Di
Balik Turunnya Angka Kemiskinan Tita
Rosy: Fungsional
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kalimantan Selatan |
KOMPAS, 28 Juli 2022
Badan Pusat
Statistik (BPS) telah merilis angka kemiskinan periode Maret 2022 sebesar
9,54 persen. Angka kemiskinan ini mengalami penurunan dibandingkan angka
rilis pada periode sebelumnya, yaitu September 2021, yang mencapai 9,71
persen. Bahkan penurunan ini menjadi penurunan yang kedua
kalinya pada masa pandemi. Pada periode September 2021 juga terjadi penurunan
persentase penduduk miskin dibandingkan kemiskinan periode Maret 2021 yang
masih double digit (persentase penduduk miskin Maret 2021 sebesar 10,14
persen). Sebuah kisah keberhasilan Angka kemiskinan periode Maret 2022 ini merupakan
prestasi pemerintah yang patut diapresiasi mengingat angka kemiskinan saat
ini masih berada pada posisi satu digit. Pandemi Covid-19 pernah membuat angka kemiskinan
nasional naik lagi ke dua digit setelah pada periode sebelum pandemi melanda
berhasil ditekan menjadi satu digit. Pandemi juga telah membuat ekonomi nasional
mengalami kontraksi, bahkan resesi. Penurunan angka kemiskinan ini mengiringi
pemulihan ekonomi nasional yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi sebesar
5,01 persen secara year-on-year (yoy) pada kuartal I-2022. Pertumbuhan ekonomi 5,01 persen itu hampir menyamai
performa ekonomi sebelum pandemi melanda negeri ini. Selama lima tahun
terakhir sebelum pandemi, secara rata-rata ekonomi Indonesia mampu tumbuh di
atas 5 persen. Bersamaan dengan turunnya angka kemiskinan, BPS juga
merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Februari 2022 mencapai 8,4
juta orang atau 5,83 persen dari angkatan kerja. Angka ini turun dibandingkan
Februari 2021 yang 8,75 juta orang atau 6,26 persen dari angkatan kerja.
Turunnya angka pengangguran turut menorehkan kisah sukses di masa pandemi
yang belum berakhir. Inflasi membayangi kemiskinan Serangkaian peristiwa domestik yang mewarnai
perekonomian nasional di antaranya adalah penerapan kebijakan harga eceran
tertinggi (HET) minyak goreng yang dikeluarkan pada 1 Februari 2022.
Kebijakan ini diterapkan pemerintah dengan harapan dapat meredam
gonjang-ganjing harga komoditas bahan pokok yang polemiknya dikhawatirkan
dapat memantik inflasi pada saat itu. Inflasi pada Januari 2022 telah mencapai
0,56 persen secara month-to-month atau 2,18 persen year-on-year. Inflasi periode Januari 2022 ini lebih tinggi
daripada inflasi pada Ramadhan dan Idul Fitri 2021. Biasanya inflasi akan
meningkat ketika berada pada kedua momen tersebut. Alhasil, dengan adanya
kebijakan HET minyak goreng pada Februari 2022, terjadi deflasi sebesar 0,02
persen yang disumbang oleh andil deflasi minyak goreng sebesar 0,11 persen. Meskipun demikian, pada bulan tersebut minyak goreng
justru langka di pasaran. Kebijakan HET memicu terjadinya masalah distribusi
minyak goreng di lapangan. Oleh karena itu, pada 16 Maret 2022 pemerintah
mencabut kebijakan HET yang berdampak pada munculnya kembali minyak goreng di
pasaran dengan jumlah yang meningkat, tetapi diikuti pula oleh kenaikan harga
yang signifikan. Tercatat inflasi Maret 2022 mencapai 0,66 persen secara
month-to-month dan 2,64 persen secara year-on-year. Inflasi erat kaitannya dengan kemiskinan. Hingga
saat ini inflasi merupakan komponen yang diikutkan dalam formula penghitungan
garis kemiskinan secara linier. Apabila inflasi meningkat, garis kemiskinan
juga meningkat, demikian juga sebaliknya. Garis kemiskinan yang meningkat
akan semakin banyak menjaring penduduk yang daya belinya relatif stagnan
untuk masuk ke dalam jurang kemiskinan. Faktanya, pada periode Maret 2022, angka kemiskinan
nasional masih pada level satu digit. Kondisi ini menarik untuk ditelaah
lebih lanjut dengan memperhatikan indikator-indikator dan fenomena-fenomena
yang membersamainya. Tantangan tersisa: ketimpangan Bersamaan dengan angka kemiskinan sebesar 9,54
persen, telah dirilis juga angka rasio gini yang merupakan ukuran kesenjangan
pengeluaran penduduk. Pada Maret 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran
penduduk Indonesia yang diukur menggunakan rasio gini adalah sebesar 0,384.
Angka ini meningkat 0,003 poin jika dibandingkan dengan rasio gini September
2021 yang 0,381. Bahasa sederhananya, apabila rasio gini meningkat,
maka yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Berdasarkan kriteria Bank Dunia yang membagi
kelompok pengeluaran penduduk menjadi tiga kluster, yaitu pada penduduk 40
persen terbawah, penduduk 40 persen menengah, dan penduduk 20 persen teratas,
terdapat juga informasi yang patut untuk diperhatikan. Terjadi peningkatan persentase pengeluaran pada
penduduk yang menempati 40 persen terbawah dan sekaligus juga terjadi
peningkatan pada penduduk yang menempati 20 persen teratas. Pada Maret 2022,
persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,06
persen. Posisinya meningkat dibandingkan kondisi September 2021 yang 17,97
persen dan Maret 2021 sebesar 17,76 persen. Pada periode yang sama pada penduduk 20 persen
teratas persentase pengeluaran mencapai 46,2 persen, meningkat dibandingkan
periode September ataupun Maret 2021 yang masing-masing sebesar 45,71 persen
dan 45,87 persen. Selain masalah ketimpangan yang makin melebar,
penurunan angka kemiskinan kali ini juga masih mengandung disparitas
antarwilayah. Hingga saat ini, persentase penduduk miskin terendah berada di
Pulau Kalimantan dengan besaran 5,82 persen dan yang tertinggi di Pulau
Maluku dan Papua sebesar 19,89 persen. Kesenjangan antara yang tertinggi dan yang terendah
mencapai dua digit. Hal ini perlu dibenahi mengingat amanat UUD 1945,
khususnya pada Pasal 34 Ayat 1, menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak
telantar dipelihara oleh negara. Pemerintah harus memfasilitasi interaksi
ekonomi antarwilayah yang diharapkan dapat menaikkan output ekonomi di
tiap-tiap pulau secara berkeadilan. Konektivitas antarpulau sangat diperlukan karena
masih terdapat sekitar 26,16 juta penduduk Indonesia yang pengeluarannya
masih di bawah garis kemiskinan, sebesar Rp 505.469 per bulan. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/27/dibalik-turunnya-angka-kemiskinan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar