Hijrah Transformatif Amirsyah
Tambunan : Sekretaris Jenderal MUI |
REPUBLIKA, 29 Juli 2022
Memperingati tahun baru
Hijriyah bukan sekadar ritual rutinitas tahunan, melainkan memacu semangat
kita melakukan transformasi di berbagai lini kehidupan. Manusia sebagai wakil
Allah SWT di bumi (khalifah) diwajibkan memanifestasikan nilai hijrah dalam
pendekatan transformatif, yang terkandung dalam Alquran dan sunah Nabi.
Dengan begitu, fungsi agama Islam tidak statis dalam menghadapi tantangan
zaman. Di tengah kegalauan umat
dalam bermasyarakat dan berbangsa, peran agama diperlukan sebagai solusi
sehingga posisi umat sebagai pemberi solusi bukan pembuat masalah. Karena
itu, “hijrah” dapat dipahami tidak sekadar lahiriah, tetapi juga mental dari
kondisi tak baik ke lebih baik. Perpindahan aktivitas
fisik-geografis ke perubahan sikap dan laku yang mampu menghadapi tantangan
zaman. Dalam hal ini, pergantian
tahun baru Hijriyah setidaknya harus menyadarkan tiga hal, yaitu tahu diri,
tahu menempatkan diri, dan sadar diri untuk berubah menuju kehidupan lebih
baik. Pergantian tahun juga harus dimaknai sebagai anugerah yang wajib
disyukuri. Hijrah transformatif dapat
dimaknai dari sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang
panjang umur dan baik amalannya, dan seburuk-buruknya manusia adalah orang
yang berusia panjang dan jelek amalannya.” (HR Ahmad). Jadi, tahun baru tak hanya
seremonial, sebaliknya berkontribusi membebaskan warga dari kemiskinan dan
kebodohan. Dan salah satu fungsi Islam, yakni membebaskan diri dari kebodohan
dan keterbelakangan umat. Dengan demikian, agama
dapat dikatakan menjadi bagian pandangan
hidup dunia. Artinya, nilai agama mengakar dalam diri semua makhluk di
dunia. Bagi umat Islam Indonesia, harus mampu menyelesaikan problem sosial,
ekonomi, politik, dan lainnya. Dari agamalah kita
menemukan pijakan kolektif untuk mencari solusi. Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
(QS ash-Shaf [61]: 4). Seorang Muslim sejatinya
melakukan perubahan ke arah lebih baik sebagai wujud dari kesadaran
manusiawi-Ilahiah. “Hendaklah ada sebagian di
antara umat yang menyuruh kepada kebajikan dan memerintahkan berbuat bajik,
melarang dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh
kebahagiaan.” (QS Ali-Imran [3]: 104). Ayat ini membicarakan
gerak transformatif dakwah Islamiyah. Menurut Kuntowijoyo, gerak
transformatif ialah gerak pembebasan (liberasi), gerak pemanusiawian
(humanisasi), dan gerak penanaman nilai kerasulan dan nilai Ilahi
(transendensi). Hal itu dilakukan karena
kehadiran agama (Islam) untuk mengubah masyarakat dari kemiskinan dan
kebodohan menuju kecerdasan dan pencerahan berkemajuan. Kemiskinan dan
kebodohan mesti diperangi untuk menciptakan negeri sejahtera dan berkeadaban.
Caranya melalui dunia
pendidikan dari sejak manusia lahir hingga liang lahat. Intinya, ajaran Islam
tidak hanya ritual yang melahirkan kesalehan personal, tetapi juga kesalehan
sosial sebagai konsekuensi dari komitmen vertikal-individual, mewujud bentuk
ritual-horizontal-sosial. Karena itu, harus kita
pentingkan aktualisasi keimanan dalam wujud kesalehan sosial berdasarkan
ayat-ayat Alquran, yang memuat kata aaminu dan kerap bersanding dengan kata
wa amilussolihat. Ini mengindikasikan,
kesempurnaan iman ditentukan seberapa salehnya seseorang ketika berinteraksi
dengan persoalan kemanusiaan. Ini juga memberi kita pemahaman, keimanan mesti
selaras dengan wujud nyata atau amal. Maka itu, pada tahun baru
Hijriyah ini, saatnya kita memacu diri mengamalkan nilai kebajikan. Perubahan
tak diukur secara kuantitatif angka semata, mesti dibarengi perubahan
kualitatif yang menggambarkan perilaku dan dirasakan dalam kehidupan. Misi transformatif yang
dilakukan Rasulullah dalam Islam, dengan bergantinya tahun (Hijriyah),
sepatutnya mengantarkan kita terus memperbaiki kata, sikap, dan laku menjadi
lebih baik. Satu kata dengan perbuatan sehingga kehidupan masa depan lebih
baik. Allah berfirman, “Hai
orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS al-Hasyr [59]: 18). Kehidupan di dunia yang
lebih baik pada anak cucu kita, sedangkan kehidupan di akhirat yang lebih
baik dengan ridha Allah, kita mendapat ganjaran surga-Nya. ● Sumber :
https://www.republika.id/posts/30395/hijrah-transformatif |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar