Senja Kala Wahabi di
Arab Saudi
Mohammad Nuruzzaman : Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia
SINDONEWS, 29
Juli
2022
TIDAK ada satu
pun orang atau kelompok yang bisa lolos dari hukum perubahan. Perubahan
adalah hukum mendasar dari kehidupan. Kehidupan disebut kehidupan karena ia
terus menerus dalam perubahan. Karena itu, setiap bentuk konservatisme pada
akhirnya akan menemui konflik dalam dirinya. Inilah yang kita temui di Arab Saudi. Setiap Muslim
yang datang ke Mekkah, terutama bagi yang diliputi perasaan rindu kepada Nabi
Muhammad SAW, akan penasaran mencari-cari di mana dulu bayi mungil Rasulullah
dilahirkan Sayyidah Aminah. Mudah sekali mencari informasi di mana lokasi
tempat kelahiran sang Rasul. Seluruh informasi yang disediakan oleh internet
memberi petunjuk ke sebuah bangunan sederhana bercat kuning yang bertuliskan
Maktabah Makkatul Mukarramah (Perpustakaan Makkatul Mukarramah). Perpustakaan
ini terletak di Al-Masjid Al-Haram Rd, Shib Amir/Shib Ali, Mekkah. Dekat
Masjidilharam. Lebih tepatnya: Jika Anda keluar dari Masjidilharam melalui
pintu 25 (Bukit Shafa), belok kiri ke arah Terminal Shib Amir. Sekitar
setengah kilometer, Anda akan menemukan perpustakaan itu. Lokasi bangunan
akan berada di kanan Anda. Tapi ketika
mendatangi bangunan perpustakaan itu, kita akan menemukan tulisan yang
ditempel di beberapa sudut dinding luarnya yang menerangkan bahwa tidak ada
sumber otoritatif yang menerangkan bahwa ini adalah tempat kelahiran
Rasulullah. Keterangan ini
disertai larangan untuk melakukan ritual baik di luar maupun di dalam
perpustakaan. Penyangkalan dan larangan ini juga dengan mudah kita baca di
malam hari melalui tulisan jalan (running text) yang ada di video tron yang
dipasang di teras depan. Intinya, tak
ada informasi yang dikeluarkan oleh otoritas resmi Pemerintah Arab Saudi
terkait di mana lokasi kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saya ragu untuk menyebut
perpustakaan ini sebagai tempat kelahiran Nabi tercinta sekalipun hampir
semua sumber informasi mengarahkan kita ke bangunan Perpustakaan Makkatul
Mukarramah ini. Apakah ini
cara dakwah Wahabi yang sejak awal menghancurkan berbagai situs sejarah
kenabian untuk menghindari berbagai praktik yang mereka anggap sebagai syirik
dan khurafat? Sekalipun penghancuran beberapa situs memang dengan alasan
perluasan Masjidilharam atau Masjid Nabawi, namun ada beberapa situs
bersejarah yang dihancurkan karena dianggap menyebabkan umat Islam berlaku
syirik. Jika benar
demikian, maka Wahabisme Arab Saudi sebetulnya sedang terdesak oleh berbagai
perubahan. Datanglah ke Mina! Sekitar setengah kilometer dari jamarat aqabah
(tempat melempar jumrah aqabah), Anda akan menemukan masjid kecil tak beratap
yang disebut Masjid Baiah Aqabah. Ini adalah lokasi ketika orang-orang
Madinah berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW dan memintanya untuk hijrah ke
Madinah di tahun kesepuluh kenabian. Situs ini
terawat dengan baik. Bahkan di depannya ada board bertuliskan keterangan
resmi tentang riwayat sejarah masjid ini. Pada saat musim haji, ada seorang
kurator yang ditugaskan Kementerian Kebudayaan untuk melayani pengujung yang
datang ke masjid ini. Dari kurator resmi inilah saya mendapatkan konfirmasi
bahwa Pepustakaan Makkatul Mukarramah memang tempat kelahiran Baginda Rasul. Terlepas dari
adanya sumber yang menolak Perpustakaan Makkatul Mukarramah sebagai lokasi
kelahiran Nabi, juga seberapa jauh keahlian si kurator dalam memahami sejarah
perpustakaan tersebut, saya langsung mempertanyakan spanduk dan video tron di
perpustakaan yang justru memberi informasi sebaliknya. Dengan senyum ramah
dan agak sedikit “malu-malu”, dia menjelaskan bahwa itu sekadar untuk
mencegah orang-orang agar tidak melakukan ritual di tempat kelahiran Nabi. Mendapatkan
penjelasan seperti ini dari petugas resmi pemerintah, saya shock. Selalu ada
orang-orang yang melakukan ritual berlebihan di setiap tempat yang dianggap
suci, bahkan di depan Kakbah sekalipun. Sekalipun begitu, melenyapkan jejak
sebuah situs sejarah penting tetap patut disayangkan. Umat Islam
telah mengambil pelajaran dari umat Nasrani yang menuhankan Nabi Isa. Apa
yang mungkin akan dilakukan umat Islam terhadap sang Junjungan Rasul
Muhammad? Sebagian besar mereka akan bershalawat. Terjauh, mereka akan
meminta syafaat kepada Nabi, yang itu sekalipun ikhtilaf pada beberapa ulama,
namun tidak akan menjerumuskan umat Islam pada menuhankan Nabi Muhammad SAW. Sejauh
pengalaman saya berkunjung ke beberapa situs penting yang masih terpelihara,
saya tidak menemukan praktik syirik seperti yang begitu ditakutkan oleh
kalangan Wahabi. Para pengunjung Masjid Baiah Aqabah, atau Masjid Ku’ di
Thaif (lokasi di mana Rasulullah dilempari batu penduduk Thaif), atau Masjid
Istiqbal Madinah (lokasi Nabi berpidato saat datang pertama kali hijrah ke
Madinah), atau Majid al-Mustarah (tempat istirahat Nabi sepulang dari Perang
Uhud), tidak ada orang yang melakukan ritual berlebihan. Mereka akan
melakukan ziarah antarwaktu dalam pikiran masing-masing membayangkan
perjuangan Nabi. Terucap shalawat dan salam baik di bibir maupun di hatinya
kepada Nabi, kemudian salat sunah. Jika
situs-situs bersejarah itu dipelihara, itu akan memberi keuntungan pada
berbagai pihak. Bagi Pemerintah Arab Saudi, situs-situs ini memperkaya
destinasi peziarahan bagi umat Muslim yang berkunjung ke Mekkah dan Madinah.
Bagi umat Islam, hal itu akan menjadi pelajaran yang luar biasa. Para Muslim
yang berziarah ke Mekkah akan memiliki kesempatan menapaktilasi perjuangan
Nabi junjungannya, yang itu memberi dampak positif dalam kehidupannya. Mengamati
berbagai perkembangan saat ini, jelas bahwa Wahabisme mau tak mau dipaksa
untuk menyadari bahwa konservatisme yang ekstrem bertentangan dengan hukum
perubahan. Keinginan Wahabi untuk menutupi tempat kelahiran Nabi diam-diam dibongkar
oleh juru bicara resmi Pemerintah. Di berbagai lokasi, Pemerintah Arab Saudi
melalui kementerian Kebudayaan merawat situs-situs penting masa lalu dan
memberi informasi secara resmi. Sekalipun
ziarah kubur kurang mendapat tempat di kalangan Wahabi karena dianggap bisa
menggelincirkan peziarah pada praktik syirik dengan berdoa kepada si mayat
atau menjadikan si mayat sebagai wasilah dalam berdoa kepada Allah, namun
Pemakaman Ma’la, tempat di mana jasad Sayyidah Khadijah dibaringkan, pada
jam-jam tertentu dibuka untuk umum. Bahkan ketika
Masjidilharam dianggap sebagai wilayah suaka Wahabisme Arab Saudi, siapa yang
bisa membatasi berbagai ragam mazhab yang dibawa umat Muslim yang datang dari
seluruh penjuru dunia. Para pengunjung Masjid Nabawi di Madinah mengantre
untuk bisa masuk ke Raudlah, untuk berdoa dan memberi hormat kepada Sang Nabi
kekasih hati. Ini beberapa
perkembangan di Arab Saudi. Wahabi jelas masih menjadi mazhab dominan. Namun
berbagai perkembangan membuat Wahabi harus menerima kenyataan bahwa saat ini
mereka hidup di milenium ketiga, bukan abad keenam Masehi di mana segalanya
masih sangat sederhana. Menghentikan gerak perubahan dalam hidup, apalagi
bersikeras memutar kehidupan ke masa lalu, sama dengan menyangkal kehidupan
itu sendiri. Dan, itu berarti menutup sejarahnya sendiri. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar