Senin, 28 November 2022

 

Dari Indonesia untuk Dunia

Suryopratomo : Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura

KOMPAS, 26 November 2022

 

                                                

 

Dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan International Institute for Strategic Studies Singapura di awal 2022, saya sempat berbincang dengan mantan Menlu AS Michael Pompeo. Saya tanya harapannya tentang KTT G20 di mana Indonesia jadi tuan rumah.

 

Pompeo menjawab, itu pertemuan yang tak mudah untuk bisa menghasilkan kesepakatan di tengah situasi dunia yang penuh ketegangan. Perang di Ukraina yang dimulai 24 Februari 2022 menjadi ganjalan terbesar.

 

”Pasti sangat tidak mudah bagi Indonesia. Anyway, good luck to Indonesia,” kata mantan menlu AS era Trump itu.

 

Di tengah tingginya ketidakpastian—mulai dari pandemi Covid-19, krisis geopolitik yang mengimbas ke krisis keuangan akibat melambungnya harga energi dan pangan, serta kian nyatanya ancaman perubahan iklim—banyak pihak meragukan KTT G20 Bali akan membawa terobosan besar. Bahkan polarisasi yang melebar antara Barat dengan Rusia, China, dan India memunculkan kekhawatiran KTT itu sendiri tak bisa diikuti 20 anggota G20.

 

KTT G20 di Italia setahun sebelumnya juga tak berjalan mulus karena pandemi Covid-19. Semua pertemuan persiapan harus dilakukan secara virtual, baru pertemuan tingkat kepala negara dilaksanakan secara tatap muka.

 

Namun, Presiden Joko Widodo sejak menerima estafet tongkat kepemimpinan dari Presiden Italia Mario Draghi, November 2021, menebarkan sikap optimistis. Sebagai presidensi G20, Indonesia menetapkan tema besar ”Recover Together, Recover Stronger”. Presiden memerintahkan agar pertemuan persiapan dilakukan secara tatap muka di semua kota besar di seluruh Indonesia.

 

Sebagai koordinator jalur serpa (sherpa track) ditunjuk Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menlu Retno Marsudi. Untuk koordinator jalur keuangan (finance track) ditunjuk Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI Perry Wardjiyo. Untuk ketua penyelenggara ditunjuk Menko Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan. Tiga agenda besar yang ditawarkan Indonesia sebagai fokus KTT G20 adalah kesehatan, ekonomi digital, dan energi bersih.

 

Singapura sebagai Ketua Global Governance Group (3G)—kelompok 30 negara kecil dan menengah yang tak tergabung ke G20—secara reguler selalu mengundang troika, tiga negara yang sudah, sedang, dan akan jadi presidensi untuk menjelaskan kegiatan G20. Pada November 2021, saya diminta menyampaikan agenda presidensi Indonesia bersama dubes Arab Saudi dan Italia.

 

Sejak awal Tim Serpa sudah menyiapkan agenda kerja yang akan dilakukan Indonesia selama setahun kepemimpinannya. Dalam pertemuan yang dipimpin Menlu Singapura Vivian Balakhrisnan, saya menyampaikan agenda yang sudah sangat terinci itu dan para dubes negara-negara 3G paham akan upaya besar yang dipersiapkan oleh Indonesia.

 

Proaktif

 

Kalau KTT G20 bisa menghasilkan Deklarasi Bali yang di luar ekspektasi banyak negara di dunia, kunci utamanya terletak dari sikap proaktif yang dilakukan Indonesia. Mulai dari Presiden hingga koordinator jalur serpa ataupun jalur keuangan serta Kadin Indonesia sangat aktif melakukan road show untuk menjelaskan kesiapan Indonesia jadi tuan rumah G20 dan B20.

 

Kalangan pejabat dan diplomat di Singapura kemudian percaya KTT G20 Bali akan berjalan sukses dan tak akan ada boikot. Apalagi setelah Presiden Jokowi secara khusus bertemu Presiden Ukraina, Presiden Rusia, dan Presiden China sebelum KTT G20. ”Hanya Presiden Jokowi yang bisa bertemu Presiden Ukraina, Presiden Rusia, dan Presiden China tahun ini. Ini pencapaian yang luar biasa,” puji Dubes Meksiko Agustin Garcia-Lopez.

 

Menlu Retno Marsudi tak terbilang perjalanannya ke semua negara anggota G20 untuk mengajak semua pihak mau duduk bersama mencari jalan keluar bagi perbaikan dunia. Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Wardjiyo memanfaatkan semua pertemuan bidang moneter dan keuangan dunia untuk mengajak para menkeu agar mau mendahulukan penyelamatan ekonomi dunia daripada kepentingan politik.

 

Dalam perjalanan pulang dari pertemuan Bank Dunia dan IMF di Washington pada 29 April 2022, Sri Mulyani menceritakan bagaimana dirinya mengajak rekan-rekan menkeu G20 untuk mengingat kembali pembentukan KTT G20. Pertemuan G20 yang awalnya hanya level menkeu dan gubernur bank sentral ditingkatkan jadi pertemuan para pemimpin negara karena krisis keuangan yang melanda AS pada 2008 dan kemudian menjadi krisis keuangan dunia.

 

”Saya sampaikan, kalau memang tak dianggap penting lagi dan mau dibubarkan, silakan saja. Namun, saya mengingatkan, ancaman krisis keuangan bisa terjadi kapan saja. Kalau sekarang kita bubarkan KTT G20, kita akan kesulitan mendapatkan forum pertemuan para pemimpin dunia ketika krisis datang,” kata Sri Mulyani ketika transit di Singapura.

 

Airlangga Hartarto seusai memimpin pertemuan kelompok kerja Indonesia dan Singapura, Juni 2022, juga tak keberatan menjelaskan langsung kepada para dubes negara anggota 3G tentang diplomasi yang dijalankan Indonesia bagi suksesnya KTT G20 Bali. Dengan penjelasan terinci mengenai tiga agenda yang dipersiapkan Indonesia, masyarakat dunia kian yakin dengan kesungguhan Indonesia mencari jalan keluar bagi perbaikan dunia.

 

Presiden Jokowi saat menutup KTT G20 Bali menegaskan, forum ini forum untuk mencari jalan keluar bagi perbaikan ekonomi dunia, bukan forum politik. Berbagai perbedaan politik yang ada diminta dikesampingkan dulu.

 

Peran kalangan dunia usaha untuk ikut berkontribusi bagi perbaikan ekonomi dunia diberi ruang yang lebar. Seperti kata Presiden Forum Ekonomi Dunia Klaus Schwab, peran pengusaha penting untuk mengeksekusi keputusan politik yang diambil. Pertemuan B20 diselenggarakan di awal KTT G20 dengan mengundang beberapa pemimpin dunia dan pengusaha dunia.

 

Pertemuan B20 bisa berjalan baik karena Kadin melakukan road show ke-16 negara, mengajak kalangan pengusaha dunia turut memikirkan cara membantu dunia keluar dari berbagai persoalan mengimpit.

 

Gotong royong

 

Sesuai nilai dasar bangsa Indonesia yang selalu mengutamakan sikap gotong royong, semangat itulah yang kini dibawa Indonesia ke masyarakat dunia. Hanya dengan kolaborasi semua negara, dunia akan mampu melewati ancaman badai skala penuh (perfect storm) di depan.

 

Belum pernah dunia dihadapkan pada krisis yang datang bersamaan seperti sekarang. Setelah krisis kesehatan akibat Covid-19, semua negara sekarang ini sedang berjuang memulihkan ekonomi negara masing-masing. Ketika dunia sedang tertatih-tatih keluar dari kesulitan, tiba-tiba pecah perang di Ukraina.

 

Perang di daratan Eropa mengimbas ke kelangkaan bahan pangan dan energi. Negara-negara Afrika bahkan terancam kelaparan karena tersendatnya pasokan gandum dari Ukraina. Kelangkaan pangan dan energi melambungkan harga dua komoditas penting itu. Akibatnya, inflasi di banyak negara melambung tinggi, tak terkecuali negara maju.

 

Untuk mengendalikan inflasi, bank sentral dunia menaikkan tingkat suku bunga mereka. AS menjadi negara yang paling agresif menaikkan suku bunga untuk mengembalikan inflasi yang berada di sekitar 8 persen agar turun menjadi 2 persen. Perang suku bunga di dunia dikhawatirkan menimbulkan resesi. Pengangguran yang sudah melonjak karena pandemi bisa kian bertambah akibat krisis keuangan di depan mata.

 

Padahal, pada saat bersamaan, semua negara dituntut menurunkan emisi gas buang untuk mencegah pemburukan akibat perubahan iklim. Ini butuh investasi besar, terutama untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan.

 

KTT G20 Bali sangat membesarkan hati karena memberikan kontribusi untuk mencegah jangan sampai perfect storm jadi malapetaka bagi dunia. Di Bali, Indonesia berhasil mengurangi ketegangan politik dengan mempertemukan Presiden Joe Biden dan Presiden Xi Jinping. Pertemuan kedua pemimpin adidaya yang pertama kali sejak Biden jadi presiden mengurangi ketegangan di Laut China Selatan dan Selat Taiwan.

 

Kehadiran Menlu Rusia Sergey Lavrov yang tak di-walk-out oleh negara-negara Barat membuat Deklarasi Bali akhirnya bisa diadopsi semua negara. Tujuh belas pemimpin dunia bisa saling bertemu secara cair dan bersahabat—bersama-sama maupun bilateral— memberikan sinyal positif bagi perbaikan dunia karena lebih dari 80 persen PDB dunia ditentukan oleh G20.

 

Deklarasi Bali tentu bukan hasil akhir yang ingin dituju. Namun, Deklarasi Bali menjadi modal bagi 20 perekonomian besar dunia untuk menciptakan iklim yang lebih baik, yang memungkinkan kita semua selamat dari perfect storm.

 

Bukan hanya bagaimana G20 sepakat mengumpulkan Dana Pandemi, penguatan digitalisasi, dan pengembangan energi bersih, tetapi juga ada konsep penguatan ketahanan pangan, perdagangan, investasi, dan industri, serta ketenagakerjaan.

 

Inilah sumbangsih luar biasa dari Indonesia untuk dunia.

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/25/dari-indonesia-untuk-dunia

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar