Senin, 28 November 2022

 

Bagaimana Tarik-Ulur Aturan UMP 2023

Retno Sulistyowati :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 27 November 2022

 

 

                                                           

RAPAT Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat pada Rabu, 16 November lalu, mendadak dihentikan. Dalam pertemuan hari kedua itu, peserta rapat sedang menyusun rekomendasi upah minimum provinsi (UMP) 2023. Karena pembahasannya alot, rapat pun disetop. “Lagi hangat-hangatnya, akhirnya kami hentikan,” Taufik Garsadi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, bercerita kepada Tempo, Selasa, 22 November lalu.

 

Namun, kata Taufik, rapat dihentikan bukan lantaran perdebatan yang sengit. Menurut dia, rapat saat itu berhenti karena ada perintah dari Kementerian Ketenagakerjaan. Alasannya: pemerintah pusat sedang menyusun aturan baru tentang upah minimum.

 

Taufik sebenarnya telah mengetahui akan ada aturan baru saat menghadiri pertemuan dengan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, beberapa waktu lalu. “Kami pernah dikumpulkan Ibu Dirjen, akan ada perubahan. Tapi masih dibahas di Dewan Pengupahan,” ujarnya.

 

Tiga hari kemudian, yang ditunggu pun keluar. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Regulasi baru ini mematok angka maksimal kenaikan upah minimum 2023 sebesar 10 persen.

 

Ida pun menjelaskan alasan terbitnya aturan yang mengubah formula upah minimum. Berangkat dari aspirasi yang berkembang, kata dia, rumus upah minimum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 belum mengakomodasi dampak kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

 

Upah minimum pada 2022, misalnya, dianggap tidak seimbang dengan laju inflasi atau kenaikan harga barang. Akibatnya, daya beli pekerja menurun. “Hal ini dikhawatirkan akan terjadi kembali pada 2023,” tutur Ida dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube Kementerian Ketenagakerjaan pada Sabtu, 19 November lalu.

 

Perubahan penghitungan upah juga mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19. Ada pula faktor lain, yaitu ketidakpastian ekonomi global yang menekan laju ekonomi nasional. Padahal struktur ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi masyarakat, yang sangat bergantung pada tingkat upah. Karena itu, pemerintah merasa perlu menjaga daya beli masyarakat melalui perubahan formula upah minimum.

 

Aturan anyar ini pun membuyarkan perdebatan dalam rapat Dewan Pengupahan Jawa Barat. Taufik mengungkapkan, pada hari pertama peserta rapat sedianya membahas peraturan yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan upah.

 

Pada hari kedua mereka mulai menghitung nilainya. Pengusaha meminta penghitungan upah mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021. “Tapi buruh menolak,” ujar Taufik. Senada dengan aspirasi pekerja, perwakilan dari unsur pemerintah Jawa Barat juga tidak setuju terhadap formula dalam PP Nomor 36 Tahun 2021. “Kalau memakai aturan itu, kenaikan upah pasti di bawah angka inflasi.”

 

Dewan Pengupahan pun membuat simulasi upah minimum bila mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021. Hasilnya, kenaikan UMP hanya 6 persen. Masalahnya, tidak ada kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jawa Barat yang sampai di atas angka inflasi provinsi. Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi tahunan Provinsi Jawa Barat pada September sebesar 6,12 persen. “Banyak kabupaten/kota yang UMK-nya sudah tinggi hanya naik 2-3 persen. Tapi semuanya di bawah angka inflasi,” kata Taufik.

 

Bahkan beberapa daerah terancam tidak akan mendapat kenaikan upah karena angka minimumnya sudah mencapai batas atas ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2021. Taufik memberi contoh empat kabupaten yang berpotensi tidak mencatatkan kenaikan upah, yaitu Karawang, Bekasi, Bogor, dan Purwakarta. “Di sinilah terjadi pembahasan yang paling alot.”

 

    ••

 

SAID Iqbal sangat antusias ketika mendengar kabar bahwa Presiden Joko Widodo berkenan menerima kunjungannya. Pada September lalu, Jokowi mengundang Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia itu ke Istana Kepresidenan, Jakarta, bersama Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.

 

Dalam pertemuan itu, menurut Said, Jokowi menerima dia dan Andi Gani tanpa didampingi menteri, pejabat, atau staf. “(Mungkin) karena Bung Andi Gani meminta sebagai seorang sahabat,” dia menambahkan.

 

Andi Gani dikenal dekat dengan Presiden. Ia termasuk tokoh yang membantu Jokowi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 serta pemilihan presiden 2014 dan 2019. Andi pun diganjar dengan kursi komisaris PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP pada 2015. Setahun kemudian, Andi diangkat sebagai komisaris utama merangkap komisaris independen perusahaan konstruksi pelat merah itu.

 

Said mengungkapkan, pertemuan dengan Jokowi dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan serikat buruh, terutama tentang kluster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Kami juga berdiskusi tentang vokasi, program Kartu Prakerja, dan hal lainnya.”

 

Tapi, Said menambahkan, mereka lebih banyak membahas kluster ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja. Alasannya, pembahasan upah minimum oleh Dewan Pengupahan Nasional segera berjalan. “Kami berharap, kalau (revisi) UU Cipta Kerja belum dibahas, mohon kiranya ada diskresi dari presiden tentang kenaikan upah minimum, ada kebijakan baru,” dia memaparkan.

 

Saat itu Jokowi, menurut Said, mempertanyakan pentingnya diskresi tersebut. Said, yang menjabat Presiden Partai Buruh, pun menyampaikan beberapa alasan. Mengawali dengan pujian atas keberhasilan pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi positif di tengah pandemi dan ancaman resesi global, Said lantas menyinggung kajian Dana Moneter Internasional (IMF) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5 persen pada 2023.

 

Meski angka itu lebih rendah dari perkiraan pemerintah yang sebesar 5,3 persen, dalam laporan bertajuk World Economic Outlook: Countering the Cost-of-Living Crisis, Oktober 2022, IMF menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan lebih baik dibanding sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Indonesia berada di belakang Vietnam dan Kamboja, yang ekonominya diperkirakan tumbuh lebih baik, yakni 6,2 persen. Adapun tingkat pertumbuhan ekonomi Filipina diperkirakan sama dengan Indonesia, yakni 5 persen.

 

IMF juga mencatat Indonesia dalam kelompok 10 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. Indonesia berada di posisi ketujuh, menyalip Brasil, Inggris, dan Prancis. PDB Indonesia mencapai US$ 4,02 triliun berdasarkan pendekatan purchasing power parity (PPP) atau paritas daya beli. PPP adalah perbandingan nilai suatu mata uang yang ditentukan oleh daya beli uang tersebut terhadap barang dan jasa di tiap negara. Indonesia berada satu tingkat di bawah Rusia yang memiliki PDB US$ 4,46 triliun. “Artinya, tidak ada alasan menyatakan kita menghadapi resesi. Baik-baik saja, tapi harus waspada,” tutur Said.

 

Dengan kondisi tersebut, dia menyatakan aturan ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja bisa merugikan buruh. “Buruh tidak mendapat hasil dari pertumbuhan ekonomi itu,” ucapnya. Said pun menyebutkan upah buruh selama dua tahun berturut-turut nyaris tidak naik. “Presiden kaget.”

 

Sebelumnya, sempat berembus kabar bahwa terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 adalah buah lobi politik serikat pekerja. Said Iqbal dan Andi Gani disebut-sebut bertemu dengan Jokowi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada 15-16 November lalu. Informasi yang diperoleh menyebutkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid ada dalam pertemuan itu.

 

Namun Said menepis kabar tersebut. Ia memastikan tidak ada pertemuan dengan Jokowi ataupun Arsjad di Bali. Said mengakui berada di Pulau Dewata untuk menghadiri pertemuan Labour 20 (L20) sebagai pembicara di forum Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC). Rencananya, ITUC meminta waktu bertemu dengan Presiden. “Tapi Pak Jokowi jadwalnya penuh, sehingga tidak jadi,” ujarnya.

 

Ada atau tidak adanya lobi-lobi tersebut, pemerintah akhirnya memberi jalan tengah dengan menerbitkan terbitnya Permenaker 18 Tahun 2022. Serikat buruh boleh saja happy dengan aturan baru itu. Namun pengusaha meradang. Setelah aturan ini terbit, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersiap mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung.

 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo Hariyadi Sukamdani menyesalkan terbitnya regulasi baru tanpa pembahasan dalam forum Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional. Dia menilai aturan itu bertentangan dengan hierarki peraturan perundang-undangan.

 

Sambil menunggu proses uji materi, Hariyadi menyerukan pengusaha agar tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dalam perundingan di Dewan Pengupahan. Apindo juga akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara bila ada gubernur yang menetapkan upah minimum di luar formulasi Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

 

Di Bandung, Ketua Apindo Jawa Barat Ning Wahyu Astutik masih menghadiri rapat Dewan Pengupahan di Gedung Sate pada Selasa-Rabu, 22-23 November lalu. Ia menyatakan Apindo menghormati proses pembahasan pengupahan yang benar. Ia memahami Dewan Pengupahan merupakan wadah resmi untuk menyampaikan penolakan Apindo atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 sebagai acuan.

 

“Ketidaksetujuan kami tercatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh semua anggota forum tripartit yang hadir,” kata Ning yang saat dihubungi pada Jumat, 25 November lalu, sedang mengusung barang bantuan untuk korban bencana gempa di Cianjur, Jawa Barat.

 

Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi juga masih konsisten mengikuti rapat Dewan Pengupahan bersama unsur pekerja dan pemerintah. Dia pun tetap berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. “Kedudukan PP lebih tinggi daripada peraturan menteri,” tuturnya. Menurut Frans, aturan menteri ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang akan berdampak terhadap iklim investasi.

 

Belakangan, Kadin Indonesia pun bersuara. Setelah menggelar rapat koordinasi dengan puluhan asosiasi pengusaha/perusahaan pada Rabu, 23 November lalu, Arsjad Rasjid selaku Ketua Umum Kadin Indonesia menyatakan aturan Menteri Ketenagakerjaan menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. “Kadin bersama dengan asosiasi pengusaha dan seluruh anggota terpaksa melakukan uji materi,” katanya. “Apa pun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya.”

 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta perwakilan pengusaha dan pekerja duduk bersama membahas UMP dengan kepala dingin. Menurut dia, perlu ada klausul yang mengatur penggunaan regulasi lain, misalnya ada perusahaan yang tak mampu menerapkan Permenaker 18 Tahun 2022. "Tapi perusahaan yang bagus harus membayar dengan baik," ucapnya. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/167520/bagaimana-tarik-ulur-aturan-ump-2023

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar