Senin, 28 November 2022

Sejauh Mana Ancaman PHK Massal Startup Digital

Aisha Shaidra :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 27 November 2022

 

 

                                                           

TIGA hari setelah mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK, Gilang Mahendra mulai mencari peluang baru. Dengan status eks karyawan PT Ruang Raya Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Ruangguru, Gilang memanfaatkan fitur Open to Work di aplikasi LinkedIn. Melalui platform penghubung para profesional itu, dia berharap bisa mendapatkan pekerjaan baru. “Saya mendadak kena PHK tanpa persiapan apa-apa,” katanya kepada Tempo pada Jumat, 25 November lalu.

 

Selama dua tahun bekerja di Ruangguru, Gilang menjabat account manager cabang Serang, Banten. Pria 28 tahun ini kaget saat mendapat informasi tentang PHK, tapi tak bisa berbuat apa-apa selain bersiap mencari pekerjaan baru. Dia pun menyiapkan segala sesuatu yang harus dipenuhi pencari kerja, dari memperbarui curriculum vitae (CV) hingga memperbanyak berkas seperti fotokopi ijazah, foto diri, dan tetek bengek lain.

 

Gilang mengaku mendapat informasi tentang pemberhentian dirinya pada Jumat pagi, 18 November lalu, setiba di kantor. Pada pukul 08.00 WIB, sebuah pesan elektronik masuk. Isinya adalah undangan mengikuti pertemuan one-on-one dengan Head of Commercial Ruangguru pada pukul 10.00 WIB. “Saya heran ada e-mail langsung dari Head of Commercial, enggak biasanya,” tutur sarjana administrasi publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten, itu.

 

Dalam pertemuan lewat aplikasi rapat online selama 15 menit, Gilang pun sadar kariernya di Ruangguru usai sudah. Dia kemudian mengetahui beberapa anggota timnya bernasib sama. Namun, Gilang melanjutkan, tidak ada alasan detail tentang sebab-musabab dirinya terkena PHK. “Saya cuma dapat informasi, PHK karena harus ada efisiensi.” Belakangan di media sosial pun ramai kabar tentang PHK di Ruangguru. Tempo meminta tanggapan dari manajemen Ruangguru tentang hal ini, tapi tak kunjung ada jawaban.

 

PHK mendadak juga menimpa Jeje—bukan nama sebenarnya. Wanita 28 tahun itu salah satu karyawan Shopee Indonesia yang satu setengah tahun terakhir menangani urusan promosi. Pada Senin pagi, 19 September lalu, Jeje menerima pesan untuk mengikuti rapat besar atau town hall meeting yang akan digelar pada pukul 10.00 WIB secara online. Namun Jeje dan beberapa temannya memilih mengikuti rapat itu di kantor Shopee Indonesia di Pacific Century Place Tower, Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan. “Kebetulan hari itu sudah janjian dengan tim untuk ke kantor, jadi ikut town hall ramai-ramai,” tuturnya.

 

Saat menerima pemberitahuan untuk mengikuti town hall meeting dengan Direktur Shopee Indonesia, Jeje tak mengira akan ada keputusan tentang PHK. Dia hanya merasa ada sesuatu yang berbeda dibanding biasanya. Menurut Jeje, dalam rapat itu Direktur Shopee Indonesia Christin Djuarto bersikap lain. “Biasanya ngomong bahasa Indonesia campur bahasa Inggris, tapi saat itu dia berbahasa Indonesia baku dan seperti membaca naskah yang sudah disiapkan,” katanya. Jeje juga melihat pandangan mata Christin mengarah ke satu titik, “Seperti membaca sesuatu.”

 

Pertemuan via aplikasi online itu tak sampai satu jam. Di akhir paparan pun tidak ada tanya-jawab dan Christin hanya mengucapkan terima kasih. Menurut Jeje, karyawan kemudian menerima pesan lanjutan dari tim sumber daya manusia Shopee Indonesia. Dalam pesan tersebut, Jeje dan rekan-rekannya diminta datang ke kantor bagian personalia yang letaknya terpisah dari gedung tempat dia biasanya bekerja.

 

Hingga pesan itu diterima, Jeje dan kawan satu timnya masih mencoba berpikir positif. Belum terlintas pikiran bahwa surat tersebut adalah penanda akhir karier mereka di Shopee Indonesia. Bahkan Jeje masih sempat menggarap sejumlah daftar pekerjaan yang kudu diselesaikan hari itu. “Kami nanti ketemu HRD masih bisa negosiasi untuk pindah ke anak perusahaan karena Shopee kan grup besar,” ujarnya.

 

Harapan itu kandas. Begitu sampai di kantor Shopee yang berada di Pakuwon Tower, Tebet, Jakarta Selatan, Jeje diminta menandatangani sejumlah dokumen. Bahkan beberapa aset perusahaan, seperti laptop, pun diminta diserahkan pada hari itu juga. “Banyak banget dokumen yang harus ditandatangani, dijelaskan juga kompensasi apa saja yang diberikan. Sudah tidak boleh bekerja sejak hari itu,” ucapnya.

 

Dua bulan setelah kehilangan pekerjaan, Jeje masih menganggur. Untungnya, menurut dia, pesangon yang ia terima masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sembari mencari pekerjaan baru. “Shopee juga masih membantu membagikan CV kami ke pihak lain dan memfasilitasi pelatihan bagi karyawan yang terkena PHK.”

 

    ••

 

GELOMBANG PHK perusahaan rintisan atau startup digital terus berlanjut. Pada Maret lalu, perusahaan teknologi pertanian TaniHub menutup gudang di Bandung dan Bali serta memangkas jumlah karyawan. Dua bulan kemudian, PT Fintek Karya Nusantara atau LinkAja mengumumkan reorganisasi yang juga berujung PHK massal.

 

Tak cuma melakukan PHK, startup digital mulai bertumbangan. Misalnya Fabelio. Perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis furnitur dan desain interior ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 6 Oktober lalu. Padahal dua tahun sebelumnya Fabelio berhasil mengumpulkan pendanaan hingga US$ 20 juta atau Rp 300 miliar.

 

Pada pertengahan November lalu setidaknya ada tiga perusahaan yang memangkas jumlah karyawan, yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo, Ruangguru, dan Sirclo. GoTo mengumumkan PHK 1.300 karyawan sebagai bagian dari “upaya untuk menjaga pertumbuhan yang makin sehat agar dapat meraih kemandirian finansial”. Strategi ini, menurut Chief of Corporate Affairs GoTo Nila Marita, dijalankan agar perusahaan bisa mengurangi ketergantungan pada pendanaan para investor. “Strategi kami adalah mengendalikan hal-hal yang dapat kami kendalikan, termasuk efisiensi biaya dan operasional perusahaan, walau ini keputusan yang sangat berat,” katanya.

 

Menurut Nila, sebelum memangkas jumlah karyawan, manajemen GoTo mengevaluasi beban biaya secara menyeluruh. Juga menyelaraskan kegiatan operasional, mengintegrasikan proses kerja, dan merenegosiasi berbagai kontrak kerja sama. Dengan cara itu, GoTo bisa menghemat biaya Rp 800 miliar pada akhir kuartal kedua tahun ini. Perampingan jumlah karyawan, Nila menambahkan, adalah langkah akhir yang diambil GoTo. “Kami mengumumkan keputusan setelah memastikan berbagai aspek telah dikaji secara menyeluruh dan dipersiapkan matang.”

 

Berdasarkan laporan keuangan (belum diaudit) yang dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia pada Senin, 21 November lalu, GoTo mencatatkan rugi bersih Rp 20,91 triliun akibat total beban sebesar Rp 30,72 triliun pada kuartal III. Gaji karyawan adalah salah satu komponen biaya terbesar dengan nilai Rp11,28 triliun. Beban gaji dan imbalan karyawan naik lebih dari 100 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp 5,53 triliun. Demi mengatasi beban yang membengkak, manajemen GoTo melakukan penghematan dan merenegosiasi sederet kontrak dengan pihak ketiga.

 

Dalam salinan surat yang disampaikan setelah town hall meeting pada Jumat, 18 November lalu, Chief Executive Officer GoTo Andre Soelistyo menyatakan kinerja keuangan beberapa kuartal terakhir sudah mencatatkan banyak kemajuan. Menurut dia, biaya variabel dan biaya operasional diperketat, antara lain dengan memangkas sebagian gaji CEO dan tim manajemen. “Namun, sayangnya, semua ini belum cukup,” tutur Andre.

 

Besarnya beban operasional startup teknologi tak cuma ada pada GoTo. Bukan rahasia lagi banyak perusahaan teknologi yang menguras kas demi memberikan gaji fantastis kepada karyawan sekaligus menggelar aksi “bakar duit” untuk menggenjot jumlah pengguna. 

 

Menurut Venture Partner Init-6 Rexi Christopher, secara alami startup digital dituntut memiliki pertumbuhan yang eksponensial. Pertumbuhan ini yang bakal menarik minat investor untuk berlomba-lomba menanamkan dananya. Namun, kata Rexi, para pendiri dan manajemen startup seharusnya memperhatikan fondasi bisnis dan tidak bisa selamanya mengutamakan pertumbuhan. “Kesalahan beberapa pendiri startup adalah terlalu fokus pada growth tanpa memikirkan fondasi bisnis yang kuat sehingga mereka tidak siap menghadapi pasar yang tidak kondusif seperti saat ini,” ucapnya.

 

Pada posisi ini, startup mulai dituntut berhemat. Walhasil, banyak perusahaan yang mencabut berbagai kenyamanan dan fasilitas buat karyawan. Ini yang dialami para karyawan Shopee Indonesia. Salah satu karyawan Shopee Indonesia, Nina—bukan nama sebenarnya—mengungkapkan bahwa kondisi mulai berubah setelah muncul kabar penutupan operasi di India, Prancis, dan Spanyol pada pertengahan 2022. Saat itu SEA Group, induk usaha Shopee, bakal memutus hubungan kerja 7.000 orang atau 10 persen dari total karyawannya.

 

Nina mengatakan saat itu manajemen Shopee Indonesia masih berupaya meyakinkan bahwa kondisi di Indonesia berbeda. Tapi belakangan berbagai benefit mulai dipangkas, seperti jatah makan siang di kantor. Stok cemilan dan minuman yang biasanya selalu ada pun sering kosong. Bahkan perlengkapan dapur seperti microwave dan kulkas di beberapa lokasi turut lenyap.

 

Berkebalikan dengan pengurangan fasilitas, Nina melanjutkan, manajemen Shopee malah menggenjot target kerja hingga dua kali lipat. Pada saat bersamaan, terjadi pemangkasan anggaran sampai 50 persen ketika memasuki kuartal III. “Manajemen saat itu masih mengatakan layoff bukan opsi,” ujarnya.

 

Tempo berupaya meminta konfirmasi atas informasi tersebut kepada manajemen Shopee Indonesia, tapi belum mendapat respons. Namun, setelah mengumumkan PHK pada pertengahan September lalu, Head of Public Affairs Shopee Indonesia Radynal Nataprawira menjelaskan bahwa pengurangan karyawan adalah langkah terakhir yang harus ditempuh setelah melakukan penyesuaian dan mengubah sejumlah keputusan bisnis. “Kondisi ekonomi global menuntut kami untuk lebih cepat beradaptasi serta mengevaluasi prioritas bisnis agar bisa menjadi lebih efisien. Ini sebuah keputusan yang sangat sulit,” kata Radynal.

 

Menurut Radynal, efisiensi sejalan dengan fokus perusahaan secara global untuk mencapai kemandirian dan keberlanjutan. Dua hal ini, dia menambahkan, menjadi komponen penting dalam upaya menjalankan bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi global. “Perusahaan akan berfokus pada pertumbuhan bisnis yang mandiri serta berkelanjutan, dan kami ingin memperkuat dan memastikan operasi perusahaan kami stabil di situasi ekonomi saat ini,” tuturnya.

 

Manajemen Shopee menjamin proses PHK akan mematuhi peraturan pemerintah. Karyawan yang terkena PHK juga mendapat pesangon sesuai dengan aturan dan tambahan gaji satu bulan. Radynal mengatakan fasilitas asuransi kesehatan perusahaan masih bisa dimanfaatkan karyawan sampai akhir tahun.

 

    ••

 

BUKAN cuma di Indonesia, gelombang PHK startup digital juga terjadi di beberapa negara lain. Perusahaan teknologi raksasa kelas dunia di Amerika Serikat seperti Amazon bakal memangkas ribuan karyawan sampai tahun depan.

 

Twitter setali tiga uang. Sejak dibeli bos Tesla Inc, Elon Musk, Twitter memangkas 50 persen karyawannya. Tak kalah getir, Meta Platform Inc, induk perusahaan Facebook, mengumumkan pemecatan 11 ribu atau sekitar 13 persen karyawannya pada 9 November lalu. Sedangkan di Cina, Tencent Holdings tengah menyiapkan PHK gelombang kedua setelah memangkas jumlah pekerja dari 116.213 menjadi 110.715 orang pada Agustus lalu.

 

Di Asia Tenggara, SEA Group, yang menjadi induk Shopee dan perusahaan game Garena, bakal memangkas 7.000 pekerja atau 10 persen dari total karyawan. Berdasarkan laporan keuangan kuartal II 2022, SEA Group membukukan kerugian US$ 931,2 juta atau dua kali lebih besar dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Kerugian melonjak lantaran pengeluaran yang meningkat tajam.

 

Selain pertumbuhan bisnis yang melambat dan biaya tenaga kerja yang meningkat, ada beberapa masalah yang dialami startup digital sehingga terpaksa memangkas jumlah karyawan besar-besaran. Venture Partner Init-6 Rexi Christopher mengatakan gejolak ekonomi global bakal berdampak pada kelanjutan pendanaan dari investor. “Fundraising akan lebih susah karena investor cenderung wait and see dalam kondisi perekonomian yang tidak stabil,” ujarnya. Rexi mengatakan investor juga bakal lebih berhati-hati.

 

Lesunya pendanaan investor terekam dalam laporan State of Venture Q3’22 yang dirilis lembaga riset CB Insights. Laporan itu menyebutkan pendanaan startup global cenderung menurun pada kuartal I-kuartal III 2022. Secara berturut-turut nilainya adalah US$ 142,1 miliar pada kuartal I, US$ 112,6 miliar pada kuartal II, dan US$ 74,5 miliar pada kuartal III. Jumlah transaksi investasi pun merosot dari 9.587 pada kuartal I menjadi 8.771 transaksi pada kuartal II dan akhirnya hanya 7.936 transaksi pada kuartal III.

 

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Hasil riset e-Conomy SEA 2022 yang dirilis Google, Temasek, serta Bain & Company menyebutkan pendanaan startup digital melorot dari US$ 5 miliar pada semester I 2021 menjadi US$ 4 miliar pada semester II 2021. Pada semester I 2022, nilai pendanaan kembali turun menjadi US$ 3 miliar.

 

Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan langkah efisiensi bakal berlanjut sampai tahun depan. Perusahaan menghadapi banyak tekanan selain merosotnya pendanaan, seperti penurunan traksi atau jumlah pengguna hingga tekanan dari investor untuk segera mencetak keuntungan. “Kami para investor prihatin dengan dampak PHK, tapi dapat memahami agar perusahaan tetap survive,” ucapnya.

 

Di tengah gelombang PHK startup yang mungkin makin besar, Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan tengah mendorong pengusaha dan pekerja melakukan dialog bipartit. Tujuannya adalah menjaga hubungan industrial di perusahaan startup tetap kondusif, meski pada akhirnya PHK tak terhindarkan.

 

"PHK merupakan jalan paling akhir bila suatu hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja tidak lagi dapat dipertahankan. Karena sebagai jalan paling akhir, semua pihak harus berupaya agar tidak terjadi PHK," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri pada Kamis, 24 November lalu.

 

Jika PHK tak terhindarkan, Indah menambahkan, perusahaan harus menjalani semua prosedur dan membayarkan hak-hak para pekerja. Saat ini, ucap dia, pemerintah sedang menggodok opsi kebijakan yang mendukung resiliensi industri dalam negeri dalam menghadapi gejolak ekonomi global. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/167514/sejauh-mana-ancaman-phk-massal-startup-digital

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar