa terlahir unik dengan bakatnya masing-masing. Pendidikan memiliki fungsi utama mengidentifikasi bakat siswa, menjadikannya sebagai minat, dan dari sanalah pendidikan berlangsung. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang efektif dan efisien adalah pendidikan berbasis bakat dan minat siswa.

 

Tentang pendidikan berbasis bakat dan minat siswa, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Bab V, Pasal 12 Ayat 1 b tegas menyatakan: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Sayang seribu sayang, UN dengan berbagai perangkat kebijakan yang mendukungnya justru menjadi penyebab utama bakat dan minat siswa sebagaimana dikemukakan dalam UU Sisdiknas diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

 

Meski demikian, setahu saya, sejumlah sekolah swasta dan lembaga pendidikan nonformal justru menjadikan bakat dan minat siswa sebagai basis pengelolaan lembaga pendidikan mereka. Ada sekolah misalnya, yang mendatangkan guru masak lulusan tata boga untuk pendidikan khusus bagi siswa-siswa yang berbakat dan berminat di bidang tata boga.

 

Revolusi pendidikan

 

Sesungguhnya revolusi pendididikan tidak hanya perlu dilakukan oleh guru, melainkan juga oleh para penanggung jawab sistem pendidikan. Paling tidak, diperlukan tindakan revolusioner di bidang pendididikan sebagai berikut. Pertama, dalam UU Sisdiknas yang baru (nanti), pendidikan berbasis bakat dan minat siswa harus tetap tertulis secara gamblang. Dengan demikian, para pengelola pendidikan dan guru memiliki rujukan formal yang mengikat.

 

Kedua, secara formal terdapat kebijakan yang mewajibkan pengelola sekolah dan guru menerapkan pendidikan berbasisi bakat minat dalam pembelajaran. Untuk itu, para kepala sekolah dan guru perlu memegang hasil tes bakat siswa, untuk dijadikan rujukan dalam menjadikan bakat tersebut sebagai minat, dan memulai pembelajaran dari sana.

 

Ketiga, terkait dengan kedua, pemerintah perlu menyediakan dana abadi untuk tes bakat dan minat siswa oleh pihak-pihak yang berkompeten. Sejauh yang saya ketahui, tes bakan minat sudah bisa diadakan sejak siswa masih di TK. Minimal di SD sudah harus diadakan tes bakat minat dan dijadikan pegangan oleh setiap sekolah dalam mengelola pembelajaran.

 

Keempat, perlu ditanamkan dalam diri berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan, prinsip tidak menyesali keterbatasan siswa, melainkan mensyukuri kelebihan mereka, dan menjadikan kelebihan tersebut sebagai tonggak utama pendidikan. Pihak-pihak yang terkait tersebut misalnya guru, kepala sekolah, penilik sekolah, serta orangtua siswa.

 

Salam revolusi pendidikan. Merdeka!

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/23/revolusi-untuk-pendidikan-merdeka

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar